Berjalan dia ke luar warung atas sepengetahuan Mbak Yantri. Sepertinya dia penasaran dengan tebing yang selalu dilewatinya setiap berangkat ke warung dan kembali pulang ke rumah. Semakin dia mendekati tebing itu, semakin sangat dia menjadi penasaran. Dengan penuh hati-hati dia menaiki anak tangga yang menuju ke tebing bagian pertama. Tak bertahan lama dia berdiri di sana akibat angin laut yang berembus kencang, dia takut jika terjatuh. Apalagi dia belum banyak tahu medan di tebing tingkat pertama. Selain itu juga dia sendirian. Memang, dia datang di waktu yang kurang tepat. Mana ada orang-orang naik ke atas tebing itu, apalagi di siang bolong.
Bersamaan yang kedua kakinya menginjak pasir pantai, ponselnya kembali berbunyi. Nomor asing keluar dari layar ponselnya. Diangkatnya telepon itu, suara laki-laki terdengar memastikan bahwa dia menelepon perempuan yang bernama Danastri. Tentu Danastri mengiyakan, pun bertanya balik siapa nama penelepon itu. Tiba-tiba saja terdengar nada telepon yang terputus. Kembali dimasukkan ke dalam jins biru muda yang dipakainya, lalu dia kembali ke warung.
"Kuperhatikan sejak dari tadi, kau sepertinya gelisah. Ada apa denganmu?"
"Hehe ..., tidak Mbak. Aku baik-baik saja."
"Apa kau menunggu seseorang? Jika iya katakan saja." Mbak Yantri mendekatkan wajahnya ke telinga Danastri, "Jika kau mempunyai kenalan laki-laki, ajak saja kemari. Tak usah kau bawa dulu ke rumahmu untuk sementara waktu sampai dirasa waktunya telat. Apalagi aku dengar kalau kau tak diperkenankan berdekatan dengan laki-laki lagi setelah laki-laki terakhir yang kau pacari itu membuat masalah, kan?" Mbak Yantri kembali ke posisi duduknya semula.
Danastri tak menjawab, tenggorokannya menjadi kering. Jadilah dia menelan ludahnya sendiri. Teryata, Mbak Yantri tahu persoalan di dua tahun yang lalu.
Sambil memotong kacang panjang yang akan dimasaknya sayur lodeh, Mbak Yantri berkata lagi, "Kalau aku jadi kau, aku akan memberontak. Masa iya, harus dilarang dekat dengan laki-laki yang baru hanya karena laki-laki di masa lalu membuat masalah? Apalagi, laki-laki yang sekarang tentu beda orang, kan? Jelas jika memang beda orang, tentu juga beda sifat." Berhenti sebentar kemudian melanjutkan berbicara lagi, "Tidak begitu seharusnya, Helma. Apa dia dulu tidak pernah muda?"
Danastri berpura-pura langsung ke belakang warung, menimba air sumur lalu mencuci sayur-sayuran sebelum direbus di air yang sudah mendidih -di belakang warung, terdapat dapur kecil untuk mencuci piring dan kamar mandi. Batinnya, percuma juga membantah ibunya. Malah yang ada memicu amarah ibunya keluar. Bisa-bisa Helma akan mengurungnya di rumah untuk beberapa waktu yang lama dan tak membiarkan dia keluar rumah, apalagi bekerja.
"Asal satu hal yang perlu kau ingat, Danastri. Sedekat apapun kau pada laki-laki, kau harus bisa menjaga dirimu sebelum kau berkawin dengan laki-laki yang mendekatimu nanti. Lebih tepatnya harga dirimu sebagai perempuan. Jangan juga terlalu percaya dengan kata-kata manisnya. Sepandai-pandainya kita, perempuan berbicara. Masihlah pandai laki-laki yang berucap apalagi soal memuji."