The Director

Annisa Fitrianti
Chapter #15

What Am I

1 minggu kemudian ...


Beberapa hari mendapatkan perawatan dalam masa pemulihan pasca operasi, ke empat insan tersebut berada di ruang rawat bersama keluarga masing-masing. Baik Zayn maupun Harry, telah mengetahui siapa pendonor untuk mereka sesuai dengan skenario yang diminta oleh Selena. 

Berbeda dari yang lainnya, Kendall justru belum sepenuhnya pulih. Tubuhnya masih terkulai lemas dan punggungnya terkadang terasa nyeri hingga terasa ke bagian perut. 

Perasaan khawatir dan cemas yang dia rasakan pun terus membuatnya semakin gelisah, sehingga Kendall mengambil kesempatan ini untuk memberitahukan soal kehamilannya kepada Kim dan Gabriel.

"Mom, Daddy. Ada hal yang ingin aku ceritakan kepada kalian, tapi aku mohon hal ini jangan sampai diketahui Zayn ataupun Harry" ujar Kendall seraya meletakan piring berisi potongan buah yang baru saja dia makan ke atas nakas.

"As you wish, sekarang ceritakanlah. Kami akan mengedarkan" ujar Gabriel seraya memberikan tatapan peringatan kepada Kim agar mantan istrinya itu tidak memprotes. 

"Aku hamil dan usianya sudah berjalan 4 bulan dan aku jamin 1000 persen anak ini adalah anak aku dengan Zayn" ungkap Kendall dengan perasaan sesak karena kembali mengingat kesepakatannya dengan Selena. 

"Lalu apa yang kamu takuti, ini seharusnya menjadi kabar yang baik bukan? Kalian bisa langsung menikah" ujar Kim seraya nampak lembut menggenggam tangan Kendall. 

"Rasanya itu tidak mungkin Mom" bantah Kendall dengan raut wajah sedih. 

"Kenapa?" Tanya Kim menyimak. 

"Zayn nampak masih menginginkan Selena" jawab Kendall lirih menahan tangis. 

"Kalau begitu berpisahlah dengan Zayn secara baik-baik. Kemudian, ikutlah menetap di Italy bersamaku untuk sejenak menjaga jarak dari mereka semua sampai bayi ini lahir" saran Gabriel yang mengusap lembut kepala Kendall di hadapannya.

"Aku setuju dengan saran Gabriel. Kamu tenang saja Ken. Serahkan semuanya padaku untuk pembatalan kontrak kerja sama kamu sampai satu tahun kedepan. Lebih baik kamu fokus saja merawat bayi dalam kandungan kamu itu" jelas Kim yang sibuk menyelipkan ank rambut di telinga Kendall. 

"Haruskah aku memberitahu kehamilanku padanya?" Tanya Kendall yang kini menangis sedih karena dirinya merasa sangat tertekan.

"Kalau Zayn benar-benar mencintai kamu, benar benar menginginkan anak ini, dan sudah sepenuhnya melupakan Selena. Kemana pun kamu pergi, pasti dia akan terus mencari kamu sampai dapat Kendall" ujar Kim memberi pada Kendall dan sedikit menyinggung Gabriel karena tidak berupaya demikian rupa kepada dirinya. 

"Baiklah, aku akan ikut menetap di Italy bersama Daddy" ucap Kendall yang menyetujui saran Gabriel. 

"Bagus, besok kita flight ke Italy. Aku akan pinta orang rumah mempersiapkan segalanya untuk kamu" jawab Gabriel seraya mengelus kepala Kendall sebelum akhirnya keluar dari kamar rawat.

Di ruang rawat yang berbeda. Zayn yang tengah duduk di kursi roda terlihat sedang mengamati suasana sekitar rumah sakit dari kaca yang menembus kearah jalan, dirinya merasa begitu suntuk berada terus menerus dikamar rawat.

Membuka ponsel pintar miliknya, dahinya lantas ngerut dan tangannya terkepal erat saat seseorang yang dia hubungi secara terus menerus tidak menjawab.

Kesabarannya yang setipis tisu itu seolah merasa dipermainkan, sebab wanita pujaannya itu tidak berada disisinya ketika dirinya sadar. Jujur saja, tepat di dalam hatinya Zayn merasa sangat kecewa dan begitu marah ketika mengingat kejadian terakhir yang menimpa dirinya. 

"Papa..." panggil Cheryl putri kecilnya dari arah pintu bersama Sergio yang mengekor di belakang dengan membawa tas ransel milik Cheryl yang bergambar Barbie. 

"Halo sayang.." Jawab Zayn yang sedikit terkejut akan kehadiran putri kecilnya dan mendapati dirinya sedang tak berdaya. 

"Papa, kapan bisa ikut Cheryl pulang?" Tanya Cheryl yang kini berada tepat di hadapan Zayn dengan mata penuh harap.

"Sore ini kita akan pulang ya" jawab Zayn singkat karena mood nya hancur ketika tidak mendapati wanitanya di kamar ini. 

"Permisi, Tuan Zayn. Menurut keterangan dari dokter, Tuan sudah diperbolehkan untuk rawat jalan dan mohon izin jarum infusnya saya lepas lebih dulu" jelas perawat yang nampak berjalan ke arah Zayn.

"Tutup mata ya papa, ini tidak akan sakit" ucap Cheryl yang kini menutup kedua mata Zayn dengan telapak tangannya yang kecil itu. 

"Baiklah, tuan putri" jawab Zayn seraya tersenyum senang mendapat sentuhan dari putri kecilnya.

"Sudah. saya permisi ya" ujar perawat dengan ramah dan membawa bekas jarum infus di palet alumunium.

"Terimakasih suster" jawab Selena yang berjalan masuk menggunakan kursi roda bersama Luke yang mendorongnya dari arah belakang. 

"Kenapa kamu menggunakan kursi roda" Tanya Zayn merasa seperti ada yang tidak beres. 

"Berterimakasih lah karena tanpa anakku mungkin kamu sudah berada di alam lain seperti Patrice" jawab Luke seraya tersenyum mengejek. 

"Bajingan!" Maki Sergio yang kini hilang kontrol karena Luke membawa bawa mendiang ibunya. 

"Sergio perhatikan kata kata kamu! Ada Cheryl disini" Peringat Zayn seraya memberikan tatapan membunuh kearah Luke. 

Merasa kalau keadaan di kamar ini tidak lah kondusif, Zayn pun menoleh kearah putrinya dan memberikan senyum terbaiknya. 

"Cheryl, papa harus bersiap terlebih dahulu sebelum kita pulang. Untuk itu Cheryl tunggu di mobil lebih dulu bersama uncle Gio, oke?" Ujar Zayn seraya mengusap lembut pipi putrinya. 

"Oke papa. Aku akan menunggu papa di mobil bersama Uncle Gio" jawab Cheryl begitu patuh seperti biasanya. 

Tanpa buang waktu, Sergio pun menggenggam tangan Cheryl erat untuk membawanya keluar dari ruangan dan menuju ke mobilnya di pelataran rumah sakit. 

"Putriku telah mendonorkan sumsum tulang belakang untuk kesembuhan kamu. Jadi, sudah seharusnya ucapan terima kasih lah yang keluar dari mulut kamu dan adikmu itu" Jelas Luke dengan bangga namun tetap menatap permusuhan dengan Zayn.

Lihat selengkapnya