*Layla POV
Kupikir itu hal yang wajar. Hanya Weaver yang bisa membuka portal antar Solaris dan dunia manusia, maka hanya mereka yang bisa pergi dan keluar dengan bebas. Walaupun saat ini portal antar dunia hanya dibuka di Kerajaan besar atau Republik, sejak dulu, para Weaver sudah bepergian ke dunia manusia. Berbaur dengan kehidupan mereka. Bahkan memiliki keturunan campuran yang disebut blasteran.
Itu hal yang wajar jika beberapa manusia yang kutemui di sini ternyata juga adalah Weaver. Tapi, perkataan San membuatku gelisah. Jika seseorang di fasilitas ini adalah Weaver, atau bahkan seluruh fasilitas dikendalikan oleh Weaver. Maka hanya ada satu kekuatan yang cukup berpengaruh untuk melakukan itu di Solaris.
Dan jika mereka mendapatkan semua data dari penelitian ini, kupikir hasilnya akan buruk.
Ruang kerja Mala sedikit lebih luas dari kamarku. Ruangannya berbau manis dari asap lilin yang menyala di atas meja. Di sisi-sisinya terdapat rak kayu yang penuh dengan berbagai buku tebal. Alasnya berupa karpet biru tua dengan aksen kehijauan. Di sisi lain, terdapat meja kerja berukuran cukup besar dengan perangkat komputer dan berbagai kertas di dalam map merah. Di ujung meja, terdapat jam digital kecil yang menunjukkan pukul 23.00.
Aku sudah mengawasi Mala sejak mereka membawaku. Pada pukul sembilan malam, setelah agenda terakhirnya, Mala akan pergi entah kemana. Dia tidak menginap di kamar yang disediakan di lantai 1-aku sudah memastikannya. Itu berarti, aku punya banyak waktu sekarang.
Lagipula, ruangan ini adalah satu-satunya tempat yang belum kumasuki. Aku hanya tahu ruangan ini milik siapa, tapi sebelumnya, aku tidak merasa ruangan ini penting.
Berkas di meja hanya berisi laporan harian yang tidak penting. Begitu pun dengan laci di meja, hanya ada berbagai alat tulis dan pemotong kertas-aku mengambil pemotong kertas itu, jelas akan berguna. Meskipun aku yakin ada sesuatu yang bisa diperiksa dari komputer, tapi aku tidak mengerti cara menggunakannya.
Aku beralih ke rak buku. Hanya ada buku-buku sains tebal dan beberapa novel. Tidak ada yang berguna. Tidak di dalam buku-buku itu, ataupun sesuatu di antara deretan buku. Jika kecurigaan San benar, Mala menyembunyikannya dengan baik.
Suara langkah kaki terdengar dari luar ruangan. Seseorang kelihatan tergesa-gesa menuju kemari. Kemudian pintu terbuka dengan keras, Mala muncul di ambang pintu. Menatapku dengan wajah terkejut.
"Apa yang kau lakukan?" Tanyanya.
Apa yang biasanya dikatakan orang saat tertangkap basah? Apa aku harus bilang kalau aku tersesat, atau mungkin aku mencarinya karena bosan. Karena tidak ada jawaban yang masuk akal, aku hanya diam.
Mala melangkah masuk. Pintu di belakangnya tertutup secara otomatis. "Kau sudah kelewatan." Wajahnya serius dan marah. "Aku tidak memberimu kebebasan untuk ini."
Aku melihatnya lebih jelas saat Mala berada di area yang terpapar cahaya. Wajahnya berkeringat dan tampak panik. Nafasnya tersengal, jelas terburu-buru sebelum datang ke sini.
"Bukankah jam kerjamu hanya sampai pukul sembilan?" Kataku sambil melangkah ke depan meja. "Itu berarti kau tidak keberatan mengobrol denganku semalaman, kan?" Aku menaiki meja dan duduk di atasnya. Menatap Mala dengan sedikit senyuman.
"Aku tidak punya waktu sekarang."
"Benarkah? Padahal aku ingin membagikan informasi lain tentang Weaver. Tidak, apa kau tahu ada sebuah kekuatan di Solaris yang kami percaya bisa mengubah takdir? Kami menyebutnya Enigma." Aku terus memperhatikannya. Mengawasi setiap perubahan dalam ekspresinya. Perlahan, tanganku juga bergerak membuka tutup pemotong kertas. Menempelkan telapak tanganku pada bilah tajamnya. Darah mulai mengalir keluar. "Atau... Kau sudah tahu?"
Mala hanya diam. Tangannya mengepal. Aku tetap tenang di atas meja. Jika dia melakukan sesuatu yang mencurigakan, hanya dengan satu perintah, aku bisa menghancurkan tangannya.
Namun, Mala justru memejamkan matanya sambil membuang nafas panjang. "Aku tak tahu apa yang kau bicarakan. Tapi aku tidak bercanda, Layla. Kau akan dihukum karena–"