The Diary of The Unlucky Boy : B-Side

Jaydee
Chapter #23

Air Mata

15 Januari 2019 - Beberapa minggu pun telah berlalu. Semenjak Adam paham bahwa kesempatannya untuk mendapatkan Mita telah hilang, dia selalu mengisi hari-harinya di kantor untuk murung, sama seperti orang yang sudah tak lagi mempunyai semangat apa pun untuk hidup. Bahkan sekarang, Adam yang selalu menundukkan kepalanya ke bawah ini sudah tak lagi betah untuk berlama-lama di kantor.

Udah jam 5...?

Adam segera mematikan PC-nya dan langsung berjalan menuju parkiran lantai 1 sambil menenteng tas selempangnya. Dia pergi begitu saja tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun.

Ketika sudah sampai rumah, terlihat Emha yang sedang menyapu halaman rumahnya sore-sore.

"Eh mas, abis pulang?" sapa Emha.

Dengan muka yang begitu kecut, Adam menjawab secara singkat tanpa memandang Emha sama sekali. "Iya!"

"Mas, entar aku main ke rumah ya? Lagi gabut nih, pengen ketemu Hama," tanya Emha.

Ngapain sih? Males! Gue cuma mau sendirian di rumah, jangan ganggu!

Adam lalu memberikan tatapan sinis tanpa senyuman ke Emha. "Ntar mau pergi!"

"Wah kangen Hama nih, emang mau kemana mas?" tanya Emha.

Emang apa urusan lu?

"Rumah temen," jawab Adam secara singkat.

Setelah itu, Adam menyegerakan diri untuk masuk ke dalam rumah tanpa menutup pintunya dengan erat.

Terdengar suara Emha dari arah luar rumah. "Oh yaudah mas."

Ketika masuk, Adam disambut dengan suara Hama yang benar-benar ingin bertemu majikannya saat itu.

Meooong... Meoooong...

Tetapi Adam benar-benar seperti tidak menghiraukan suara itu sama sekali, dia hanya berjalan dengan sangat pelan sekali.

Saat berjalan itu pun dia melepas tas selempangnya dan segera dilemparkan ke arah sofa. Lalu dia melepas sepatu dan kaos kakinya untuk ditinggal tergeletak berantakan di ruang tamu.

Adam lalu berjalan lagi tanpa memikirkan apa-apa.

Meooong... Meoooong...

Dengan masih menggunakan setelan pakaian kantor, Adam berjalan menuju ke belakang rumah untuk segera membukakan pintu kandangnya Hama.

Terlihat Hama yang seharian tinggal di dalam kandang, mulai berlari keluar dan langsung menggulingkan badannya di lantai. Adam lalu tersenyum melihatnya dan segera jongkok untuk mengelus perutnya Hama.

"Hey Hama ... kamu tetap menjadi temanku satu-satunya yang masih bisa membuatku tersenyum."

Setelah menyapa Kucing yang mempunyai corak bengal warna abu-abu itu, Adam segera berjalan menuju ruang tamu kembali. Dia pun segera duduk sambil menatap ke arah pintu depan dan mulai berbicara dengan dirinya sendiri.

"Gitu ya? Dunia ini mau menerimaku? ... Aku sepertinya dari dulu nggak pernah beruntung dalam menjalani kehidupan sosialku. Salahku memang apa? ... Aku selalu menjadi protagonis dalam kehidupan dan itu pun masih kurang? ... Atau jangan-jangan malah salah menjadi orang yang selalu bersikap baik?"

"... Apa aku itu terlalu baik untuk hidup? ... Atau mungkin aku terlalu sombong? ... Apakah aku masih layak untuk hidup? ... Apa sih yang orang lain liat tentang diriku? ... Tak pernah ada satu pun orang yang mau membuka mulut soal sikap yang aku kasih ke mereka selain orang tua? ... Apa iya aku ini sebenarnya terlalu bodoh untuk hidup? ... Rasa sakit apa ini? ... Atau mungkin, aku ini adalah seseorang yang tidak menarik sama sekali? ... Atau aku sendiri yang tidak peka terhadap kebaikan dan kepedulian mereka?"

Senyuman, tawa, keramahan, tatapan amarah dan semua ekspresi Mita yang pernah ditunjukkan ke Adam, seakan-akan muncul kembali di dalam benaknya.

"... Aku nggak tahu, apa aku masih bisa melihat itu lagi ... semuanya yang aku alami di tahun 2018, seakan-akan hanyalah mimpi. Hal yang sebahagia itu ternyata hanya bersifat sementara, yang entah bakalan aku dapatkan kembali atau tidak...."

dug...dug...dug...

~...Mending kamu mati saja...daripada kamu selalu merasa kalah dan tidak berguna terus seperti itu...~

"Rasa sakit apa lagi ini? Apa iya aku harus mengakhiri hidupku sekarang supaya rasa sakit ini bisa hilang?"

Dengan tanpa adanya kesadaran, Adam berdiri dan segera berjalan ke arah Dapur untuk mengambil pisau kecil yang biasa dia gunakan untuk memotong bahan makanan. Adam dengan wajahnya yang dingin itu, mulai mengarahkan mata pisau itu ke arah urat nadinya.

Lihat selengkapnya