📍Cerita ini fiktif, semua unsur yang ada fiktif 🤍
Bab 5 🛋
Pagi hari itu, Sakura memegang kartu akses baru yang diberikan William, kartu kristal yang terasa dingin di tangannya. Kartu itu memberikannya akses perpustakaan penthouse. Tempat yang sunyi dan penuh tumpukan seperti kehidupannya. Ia benci tempat seperti itu. Sekali saja ia ingin melihat anak-anak bermain sambil tertawa di taman sementara orang tua mereka mengawasi sambil berbicara dan berguyon dengan orang tua lainnya. Pemandangan tersebut adalah kehidupan yang sebenarnya. Tidak seperti sekarang, kaku, dingin dan sunyi.
Ia menoleh ke Lars, pengawal setelan hitam yang telah menjadi bayangannya.
“Perpustakaan. Apakah di sana ada bahan bacaan tentang memasak?” tanya Sakura.
Lars, yang terbiasa bisu, hanya mengangguk ke arah Mrs. Davies yang sedang mengawasi dari dapur. Mrs. Davies mendekat, wajahnya seolah memproses permintaan yang tidak terduga ini.
“Nona Matsumoto, Perpustakaan Tuan Vestergaard sebagian besar berisi arsip hukum dan sejarah klan. Namun, ada koleksi buku masak Italia kuno yang sangat spesifik, sesuai dengan warisan keluarga. Apakah Anda ingin pergi ke sana?”
Sakura menggeleng pelan. “Sebenarnya saya… saya tidak begitu suka membaca. Saya lebih suka melakukan sesuatu dengan tangan saya. Apakah aku bisa menggunakan dapur?”
Mrs. Davies tampak sedikit terkejut dengan permintaan yang tidak biasa itu. “Dapur adalah area yang dijaga ketat kebersihannya, Nona Matsumoto. Itu tidak termasuk dalam daftar area yang diperintahkan Tuan Vestergaard.”
“William mengatakan dia ingin saya rileks dan stabil,” balas Sakura, menggunakan nama William untuk pertama kalinya sebagai alat negosiasi, menirukan ketenangan dingin William sendiri. “Memasak adalah cara saya rileks. Itu adalah sesuatu yang saya kuasai, yang membuat saya merasa… nyata, merasa hidup. Bisakah saya menggunakannya, di bawah pengawasan Lars?”
Mrs. Davies ragu-ragu sejenak, jelas tidak ingin melanggar daftar instruksi, tetapi juga tidak ingin mengganggu ‘aset’ berharga William. Ia mengeluarkan perangkat komunikasinya dan berbicara dengan nada rendah. Setelah beberapa saat, dia mendongak.
“Tuan Vestergaard telah memberi izin, dengan dua syarat mutlak: Anda hanya dapat menggunakan dapur saat Chef pribadi tidak bertugas, dan Anda harus tetap berada di bawah pengawasan Lars setiap saat. Dan anda tidak boleh membawa alat dapur bahkan gunting kecil sekalipun keluar dari dapur. Lars akan memeriksanya. Lars, catat ini.”
Mrs. Davies mungkin mengira permintaan area dapur adalah bentuk perlawanannya. Pasti ia membayangkan Sakura mengambil pisau secara dramatis lalu menusuk pengawalnya, lalu kabur. Padahal walaupun ia membunuh Lars ia tidak akan bisa menembus pintu penthouse ini.
Area dapur ini sementara menjadi hidupnya di dunia nyata. Untuk pertama kalinya sejak dia meninggalkan Jepang, Sakura mendapatkan kembali sepotong kecil identitasnya. Ia bukan hanya wadah, bukan hanya pelayan, bukan juga bayangan, ia adalah seorang wanita yang tahu cara membuat makanan.
Pukul sepuluh pagi, Mrs. Davies mengantar Sakura ke ruangan lain, yang terasa lebih lembut dari ruang mana pun di penthouse. Ini adalah kantor psikolog: interior kayu pucat, karpet tebal, dan cahaya lembut.
Dr. Elena Voss adalah seorang wanita Jerman-Italia, seusia William, dengan mata hangat dan senyum yang tulus, sebuah kontras tajam dengan semua orang di lingkungan ini. Dia mengenakan pakaian kasual yang elegan dan memiliki suara yang menenangkan.
“Selamat datang, Sakura,” sapa Dr. Voss, menunjuk ke sofa kulit yang nyaman. “Aku bukan bagian dari klannya. Aku bekerja untuk William secara profesional, tetapi fokusku adalah kesehatan mental dan stabilitas emosional. Baginya, itu berarti kesuburan. Bagiku, itu berarti kestabilan mental.”
Lars berdiri di dekat pintu, tetapi dr. Voss meminta Mrs. Davies untuk memastikan pintu itu ditutup, memberinya privasi, meskipun Lars tetap berada di luar, mendengarkan.
“Mari kita luruskan. Aku di sini bukan untuk mengubah hidupmu, tetapi untuk membantumu bertahan hidup di sini dengan stabilitas. William ingin kau tenang. Aku tahu ini berat Sakura. Dan aku di sini tidak bisa memberikan win-win solution padamu. Posisimu sulit, begitupun aku. Mari kita buat dia mendapatkan apa yang dia inginkan. Dan kau juga harus berpegang teguh bahwa kau sedang mengayuh sepeda perlahan menuju kehidupan nyatamu di luar sana. Aku disini bersamamu Sakura.”
Sesi itu berlangsung dua jam. Sakura, yang awalnya tertutup, mulai terbuka. Dia tidak menceritakan detail kontraknya karena dia terlalu takut tetapi dia berbicara tentang penipuan agen, kehilangan paspor, hutang orang tuanya, dan rasa isolasi yang mencekiknya.
Dr. Voss mendengarkan dengan penuh perhatian. “Kau mengalami trauma ganda Sakura. Kehilangan rumah dan penemuan bahwa kau tidak memiliki nilai di sini, kecuali sebagai alat. Kau mengalami kecemasan pada situasi tertentu yang parah. Serangan panikmu adalah respons tubuhmu terhadap lingkungan yang kau rasa tidak aman.”
“Dia bilang itu sebagai ketidakmampuanku,” bisik Sakura.
Dr. Voss tersenyum kecil. “William melihat segalanya sebagai efisiensi atau inefisiensi, berguna atau tidak. Kita akan menggunakan definisinya untuk keuntungan kita. Kita akan memprogram ulang kecemasanmu menjadi kepatuhan yang tenang. Setiap kali kau merasa panik, ingatlah William tidak akan menyakitimu selama kau patuh, karena kau adalah aset paling berharganya. Keamananmu terjamin, asalkan kau stabil dan tenang. Dia telah berkata padaku, kalau kau tetap patuh bahkan dalam keadaan panik. Ekspresinya menunjukkan kebanggaannya padamu, Nona Matsumoto.”
Dr. Voss memberinya latihan relaksasi yang disesuaikan dengan latar belakang Jepangnya yakni teknik pernapasan Shinkoku dan metode visualisasi yang berfokus pada detail fisik.
“Aku ingin kau menemukan tempat kecil di sini, di mana kau bisa merasa berkuasa. Aku tahu tentang dapur. Itu adalah awal yang baik. William mengizinkannya, karena itu membuatmu rileks. Teruslah lakukan itu. Ini adalah negosiasi tersembunyi. Kau memberikan kepatuhan, dia memberimu sedikit ruang.”