Jika mimpi yang indah berarti adalah aku mencintaimu, maka aku akan selalu bermimpi dengan indah.
_____
Freya berlari memasuki pintu gerbang rumahnya. Di pekarangan depan rumahnya, ada Dewi, mamanya Freya yang sedang menyiram tanaman. Gadis itu menghampiri sang mama dengan napas yang masih tersengal.
"Sore, Mah," sapa Freya seraya menyalimi telapak tangan Dewi yang lembut dan tampak rapuh itu.
"Sore, anak mamah yang cantik. Kok, kelihatannya terburu-buru gitu? Ada yang mengejar kamu?" tanya Dewi dengan senyum sedikit khawatir.
Freya menggeleng yakin. "Enggak, Mah. Tapi Freya harus balik lagi ke kampus. Freya pulang dulu karena mau minta izin dulu sama mamah. Sekalian liat papa udah pulang atau belum," jelas Freya dengan wajah setengah takut.
"Kenapa enggak kamu telepon mamah saja tadi? Dan soal papah, dia akan pulang malam karena harus meeting sampai larut. Kamu enggak perlu khawatir, ya." Dewi mengusap lembut rambut belakang Freya.
Gadis yang berkeringat itu akhirnya bisa bernapas lega. Sekadar informasi, Freya memiliki jam-jam tertentu yang harus ia patuhi atas perintah tegas dari papahnya, Virgo. Salah satunya jam pulang kuliah Freya yang harus tepat pada pukul 5 sore. Tidak boleh lebih dari itu.
Sejak awal, Virgo sudah mendapatkan seluruh jam kelas kuliah Freya langsung dari para dosen di kampus Freya. Melalui sekretaris yang paling dipercayanya, Virgo selalu memantau kegiatan Freya di kampus. Freya tidak boleh mengikuti kegiatan tambahan di kampus selain berbagai mata kuliah yang bersangkutan langsung dengan bisnis manajemen. Ayah Freya mengharuskan putri tunggalnya menjadi penerusnya kelak. Dilarang tidak. Freya wajib melakukan hal itu.
Selain waktu yang harus dipatuhi Freya tadi, setiap libur kuliah, Freya harus di rumah untuk mengikuti les private yang diberikan oleh salah satu manajer perusahaan. Freya perlu belajar segala sesuatu mengenai perusahaan keluarganya, PT Virgo Company's.
Bisa dibayangkan bagaimana rasanya jadi Freya? Ketika apa yang dilakukannya setiap hari harus bertolak belakang dengan impiannya yang selalu ia bayangkan di masa depan.
"Fre?" panggil Dewi guna membuyarkan lamunan Freya.
"Eh, iya, Mah?"
"Memangnya ada keperluan apa kamu mau balik ke kampus?" tanya Dewi.
"Freya harus nyelesain tugas kelompok bareng Kevlar sama Fila," jawab Freya dengan alasan yang sudah ia siapkan sejak tadi. Termasuk dua sahabatnya yang memang sudah diwanti-wantinya.
"Lho, kenapa enggak mengerjakan di sini saja?"
"Enggak bisa, Mah!" jawab Freya terlalu cepat.
"Memangnya kenapa?" Dewi memperhatikan wajah Freya yang tampak sedikit gelisah. "Freya sedang tidak membohongi mamah, kan? Freya tidak mendekati hal-hal yang berhubungan dengan balet lagi, kan?"
Freya menggigit lidahnya sangat kencang. Ia selalu begini saat berbohong. Sebab, dengan begini kebenaran dari lidahnya tidak akan terungkap kalau lidahnya ditahan. Freya hanya tidak ingin membuat mamahnya kambuh lagi seperti beberapa tahun lalu.
"Enggak, Mah. Freya kan, udah janji sama mamah dan papah. Jadi mana mungkin Freya mengulangi kesalahan dua kali," jawab Freya akhirnya.
Dewi memeluk Freya sembari mengusap lembut rambut belakang putrinya. Lalu sambil berucap, "iya. Mamah tahu kalau Freya anak baik."
"Maaf, Mah. Maaf jika Freya mengulangi kesalahan yang membuat Freya bahagia," ucap Freya dalam batinnya.
_____
Kevlar sudah menunggu Freya di depan gerbang. Cowok yang suka berpenampilan simpel itu sudah menunggangi ninja hitamnya. Meski sederhana, hoddie abu-abu dan celana jins selutut cukup membuat sebagian besar para gadis mengakui paras rupawan seorang Kevlar yang terkenal cuek.
"Fil, elo jadi kan, nemenin gue balik ke kampus lagi?" tanya Freya dengan ponsel yang menempel di telinga kanannya. Ia sedang menelepon Fila.
"Elo udah sama Kevlar, kan?"
"Udah, sih. Tapi kalo bertiga kan, mungkin lebih cepet ketemu. Emang elo enggak bisa, ya?"
"Bukannya enggak bisa, Fre. Tapi ...."
Terdengar suara teriakan dekat Fila di seberang telepon. Freya bahkan harus sedikit menjauhkan ponsel dari telinganya lantaran lengkingan tersebut. Suara itu memanggil nama Fila.