Aku tidak tahu mau dimulai dari mana, hari ini masih pagi sekali. Belum ada murid yang datang.
Biasanya aku berangkat dijemput Rizki dan Irene, mereka memang searah. Rumahnya Rizki dan Irene satu komplek. Sedangkan Sonia dan Hazel, mereka satu komplek denganku. Meski jarak kami tidak dekat, tapi kami bisa berangkat bersama.
Sekolahku ini sangat luas. Aku sekarang baru memasuki tamannya, di bagian depan dan belakang sekolahku memang ada taman bunga yang menghiasi jalan yang menghubungkan antara gerbang dan basement yang ada di atas gedung.
Pemilik gedung, ingin sekolahnya segar dan berwarna. Jadi halaman depan dan belakang dihiasi oleh banyak tanaman. Termasuk tanaman obat untuk dibuatĀ praktek.
Dan untuk ruangan olahraga seperti basket dan Volly, disekolahku semuanya indoor, katanya kalau hujan kita masih bisa tetap olahraga.
Belum jauh aku melangkah, aku mendengar suara mesin motor memasuki gerbang.
Aku segera bersembunyi di balik tiang, aku mau melihat siapa pemilik motor besar itu.
Yang pertama motor sport berwarna putih, Lalu disusul oleh motor sport berwarna merah, kemudian disusul lagi oleh motor sport berwarna hitam, dan di belakangnya lagi, ada dua motor sport berwarna hijau dan silver.
Aku masih bertahan ditempatku, penasaran dengan lima lelaki keren itu. Terus menghitung pelan, hingga lift yang dari basement itu terbuka.
Menghadirkan Arjuna, dan keempat teman-temannya. Aku penasaran sekali apa yang akan mereka bicarakan kalau sedang mengobrol.
Mungkinkah membahas perempuan, game, atau PR?
Tapi ...
"Aku ingin darah itu!"
Deg!
Apa maksudnya?
Salah satu temannya Arjuna berkata aneh. Awalnya aku melihat kalau Arjuna akan membahas itu. Namun tiba - tiba saja ia memberi isyarat pada temannya itu.
Tangannya ia angkat, aku tidak tahu apa maksudnya.
"Darah apaan coy? Cewek maksud lo?" Celoteh salah satunya lagi.
"Asikk! Darah perawan hahahaha!" Sahut teman yang satunya.
"Mana ada, cewek yang mau tidur sama lo!" Mereka saling meledek, berbeda dengan Arjuna yang hanya diam dan sesekali menggeleng geli, mendengar keempat temannya itu.
Aku menghela napas lega, ternyata mereka hanya remaja biasa yang sama gilanya. Tidak jauh dari pembahasan tentang perempuan kalau sedang mengobrol.
Aku melihat punggung kelimanya berjalan di koridor kemudian menghilang dibalik sudut bangunan.
Merasa lega, aku pun mulai berjalan pelan ke arah basement. Ingin kembali melihat tempat di mana aku bertemu lelaki bertopeng itu.
Hening dan sejuk adalah udara yang menyapaku setelah sampai di sana. Merentangkan kedua tangan, kala suara angin berembus, seolah sedang mengajakku berbicara.
Tiba-tiba sekelebat bahayangan hitam datang dan mendorongku kuat ke arah lantai rooftop. Hingga aku terjerembab dengan punggung terasa amat sakit.
Lelaki memakai baju serba hitam dengan topeng yang menutupi matanya mendekat, dan berjongkok.
Kedua matanya merah, Ah, dia seperti Vampir yang aku lihat di film-film. Aku gemetar, dia yang semakin mendekat.
"Si-siapa kamu?!"
Dia tersenyum. "Permaisuri ...."
Aku menggeleng cepat dan ketakutan. "Pergi!"
Dia berhasil meraih kedua tanganku, namun aku mengamuk. Hingga dia marah, entah apa yang ia lakukan. Dua telunjuknya menyentuh leherku dengan gerakan cepat. Dan membuatku seketika lemas.
Aku bisa melihatnya membawa tubuhku, dan dibawanya terbang. Iya, dia berubah menjadi elang hitam raksasa.
Aku sungguh tidak bisa bergerak sedikitpun. Kala cengkraman kedua kuku kakinya terasa menusukku.
Aku hanya bisa menangis, karena rasa sakit itu.
Mamah ...
Aku menatap awan dibawah sana, merasakan rembesan darah yang keluar dari tubuhku akibat cengkraman kedua kaki berkuku tajam itu.
Kepalaku sakit sekali, kala di depan sana aku melihat lima elangĀ raksasa berwarna putih yang menghalangi.