Berjuang untuk meraih mimpi sangat diperlukan. Salah satunya adalah sebuah pengorbanan.
Freya, sedang melakukan kebiasaannya. Mengintip para mahasiswi yang sedang berlatih balet. Padahal jarak gedung jurusannya ke jurusan seni cukup terbilang jauh. Freya adalah mahasiswi semester 3 jurusan bisnis dan manajemen. Namun, cita-citanya adalah menjadi seorang balerina terkenal. Sayangnya, ayah Freya, Juan, sangat menentang keinginannya itu. Juan mengharuskan Freya menjadi seorang CEO di perusahaannnya kelak.
Selain mengintip, Freya juga selalu merekam gerakan balet yang sedang diajarkan oleh para mahasiswi itu. Postur tubuhnya yang mungil membuat Freya harus menjinjit agar bisa sampai ke jendela yang menjadi perantaranya untuk bisa melihat ke dalam. Apalagi gadis itu juga sedikit ribet lantaran tas kain jinjing yang selalu ia bawa kemanapun. Belum lagi ransel kuliahnya yang berukuran sedang. Berisikan buku-buku tebal tentang manajemen bisnis.
Sedangkan, di dalam tas kain ada sepasang baju balet. Lengkap dengan sepatunya.
Freya tidak ingin meninggalkan baju balet itu di rumah. Sebab, ia selalu berlatih balet diam-diam di rumahnya Fila. Atau kadang di lapangan indoor di kampusnya.
"Akhirnya," kata Freya diiringi dengan desahan lega karena kegiatan di dalam sana sudah selesai. Selama kurang lebih satu jam Freya di depan kelas ini. Begitupun permen karet yang sudah dikunyahnya selama satu jam.
Lalu Freya pergi dari posisinya, sambil melihat kembali rekaman di ponselnya. Wajahnya tampak sumringah. Ia selalu bahagia dengan apapun yang behubungan dengan balet.
Langkah kaki Freya berhenti di depan toilet perempuan.
"Oiya, daritadi kan, gue nahan pipis," kata Freya dan langsung masuk ke toilet.
Freya meletakan tas kainnya di atas wastafel. Ia masuk ke salah satu bilik untuk menuntaskan "keinginannya".
Tidak lebih dari 3 menit, Freya keluar dari bilik. Menuju wastafel untuk cuci tangan dan wajah. Setelahnya Freya mengeluarkan permen karet dari mulutnya, lalu ditempelkan di dinding berubin dekat wastafel.
Suara instrumen musik balet terdengar dari ponsel Freya. Lantas ia merogoh saku celana jinsnya, menerima panggilan dari sahabatnya, Fila.
"Freyaaaaaa." Terdengar suara lengkingan yang nyaring dan lantang di seberang sana. Bahkan, Freya harus menjauhkan sebentar ponselnya jika tidak ingin gendang telinganya rusak.
"Apaan sih, Fil? Biasa aja kali. Enggak usah pake teriak-teriak. Kuping gue yang waras bisa gila nanti kalo elo teriak-teriak begitu," kata Freya mendumal.
"Sekarang elo dimana?"
"Seperti biasa. Gue lagi mampir ke jurusan seni," jawab Freya sambil melepas ikatan rambutnya.
"Elo harus cepetan balik ke sini, Fre. Sekarang ada kuis mendadak di kelasnya Pak Jason," sergah Fila terdengar panik.
Freya membelalak dan ikutan panik.
"Serius lo, Fil? Enggak bohong kan, lo?"
"Berjuta rius gue, Fre. Buruan elo kesini. Gue di kantin sama Kevlar."
Freya langsung mematikan ponselnya. Cepat-cepat ia menguncir kembali rambutnya, lalu berlari keluar toilet. Tas kainnya tertinggal di wastafel.
Di depan toilet, Freya menabrak seorang mahasiswi. Dari penampilannya, dia terlihat sangat ... sempurna. Freya bahkan sampai melongo.