The Diary of The Unlucky Boy : B-Side

Jaydee
Chapter #32

Udah ya? Jangan kejar aku lagi

"Hai diriku, aku merasa kasihan denganmu. Semenjak kamu lahir sampai tumbuh dewasa sekarang ini, kamu sendiri belum pernah merasakan yang namanya Cinta dan Kasih Sayang selain dari orang tuamu sendiri. Kesombonganmu telah menguasai dirimu yang tidak berdaya ini, jiwamu yang penakut ini seakan-akan membatasi apa yang telah Semesta berikan kepadamu.

Aku tahu kamu memang jauh dari Tuhanmu, walau kamu sendiri selalu berbicara dan curhat kepadanya dengan bahasamu sendiri. Alam Semesta yang sangat baik itu telah mencoba membantumu untuk menjadi yang terbaik, tapi apa daya jika kamu sendiri menolak apa yang telah diberikan kepadamu. Rasa takutmu hanya mampu untuk menepis balik semua kesempatan dan pengalaman yang datang kepadamu. Waktu yang sudah berjalan memang tidak bisa dikembalikan seperti semula. Pikiranmu selalu menghambat apa yang sudah seharusnya terjadi kepadamu. Bakatmu yang melimpah tidak tersalurkan dengan baik karena kebodohanmu.

Diriku ... sadarkah kamu saat ini berjalan di atas rencana sang Semesta?"

---△---

Malamnya, pukul 19:21...

Lira mulai memberanikan diri bertamu ke tempat Adam. Saat itu tujuan dia hanya menanyakan beberapa hal untuk melengkapi penelitiannya yang belum selesai. Waktu demi waktu, Interview Lira ke Adam berjalan dengan baik, namun tidak ada satupun kata dari Lira yang menyinggung soal Mita lagi. Lira benar-benar terlihat sedikit cuek pada malam itu. Bahkan ketika Adam coba memulai curhat soal Mita, Lira hanya mengalihkan pembicaraannya untuk bertanya kembali soal penelitiannya.

"Oke, udah semua mas. Makasih!" Lira segera berdiri dari sofa ruang tamunya Adam.

Adam yang masih merasa bersalah pun, langsung menghentikan Lira sejenak. "Lir!"

Lira yang sudah mau berjalan pun, akhirnya terhenti. "Hmm?"

Dengan sedikit menundukkan kepalanya, Adam mulai berkata, "Yang waktu itu, mas Adam minta maaf ya."

Lira tampak memaksakan senyumnya. "Nggak apa-apa mas. Waktu itu Lira hanya terlalu lancang aja. Udah ya mas, pamit dulu!"

Lira kembali berbalik arah menuju pintu keluar.

"Lira! Mas Adam masih butuh bantuanmu," tegas Adam.

Lira sempat terdiam mendengar hal itu dan tiba-tiba tertawa sendiri tanpa melihat ke arah kakak sepupunya. "Hahaha ... bantu dirimu sendiri aja mas. Anak kecil kayak Lira ini nggak mampu. Lira juga belum menjadi Psikolog. Maaf ya!"

Lira mulai berjalan kembali.

~...Adam, akui kesalahanmu...~

"Lir! Aku memang salah."

Lira pun berhenti kembali.

"Mungkin kamu tersinggung waktu itu ... kecewa juga sama kakakmu yang bodoh ini. Tapi mas Adam juga nggak bisa mengontrol emosi mas Adam pada saat itu dan memang nggak ada maksud untuk marahin kamu. Cuman ... mas Adam memang nggak tau, apa yang harus mas Adam lakukan dengan perasaan mas Adam yang aneh saat itu. Dan karena itu, mas Adam mau minta Maaf, kalo memang udah marah sama kamu waktu itu dan membuat kamu tersinggung."

Lira yang mendengar itu, kembali duduk di sofa. Wajahnya terlihat masam dan sempat melirik ragu ke arah kakak sepupunya itu.

"Maaf ya Li...."

"Mas! Kalo memang mas Adam cinta mati sama mbak Mita, bilang! Bilang saja ke dia!" tegas Lira kepada Adam. "Jangan buat orang lain menjadi korban perasaannya mas Adam sendiri!"

Hah? Lira marah?

~...sudah dengarkan saja Adam, berhentilah berpikir...~

Adam hanya diam dan tampak terpukul sekali waktu itu.

"Jangan juga ketakutan dijadikan sebuah alasan! Semua orang juga pernah takut. Takut nanti kalo ditolak, di bully, diejek, dijauhin ... semua orang juga takut soal semua itu mas, apalagi ketika ingin menyatakan perasaannya ke seseorang."

...

"Unfinished Business will never end! Kalo punya masalah, selesaikan! Susah? Ya memang susah! Tapi apa mas Adam mau? Rasa sakit mas Adam ini nggak berakhir? Lira tau! Mas Adam itu punya keinginan untuk merebut Mita dari cowoknya dia kan? Karena masih belum rela kan? Ya rebut aja! Gagal? Ya sudah! Setidaknya dengan begitu mas Adam menjadi selesai urusannya dan biar mbak Mita yang menanggung kesalahannya sendiri nanti!"

...

"Terakhir, jangan nyusahin diri sendiri sama orang yang nggak peduli sama kamu mas! Mbak Mita itu dasarnya memang nggak peduli dengan kamu mas! Sekarang mau apa coba? Memaksa dia untuk peduli dengan mas Adam!? Memang mas Adam siapanya? Gitu kan? Itu kan yang membuat mas Adam nggak bisa melupakan Mita sampai sekarang? Mas Adam sebenarnya tau kalo Mita nggak peduli sama mas Adam, tapi mas Adam terus berharap? Iya kan?"

Adam masih terdiam sambil merenungi semua perkataannya Lira. Lira yang melihat Adam tidak berkutik sama sekali, merubah sikapnya menjadi simpatik kembali.

"Huft, sekarang gini deh. Lira tau sebenarnya permasalahannya mas Adam. Dulu banget, Lira pernah mau bilang ini tapi lupa terus. Lira cuma mau ngasih tau, kalo mas Adam itu memang terlahir untuk menjadi seseorang yang baik. Karena mas Adam itu hanyalah sebagian orang yang punya tingkat sensitivitas yang tinggi. Mas Adam itu punya sifat Highly Sensitive Person! Itu memang nggak bisa dirubah dan ada Treatment-nya juga, supaya nggak nyusahin diri sendiri."

Hah? Highly Sensitive Person?

Adam bertanya, "Maksudmu orang yang sensitif?"

"Literally, orang dengan sifat ini adalah orang yang tingkat kesensitifannya melebihi orang-orang secara umum dan memang punya bakat ber-empati. Juga orang yang sensitif bukan berarti HSP, HSP udah pasti sensitif. Mas Adam baru tau kan soal HSP? Highly Sensitive Person?"

Adam saat itu hanya bisa menunjukkan wajah murungnya. "Iya."

"Paham kok Lira, di Indonesia juga istilah ini nggak banyak yang tau mas. Mungkin gara-gara sifat itulah yang membuat mas Adam merasa orang lain nggak pernah ada yang mau nge-bantu mas Adam tanpa diminta, sementara hanya mas Adam yang lebih suka untuk membantu orang lain tanpa diminta. Ya kan?"

"Iya."

"Itu karena memang empati orang pada umumnya nggak sekuat orang-orang dengan sifat HSP ini mas! Paham kan jadinya, kenapa orang pada umumnya gampang untuk melupakan seseorang?"

"Iya."

"Maka dari itu, orang-orang HSP ini perlu memahami kondisinya sendiri dan treatment-nya agak berbeda dengan orang-orang pada umumnya. Mereka memang seharusnya tidak membaca, mendengar atau melihat hal-hal yang berbau negatif mas. Karena mereka mudah menyerap dengan segala kondisi-kondisi itu. Ngerti?"

"Iya."

"Ya sudah, saran Lira sih mas Adam coba aja menyelesaikan masalah mas Adam sendiri. Mau ngikutin siapa terserah. Tapi kalo dari sepemahaman Lira, mbak Mita itu memang tidak terlihat memberikan ketertarikan ke mas Adam dan tau kan? £pa yang mas Adam harus lakukan jika sudah seperti itu?"

"Iya."

"Jangan cuma iya-iya aja doang mas! Jawab dari semua pengetahuannya mas Adam, biar mas Adam sendiri paham."

"Iya ... perasaan mas Adam ini memang udah Toxic buat mas Adam sendiri dan harus dikeluarkan dengan segera," ucap Adam dengan penuh penyesalan.

Lira menghela napasnya.

"Ya udah, itu aja kalo dari aku mas. Lira nggak marah sebenarnya mas. Lira cuma kasihan sama mas Adam, karena masih mencintai orang yang nggak bisa melihat dan merasakan kondisi mas Adam sendiri. Kelihatan kok dari yang selalu mas Adam ceritakan ke Lira. Juga dari foto-foto di IG-nya itu, tampak sekali dia wanita yang masa lalunya kurang begitu baik."

Setelah selesai, Lira segera berdiri dan berjalan keluar rumah.

Adam yang melihat itu, langsung mengikuti Lira dari belakang dan menyodorkan kepalan tangannya ke Lira. "Lir...!"

Lira yang sudah sampai di teras pun berbalik arah.

"... makasih ya, atas semua penjelasannya. Mas Adam akan coba melakukan sesuatu untuk diri mas Adam sendiri."

Lira saat itu tersenyum dan membalas kepalan tangan tersebut. "Semangat mas! Cintai dirimu sendiri sebelum mencintai orang lain."

Adam langsung membalas senyumannya Lira.

Makasih ya Lira, semoga mas Adam bisa kuat untuk menyudahi semua drama ini.

Lihat selengkapnya