Senja dikala itu jauh lebih indah dari hari biasanya bagi perempuan yang menghabiskan waktu sorenya di dapur untuk mencuci piring dan gelas. Terlebih lagi dia bertemu dengan laki-laki yang diam-diam disukainya, walaupun belum sempat bertatap muka apalagi berbicara sepatah kata. Laki-laki yang menghabiskan waktu sorenya di atas tebing di dekat pantai Kanaya. Seminggu dua kali, laki-laki itu datang. Tepat di hari rabu dan sabtu. Tepat di hari sabtu-lah hari yang paling disukai perempuan itu, jika dibandingkan hari rabu.
Lima piring, dua panci, dan empat gelas plastik sudah selesai dicucinya. Bukannya langsung menaruh di rak piring, malah dia membuka jendela lebar. Alasannya biar udara di dapur bisa bersirkulasi dengan baik. Bagi Helma, ibu perempuan itu menganggap hanyalah alasan klasik saja. Dia belum tahu betul kalau-kalau anak sulungnya sedang dilanda cinta. Bukannya meminta kembali menutup, Helma berjalan ke kamarnya. Lagipula kewajibannya di dapur sudah terselesaikan. Pun dengan menyapu halaman rumah dan di dalam rumah, sebelum berkutat di dalam dapur.
Tangisan anak kecil perempuan, membuyarkannya. Helma memanggil perempuan itu dengan suara yang meninggi, sontak saja membuyarkan lamunannya dan langsung disaat itu juga dia berjalan cepat menuju ke ibunya. Dimintanya dia mengasuh adik bungsunya, karena Helma sedang sibuk menyetrika pakaian suaminya, dan ketiga anaknya. Tidak dengan perempuan itu, Danastri Martjani. Sebelumnya dia bekerja di accounting. Setelahnya itu dia resign dan pada akhirnya dia ikut tetangganya yang berjualan gorengan di warung. Selain itu juga, dia menjajakan kue kering dan roti tawar di tempat dia bekerja ikut tetangganya. Itu pun sudah mendapat izin dari tetangganya.
Jika disuruh memilih, menjadi anak bungsu; tengah; dan sulung. Tentu saja Danastri memilih lebih menjadi anak sulung. Menurutnya, bisa menghabiskan waktu sendiri pun tak mengemban pekerjaan yang bukan menjadi kewajibannya, mengasuh adik bungsunya disaat ibunya tidur siang. Beruntunglah kedua adiknya sudah bisa sedikit mandiri, sehingga Danastri tak begitu menjadi kuwalahan. Akan tetapi, tetap saja. Dia merasa terbebani oleh kewajiban yang bukan kewajibannya. Namun, bagaimana lagi jika tak membantu Helma, maka uang sakunya akan dikurangi.
Di ruang tamu, dia melihat Helma yang asyik menonton televisi sambil bercanda gurau dengan laki-laki yang jauh lebih muda jika dibandingkanya. Usianya sepuluh tahun lebih muda dari Danastri. Saat mau mendekat, diurungkannya. Apalagi saat itu, Helma menaruh di atas dada bidang laki-lakinya setelah keduanya berpagut satu sama lain di atas sofa.
Berkata lirih laki-laki itu, "Tak semestinya kau mempekerjakan anak sendiri seperti itu. Bukankah itu seharusnya menjadi pekerjaanmu?"
"Kau tak usah ikut campur soal itu. Biar menjadi urusanku." Helma kembali berciuman dengan laki-lakinya penuh dengan hasyrat di depan televisi yang menyala dan lampu ruang tamu yang dimatikan oleh keduanya.