The Evil of The Black Rose

Trinaya
Chapter #3

Bab 3 Bertemu Warga

"Apa kalian benar-benar akan melakukan KKN di sini?" tanya Pak Slamet di tengah perbincangan mereka sambil memakan kudapan pisang dan singkong rebus buatan Bu Sekar. 

Asapnya masih mengepul. Aroma khas dari kedua makanan itu mulai keluar ketika piring di letakkan di atas meja ruang tamu. Membuat perut kedelapan mahasiswa itu berbunyi. Kebetulan mereka memang belum makan siang. 

"Iya, Pak. Kami sudah mencari tempat ke mana-mana, tapi tidak dapat. Semua sudah digunakan. Berhubung papinya Darren merekomendasikan tempat ini, jadi kami datang ke sini untuk melakukan survei," jelas Cleo mewakili teman-temannya berbicara. 

"Begitu, ya. Sebenarnya, memang desa kami biasa digunakan untuk tempat KKN dan banyak juga yang berkunjung untuk rekreasi alam dan pegunungan, tapi ...." 

"Tapi apa, Pak?" tanya Sifa yang sejak datang diam saja ikut membuka suara. Ia penasaran dengan kelanjutan ucapan Pak Slamet yang terhenti. 

"Anu, Nduk, Le. Desa kami sedang ada masalah. Sudah hampir setahun belakangan ini hutan Seruni, tempat biasa warga mencari kayu bakar dan wisata orang-orang luar desa sedang digegerkan dengan penemuan mayat yang meninggal secara misterius dan ada bunga mawar di dada korban," jelas Pak Slamet dengan wajah serius dan sedikit ngeri. 

"Apa? Mayat?" ucap kedelapan mahasiswa yang sejak tadi menyimak cerita Pak Slamet dengan mata terbelalak dan menatap ke arah Kepala Desa itu bersamaan. 

"Iya. Sampai saat ini menjadi misteri. Belum tahu siapa pelakunya. Oleh karena itulah, untuk sementara kami menutup orang luar datang dan soal KKN itu ...."

"Tolong kami, Pak. Kami benar-benar butuh tempat untuk mengerjakan tugas akhir. Hanya desa ini satu-satunya harapan kita. Mungkin kami juga bisa bantu untuk mencari tahu tentang pelaku pembunuhan tersebut," pinta Fikar, sedikit memohon. 

"Iya, Pak. Kami hanya menyelesaikan tugas saja. Kami janji tidak akan melanggar peraturan desa ini," sambung Monica dengan wajah serius diikuti anggukan teman-teman yang lain. 

Pak Slamet terdiam. Itampak sedikit berpikir untuk menyetujui permintaan para mahasiswa tersebut. Sebenarnya lelaki paruh baya itu juga tidak tega. Mereka sudah jauh-jauh datang penuh harapan. Tidak ingin mengecewakannya. Namun, bagaimana lagi. Semua demi keamanan dan keselamatan semua. Ia juga tidak ingin hal buruk terjadi kepada mereka. 

"Ya sudah. Pembicaraannya dilanjut besok saja. Untuk malam ini kalian nginap di sini saja. Kebetulan ada dua kamar kosong. Lumayan besar. Cukup untuk empat orang satu kamarnya. Bisa untuk cewek-cewek dan laki-laki terpisah. Besok kita kumpul sama warga untuk bicara hal ini," jelas Pak Slamet dengan wajah serius sambil meminta Sekar membantu mereka ke kamar yang sudah di sediakan tersebut. 

Lihat selengkapnya