📍Cerita ini fiktif, semua unsur yang ada fiktif 🤍
💡Bab 3📝
Saat jam digital di atas nakas di samping tempat tidur Sakura menunjukkan pukul enam pagi, ia bangkit. Dia tidak ingin terlambat. Dia harus patuh pada aturan. Satu-satunya hal yang dapat menyelamatkan jiwanya saat ini.
Setelah mandi cepat, ia mengenakan satu gaun sutra abu-abu yang telah disiapkan Elisa. Pakaian yang terasa terlalu halus untuk kulit kasarnya. Ia melihat susunan lemari yang berisi alas kaki khusus ibu hamil dengan berbagai macam model. William benar-benar menyiapkan dengan sempurna. Walaupun ia belum hamil, tapi sandal ini benar-benar sangat nyaman, anti slipnya juga membuatnya mudah berjalan di atas lantai marmer di kamar tidurnya. Kemudian ia membiarkan rambutnya tergerai. Entah mengapa rasanya, rambutnya kembali indah, mungkin efek dari sampo yang mahal, pikirnya. Ia siap tepat pukul 06:55.
Tepat pukul 07:00, pintu kamarnya diketuk.
Di sana berdiri seorang wanita paruh baya, rapi dan berwibawa, mengenakan seragam pengurus rumah tangga yang sempurna. Wajahnya netral, tidak menunjukkan rasa ingin tahu atau simpati.
“Nona Matsumoto,” kata Mrs. Davies sebagai kepala rumah tangga di rumah ini. "Saya akan memandu Anda ke ruang makan.”
Mrs. Davies adalah simbol lain dari efisiensi William. Dia memimpin Sakura melalui koridor yang panjang dan hening, menuju ruang makan yang menghadap langsung ke Sungai Thames.
Di sana telah ada William yang duduk dengan aura yang dingin. Ia mengenakan setelan bisnis abu-abu gelap, dasi sutra diikat dengan simpul yang sempurna. Rambutnya yang pirang gelap disisir rapi, dan dia tampak siap menghadapi dewan direksi atau klan saingannya. Di depannya terhampar sarapan yang minimalis: kopi hitam dan koran finansial.
“Duduk,” perintah William, tanpa mendongak dari korannya.
Sakura duduk di kursi di seberang meja yang terpisah jauh. Mrs. Davies meletakkan sarapan di hadapannya. Seporsi buah, yoghurt Yunani, dan teh hijau.
Ternyata duduk di meja makan berdua dengan William akan terasa lebih berat dari pada tadi malam ia duduk sendirian di meja panjang itu. Tadi malam saja makanan terasa hambar dan ia tak mampu menghabiskannya. Namun kali ini mekanisme pertahanannya memberikan alarm padanya bahwa ia harus menelan secara paksa sarapan itu sampai habis, suka atau tidak suka.
Sarapan terasa mencekik. Sebuah ritual sunyi yang dingin. William membaca; Sakura makan, lebih tepatnya 'memaksa menelan'. Tidak ada musik, tidak ada pembicaraan kecil. Keheningan yang menekan membuat suara sendok yang beradu dengan piring terasa seperti ledakan kecil.
Ketika William selesai, dia melipat korannya dengan sekali gerakan yang tajam. Dia menyesap kopi terakhirnya dan akhirnya menatap Sakura.
“Hari ini hasil pemeriksaanmu akan keluar,” katanya. “Kau akan menemui dr. Albright. Mrs. Davies akan memandumu.”
Sakura dengan takut-takut bertanya, "Bagaimana dengan pertemuan dengan dr. Riley?", sejujurnya ia sangat ingin bertemu lagi dengannya untuk memuaskan rasa penasarannya.
William menatapnya dengan tajam, seakan ingin menghabisi nyawanya. "Dia akan berhadapan denganku langsung."
Instingnya merasakan ada sesuatu tentang pemeriksaan itu. Paragraf yang sempat dibaca dan situasi ini semakin membuatnya yakin ada sesuatu. Mengapa ia tidak diberitahu tentang hasilnya?
Namun William yang beranjak berdiri membuyarkan pikirannya. “Aku akan pergi ke kantor. Aku akan kembali tepat pukul delapan malam. Selama waktu itu, kau harus tetap berada di penthouse ini. Jangan melangkah keluar tanpa izin. Ini bukan permintaan, Sakura. Ini adalah persyaratan mutlak untuk keselamatanmu dan keberhasilan tujuan kita.”
“Baik, William,” jawab Sakura, menatapnya lurus-lurus. Kepatuhan adalah satu-satunya mata uang yang ia miliki sekarang.
William tidak mengucapkan kata perpisahan. Dia hanya mengangguk kecil, dan kemudian, ditemani oleh dua pengawal setelannya yang membuntuti dari jarak yang terhormat, lalu dia menghilang ke dalam lift.
Setelah William menghilang ke dalam lift, Sakura kembali melanjutkan makannya. Mrs. Davies yang mengetahui bahwa ia terlihat tidak selera makan memberikan peringatan tegas, "Jika Don Vestergaard mengetahui ini, ia akan menganggap Nona Matsumoto sebagai penghalang tujuannya. Dan Anda tidak akan keluar hidup-hidup dari sini."
Ancaman yang sukses membuat Sakura cepat-cepat menghabiskan makanannya.
Setelah sarapan Mrs. Davies mengantarkannya kembali ke tempat ruangan medis mini itu. Di sana ada dr. Albright telah menunggunya. Ia tersenyum ramah pada Sakura. Akan tetapi Sakura tahu, itu bukanlah senyuman yang tulus. Senyuman yang penuh makna.
“Kesimpulannya,” ujar dr. Albright, “Anda berada dalam kondisi prima. Ideal. Kita akan memulai dengan suplemen vitamin prenatal yang sangat ketat. Nona Matsumoto, tujuan Anda di sini adalah untuk menjadi sehat dan subur. Tidak ada tekanan yang diperbolehkan. Pikiran yang stres dapat mengganggu siklus. Anda harus rileks. Anggap saja ini sebagai liburan kesehatan.”
Liburan kesehatan. Sakura hampir tertawa pahit. Itu adalah liburan di mana jiwanya disandera.
Setelah selesai menemui dr. Albright, Mrs. Davies membawa Sakura pada Lars, ia adalah pria Denmark tinggi besar berseragam hitam, yang menjadi kepala keamanan properti. Lars akan menjadi bayangannya. Bayangan di atas bayangan.