"Mimpi adalah milik semua orang di dunia ini, tak satupun dapat menghalangi perjalanan dan perjuangan untuk menggapai mimpi itu. pun dirimu sendiri."
Menjalani kehidupan memang mempunyai banyak fase dan terkadang apa yang diinginkan belum temtu kita dapatkan--siapa pun itu. seperti itulah yang Hanna dan Nadine rasakan. harapan untuk selalu bersama dengan kedua orang tuanya hanyalah ilusi semata, karena pada kenyataannya orang tuanya telah berpulang ke pangkuan Tuhan untuk selama-lamanya. saat ini, kenangan menjadi penguat mereka bertahan dan juga mimpi serta harapan.
tak terasa sudah 10 tahun orang tuanya pergi, tapi bayang-bayang mereka masih saja menghantui. setelah kejadian itu, mereka menolak untuk tinggal dengan pamannya dan memilih untuk pindah ke luar kota--mencari ketenangan dan mencoba untuk mengikhlaskan segala apa yang terjadi. begitu menyedihkan rasanya, Nadine harus melihat adiknya menderita mental illness. Hanna harus menderita Agoraphobia.
sudah 10 tahun ia melewati hari-harinya dan juga masa remajanya di kamar--ia memilih menghindar dari keramaian dan mengurung diri. ia takut bertemu orang-orang banyak, ia takut hal yang sama akan terjadi pada dirinya seperti orang tuanya yang tewas akibat pembunuhan. sekarang Hanna berusia 16 tahun dan ia masih saja tak bisa merelakan kepergian orang tuanya. Nadine berusaha keras demi kesembuhan adiknya.
Nadine pun sekarang sudah dewasa, dialah yang mengelola perusahaan orang tuanya dan juga membangun rumah singgah untuk anak-anak yang tidak bisa bersekolah. sayangnya, ia bangkit sendiri sedangkan adiknya masih larut dalam kesedihan dan masa lalu yang menyayat hati. sedih rasanya, tapi ia yakin suatu saat nanti semua akan berubah--Hanna akan sembuh dan tersenyum kembali.
Nadine memasuki kamar Hanna, ia akan memberi makanan dan juga obat-obatan yang harus ia minum setiap harinya untuk kesembuhan Hanna. Hanna terlihat bersandar di tempat tidurnya sembari memandangi foto kedua orant tuanya. Nadine meletakkan makanan beserta obat di atas nakas.
"Hanna, waktunya makan dan minum obat, yah! kakak bawain kamu bubur ayam kesukaaan kamu" ujar Nadine menghibur adiknya
Hanna hanya mengangguk, menatap kakaknnya sendu. Nadine berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh, ia tak mau susasana semakin memburuk dengan ia menangis.
"Hanna lagi liatin apa, kok serius banget?"
"ini kak, foto mama sama papa. kenapa mereka harus pergi ninggalin kita, padahal kan kita masih butuh mereka, kak. Kenapa harus ada orang jahat yang bunuh mama sama papa. apa salah papa sama mama, kak? apa semua orang sejahat itu? apa semua orang harus merenggut kebahagiaan kita? apa semua orang itu harus kehilangan semuanya?" Hanna menyerang Nadine dengan pertanyaan-pertanyaan yang mewakili semua perasaan yang ada di dalam dirinya, ia lelah harus hidup seperti ini, ia tak bisa keluar dari lubang kegelapan
"Hanna, dengerin kakak baik-baik! semua orang itu punya sifat dan karakter yang berbeda. gak semua orang itu jahat, gak semua orang itu mau merenggut kebahagiaan orang lain, dan gak semua orang bisa menghancurkan kehidupan kita. sejatinya, diri sendiri yang mengerti segalanya, yang bisa menguatkan dan bisa bangkit dari masalahnya. kamu lihat kakak, kakak juga manusia, pum kamu. kakak gak pernah jahat sama kamu begitupun kamu, gak pernah jahat sama kakak.pikir baik-baik, yah!"
Nadine menyuap Hanna dengan bubur ayam yang ia bawa tadi, setelah itu memberinya obat. Nadine merasa senang Hanna tidak lagi mengamuk dan mulai berbicara banyak, tak seperti dulu. Nadine berharap dengan kalimat yang ia ucapkan bisa membuatnya sadar dan cepat pulih. ingin sekali ia menyaksikan adiknya menjadi remaja yang semangat menggapai mimpi dan cita-cita seperti Hanna kecil.