Halbert Gao mengambil bingkai foto bersama keluarganya. Pandangan matanya hanya fokus pada figure mamanya. Telapak tangannya perlahan mengepal. Ia semakin takut dengan mimpi yang selalu datang padanya.
“Kenapa? Kenapa aku tidak bisa mencegah mama pergi?”
Andai saja, dirinya memiliki tubuh yang lebih besar, mungkin dia dapat mencengkram lengan mamanya lebih erat, andai saja mamanya tidak menolak uluran tangannya seperti dalam foto. Halbert Gao tidak ingin mimpi yang dilihatnya menjadi kenyataan. Jika dia tidak mendapatkan mimpi itu, mungkin dirinya tidak akan mempedulikan mamanya. Kematiannya yang menyedihkan, kesepian dan sendirian yang dilihatnya dalam mimpi membuat hatinya sakit. Ia mulai memperhatikan ibunya dan menyadari tatapan mata yang tajam ternyata menyembunyikan perasaan kesepian. Tuan muda Halbert juga mulai menyadari perhatian kecil mamanya yaitu ketika dia demam saat itu samar-samar Halbert Gao mendengar suara kekhawatiran mamanya dan juga mamanya dengan ketat memilih guru karena kejadian pelecehan yang dialaminya dan mamanya juga dengan panik memanggil dokter.
Tuan Muda Gao tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada mamanya jika semua masih berjalan seperti plot mimpi yang dilihatnya. Ia ingin mengubahnya, tetapi dia tidak tahu apa yang dapat dia lakukan untuk mengubah plot? Otak kecil Halbert Gao perlahan kelelahan karena berpikir berat. Tubuh kecilnya tumbang di atas tempat tidur dan perlahan mulai terlelap. Dirinya tertidur dengan memeluk bingkai foto itu.
***
“Permisi! Tuan Besar, saya membawakan teh untuk anda.” Pengasuh Ye perlahan masuk ke ruang kerja Edzar Gao.
“Terima kasih, Ye Meyleen!”
Edzar Gao menerima teh yang diulurkan padanya. Pria itu menghirup aroma teh yang menyegarkan sebelum akhirnya meminumnya. Suasana hatinya sedikit membaik setelah meminum teh yang dibuat oleh Ye Meyleen.
“Tuan Besar, tangan anda? Apa yang terjadi? Apa tehnya terlalu panas?”
“Tidak, bukan itu!” Edzar Gao meletakkan cangkir tehnya. Dia berusaha bersikap normal, tetapi Ye Meyleen justru masih bisa melihat ada sesuatu yang salah dengan telapak tangannya.
Ye Meyleen mengulurkan tangan dan menyentuh kedua telapak tangannya. Wanita itu menatapnya dengan tatapan khawatir. “Anda selalu seperti ini! Kenapa harus melampiaskan amarah dengan menyakiti diri sendiri! Tunggu! Saya akan mengobatinya.”
“Tidak perlu!”
“Bagaimana mungkin tidak perlu, anda terluka. Anda harus mengobati sebelum bertambah buruk.”
Ye Meyleen segera mengambil kotak P3K, Dia meneteskan obat luka secara hati-hati, sebelum membalut telapak tangannya.
“Terima kasih.”
“Anda tidak perlu berterima kasih. Ini sudah tugas saya.”