The Diary of The Unlucky Boy : B-Side

Jaydee
Chapter #34

The Confession

Berlanjut dari kisah sebelumnya...

Pukul 16:00. Dengan melipat tangan dan mengetuk-ngetukkan jarinya di atas meja, Adam coba menenangkan dirinya sendiri. Kala itu, timnya mas Kurnia sedang tersibukkan dengan kerjaannya masing-masing. Muslim, terlihat wara-wiri sambil membawa sebuah berkas ke ruangan HR dan mas Kurnia.

Muslim pun kembali lagi ke meja kerjanya untuk lanjut menyelesaikan tugasnya.

Doni yang meja kerjanya di belakang Muslim pun segera bertanya,"Eh Slim, kamu jadi resign?"

"Jadi," jawab Muslim

"Kamu resign juga? Kapan emangnya?" tanya Adam.

"Sama, sama kok dengan Mita. 23, tanggal 23 agustus besok," jawab Muslim.

Adam mengangguk-anggukkan kepalanya, "Oh."

Gue paham, mereka mau mencari kehidupan dan pendapatan yang lebih layak dari kantor ini. Cuman gue di awal mau resign kok, malah jadi mereka duluan sih? Wah parah, gue perlu introspeksi diri nih. Ada yang salah sejak awal gue pindah ke tim ini.

"Emang pindah kemana kamu Slim?" tanya Ipung.

"Bali," jawab Muslim.

"Mantap banget, berarti entar kamu ketemu mas Dika lagi dong?" kesan Doni.

"Iya, kan memang di kantor yang sama hahaha...," jawab Muslim dengan tawa.

"Keren," Adam tersenyum.

Iya ya, gue selama ini cuma mengejar sesuatu yang nggak pasti disini. Gue dulu berharap dengan mendapatkan Mita, gue bisa mendapatkan motivasi lebih dengan kehidupan gue. Cuman ternyata gue salah, karena gue nggak melihat resiko lain selain mendapatkan dia. Cinta juga memang harus didatangkan dari dua arah, nggak bisa cuma datang dari gue aja. Gue nggak melihat potensi kalo ternyata apa yang selama ini gue usahain hasilnya negatif.

---△---

Pukul 16:29.

I would break down at your feet And beg forgiveness, plead with you. But I know that it's too late And now there's nothing I can do.

...

I would tell you that I loved you If I thought that you would stay. But I know that it's no use And you've already gone away.

...

Now I would do 'most anything To get you back by my side. But I just keep on laughing Hiding the tears in my eyes 'Cause boys don't cry'.

Adam yang memang sudah menyelesaikan tugasnya sejak awal, hanya melamun di meja kerjanya sambil mendengarkan lagu melalui earphone-nya.

Mita udah bisa di ajak chat belum ya? Jangan-jangan masih sibuk lagi? Gue sih yang jelas nggak mau kalo semua yang mau gue omongin terganggu gara-gara dianya masih sibuk. Ini udah jam setengah 5, apa gue chat sekarang aja ya?

Dengan tangan yang hanya diletakkan di atas keyboard, Adam mulai menutup kedua matanya.

dug... dug... dug...

...!

Anjir, tangan gue bisa gemetaran gini. Gue kenapa sih?

~...kamu hanya takut Adam, takut untuk bisa mengakhiri semuanya, takut untuk kehilangan dia selamanya...~

Iya, gue takut kalo gue salah ngomong lagi ke dia, gue takut kalo dia menjawab hal yang memang nggak gue inginkan.

~...percaya pada dirimu, ini memang sudah waktunya melepaskan semuanya...~

Iya, gue cuma butuh Mita tau kalo selama ini gue memang mencintai dia.

Adam tampak menarik nafasnya yang panjang, lalu dikeluarkan.

Tapi jujur, gue mau ngomongin ini secara langsung, tapi ya sudah. Mita tidak berkenan untuk melakukan ini ... Iya, dia udah punya pacar juga, yang nggak mungkin aku bisa saingi kekayaannya untuk saat ini.

~...Adam! Berhenti pesimis lagi!...~

Tapi ... perasaan yang udah tersimpan lama ini, cuma bisa di utarakan lewat chat?

~...Adam! Meskipun dia tidak mau bertemu kamu, namun cobalah berbicara kepada dia seolah-olah Mita sedang berada di depanmu, keluarkan semua yang ingin kamu katakan...~

~oOo~

Berdirilah Adam di depan gerbang dari suatu ruangan kosong yang seluruh dindingnya berwarna putih.

Terlihat wanita mungil dengan rambut sebahunya, berdiri membelakangi Adam. Dia diam, seakan-akan sedang menunggu apa yang akan Adam katakan. Adam pun berjalan maju untuk mendekati Mita.

"Mit!"

Mita tampak menoleh kebelakang.

"Jadi gini, aku mau ngomong sama kamu. Punya waktu?" ucap Adam.

Mita lalu menjawab, "Lumayan, gimana?"

"Baik."

...

"Emmm ... I know it might be weird or at the end, i know it will be pointless, tapi kayak nya emang aku harus ngomongin ini sih," lanjut Adam.

"Iya, mau ngomong apa?" tanya Mita.

"Emmm...," 

~...Tenang Dam tenang...~

"Jujur sebenarnya aku udah dari dulu mau ngomongin ini ke kamu, tapi enggak pernah sempet. Jadi dari pada aku keburu kehabisan waktu, sepertinya aku harus ngomong ini ke kamu sekarang atau tidak pernah sama sekali, karena kebetulan aku juga barusan tahu kalau kamu mau pergi."

...

"Aku tahu kalo aku yang bodoh dulu, enggak paham soal beginian. Tapi akhir-akhir ini aku jadi sadar kalo ternyata ... emmm ...,"

...?

Hah? Anjir, kata-katanya ilang semua, aku mau ngomong apaan sih? Oh ya soal yang menghindar dari dia itu!

"Mmmm ... Okay?" jawab Mita.

"Aku kan memang akhir-akhir ini sempat menghindar dari kamu. Ketika papasan pun aku sama sekali cuek dan enggak mau menyapa. Well, aku nggak tau kamu sih merasa dijauhin atau enggak." 

"Tapi jika iya, saat itu aku memang sedang butuh space untuk menerima segalanya, nothing more," jelas Adam.

"Menerima?" tanya Mita.

"Iya, tapi lama kelamaan ... gue merasa ini nggak membuahkan hasil sama sekali, bahkan curhat kesana kemari pun, bener-bener enggak menyelesaikan masalahku juga, malah yang ada aku ... emmm ...,"

~...Kangen Dam, Kangen...~

"Aku ... sama kamunya malah diem-dieman,"

~...Kangen Dam!...~

"Well dari obrolan ini pun, aku sebenernya enggak berharap apa-apa. Aku paham kalo aku juga udah telat untuk ngomongin ini," lanjut Adam.

Mita terlihat diam untuk menunggu apa yang ingin sebenarnya Adam katakan.

Lihat selengkapnya