The Diary of The Unlucky Boy : B-Side

Jaydee
Chapter #19

The First Encouragement

Berlanjut dari kisah sebelumnya...

"Nah iya kan? Menarik kan? Makannya Lira tuh mau tanya-tanya ke mas Adam," ucap Lira dengan tanpa adanya perasaan bersalah.

Eh bentar-bentar, tapi konteksnya kok mirip gue ya...? Apa jangan-jangan....

"Eh ... jangan-jangan kamu jadiin mas Adam sebagai Objek Penelitian ya Lir?" tebak Adam.

Senyum Lira pun kembali melebar dan kedua tangannya saling menggenggam untuk memohon ke kakak sepupunya itu. "Hehehe ... boleh ya mas, plis. Udah terlanjur diterima juga soalnya sama dosen pembimbing. Nanti sebagai bayarannya, Lira bantu deh mas Adam secara gratis soal konsultasi. Ya ... Ya...?"

Beh ... sebenarnya gue sih nggak masalah. Cuman harga diri gue mau ditaruh dimana kalo sekarang aja gue disebut sebagai orang yang Anti-Sosial? Mana dijadiin bahan penelitian lagi. Emang gue kelinci apa?

Dan juga, ini adik sepupu sendiri lagi yang meneliti. Harusnya kan gue sebagai kakak yang terlihat lebih hebat dari dia, bukan malah yang lebih lemah. Lagian Anti-sosial? Dikira gue ini sakit apa? Apa jangan-jangan, Lira itu nganggep gue udah Gila kali ya? Beuh, yaudah deh. Kasihan juga Lira, nanti kalo dia nggak lulus-lulus kan ujung-ujungnya, gue juga yang repot.

"Ya-yaudah, nggak apa-apa kok."

"Asik!" seru Lira.

"Tapi dengan syarat ya? No Drink-drink to cafe, No jajan weird-weird!" terang Adam.

"Halah gampang itu mah, yang penting mas Adam setuju nih ya?" tanya Lira sekali lagi.

"Iya."

Lira juga memastikan kalau dia bisa langsung mendapatkan informasi dari mas Adam pada malam itu juga. "Oke ... aku saat sih cuma butuh beberapa pertanyaan aja dari mas Adam, bisa kan?"

"Huaahheem ... Ya ... yaudah ... apa? mumpung mas Adam pas lagi nggak ngapa-ngapain nih," Adam yang sedikit mengantuk, coba untuk mempersilahkan Mita untuk melakukan penelitiannya.

Padahal gue tadi lagi tidur ... wuuu ... ganggu aja!

Lira pun segera membuka buku notes dan mengambil pulpen dari kantong celananya. Saat itu dia tampak siap menulis segala sesuatu yang akan Adam jawab nantinya.

"Pertanyaan Pertama, Mas Adam itu Anti-Sosial sejak kapan?"

Adam tampak mengkerutkan alisnya. "Hah? Mas Adam itu nggak Anti-Sosial kali, cuma dasarnya memang penakut aja. Nah, kalo pas lagi banyak-banyaknya ekspektasi sosial yang datang ke pikiran mas Adam. Kadang mas Adam sendiri itu jadi terlihat Anti-Sosial gitu, padahal sebenarnya sih nggak."

"Ekspektasi sosial yang dimaksud mas Adam itu dari anggapan-anggapan yang akan terjadi terkait dalam dunia sosial atau dari harapan-harapannya?" tanya Lira.

"Ya dua-duanya. Dari anggapan dan harapan juga. Jadi kadang mas Adam itu terlalu takut dan jadi males untuk melakukan sesuatu hal yang sudah ketebak endingnya. Dan disisi lain, itu juga gara-gara Superego-nya mas Adam yang terlalu kuat. Sampe-sampe mas Adam sendiri seperti terkurung di dalamnya. Padahal mas Adam tuh juga nggak betah untuk kelamaan disitu," jelas Adam.

"Oh berarti, seperti yang mas Adam bilang dulu itu ya? Apa tuh? Mmm ... lemah dalam pengambilan keputusan, Ego! Egonya lemah," tebak Lira.

"Hmmm ... mungkin bisa dibilang seperti itu. Ego-nya yang lemah, jadinya lebih suka untuk mencari sisi amannya aja dan dari situ pula, mas Adam jadi selalu terlambat dalam pengembangan diri dibanding yang sepantaran dengan mas Adam," ucap Adam sambil menaikkan alisnya.

Lira menulis semuanya ke dalam catatan.

"Mas Adam pernah pacaran?" tanya Lira kembali.

"Hmmm ... belum," jawab Adam.

"Oke, mas Adam pernah menyatakan perasaan terhadap seseorang yang disukain?" lanjut Lira dengan pertanyaan lain.

Dengan singkat, Adam menjawab, "Belum."

Lira kembali menulis semua jawaban ke dalam catatan.

"Oke, mas Adam pilih 1 di antara 2 pilihan ya, Pilih cewek dengan paras biasa-biasa aja tapi nyambung atau cewek dengan paras cantik tapi jutek?"

"Hmmm ... pilihan yang sulit ... soalnya mas Adam maunya yang sempurna. Cantik tapi nyambung juga," ungkap Adam.

"Ya pilih aja salah satu aja, nggak ada yang buruk kok. Asal tau aja mas ... jangan pernah sekali-kali mencari kesempurnaan di dalam dunia ini mas. Mending gagal daripada tidak menemukan tujuan karena masih tetap mencari sebuah kesempurnaan," tegas Lira.

Adam tampak sedikit merenung. "Memang gitu?"

"Iya lah, gagal itu sebuah akhir dan mas Adam bisa belajar dari situ, selesai. Tapi kalo mas Adam tetap mencari cara agar tidak gagal atau tetap menghindari sebuah kegagalan. Ya bisa Lira pastikan, rumitnya kehidupan mas Adam itu tidak akan pernah berakhir dan akan terus berputar-putar terus di tempat yang sama," jelas Lira.

Adam coba menampik pernyataan dari Lira. "Gagal adalah akhir? Bagaimana dengan kata-kata kegagalan itu bukan sebuah akhir?"

"Elah, itu cuma ungkapan doang mas. Maksudnya supaya orang itu tetap berjuang biarpun telah gagal. Tapi realitanya—kalo gagal itu ya sudah gagal, alias udah nggak bisa di apa-apain gitu," terang Lira.

Adam yang memahami penjalasan Lira, segera menjawab salah satu dari pilihan yang ditawarkan oleh Lira. "Oh, make sense sih ... yaudah deh, berdasarkan pengalaman terbaru mas Adam aja. Yang , tapi parasnya biasa aja...!"

Lira kembali menulis semua catatannya.

"Cie-cie ... hahaha ... oke lanjut, mas Adam pernah dekat dengan seseorang yang mas Adam suka?"

"Pernah," jawab Adam.

Lihat selengkapnya