“Oh, hai, sudah bangun?“ suara sapaan Leo membutuhkan waktu beberapa detik untuk Anna mencernanya. Pandangannya masih kabur ketika ia melihat kepala Leo yang terjulur ke arahnya dari balik sofa, mengagetkan.
“Selamat pagi,“ sapanya lagi sambil tersenyum lebar. “Mimpi indah?”
“Emh, pagi,” balas Anna beranjak bangun. Cahaya matahari masuk melalui celah-celah kecil di atap bangunan. Anna mengedarkan pandangannya, dan mendapati Yordan yang tengah duduk bersila di atas kap mobil seperti sedang bermeditasi, dan Zero yang duduk di balok kayu di hadapannya sambil membuang muka, sedangkan Leo sudah duduk di sampingnya.
“Oya, ngomong-ngomong, kemarin kau belum sempat mengenalkan diri?“ tanya Leo.
Anna menggaruk kepalanya yang tidak gatal, “Oh? Ah, maaf, namaku Anna.”
“Hai, Anna, perkenalkan, Leo, 26 tahun, kekuatan belum tahu, hehe,” Leo mengulurkan tangannya ke arah Anna, membuatnya tersenyum canggung sambil membalas uluran tangan itu. Jadi bukan mimpi… gumamnya kemudian.
“Nyata,” sahut Zero. Anna menoleh kepadanya, memperhatikan. Kali ini, ia benar-benar memperhatikan sosok pemuda di hadapannya itu. Kemarin, jujur saja ia masih takut-takut untuk menatap ke arah Zero. Tapi kali ini ketika ia perhatikan baik-baik, Anna tersadar, bahwa pemuda di hadapannya ini ternyata lumayan menarik … dan tinggi. Tampak sebuah bekas luka sayat di pelipis kirinya, dan ia memancarkan aura yang begitu dingin.
“Oya, apa maksudnya ‘kekuatan‘ itu? Kemarin Yordan …” Anna bertanya namun kata-katanya terpotong oleh sebuah suara gebukan yang sangat keras dari luar, mengagetkan mereka semua termasuk Yordan yang tengah bermeditasi.
“Apa it- …” Anna terlonjak meski ia berusaha tetap tenang. Leo menaruh telunjuknya di depan bibir, meminta Anna untuk diam. Zero beranjak berdiri, mengambil sebuah tongkat kayu, lalu berjalan keluar ke pintu belakang, menuju arah datangnya suara.
“Harusnya bukan Face-Shadow,“ Yordan sudah berdiri bersama mereka, menunggu Zero yang sedang mengecek keluar. Setelah beberapa lama tak kunjung kembali, Yordan memutuskan untuk ikut menyusulnya. Leo diminta untuk tetap menemani Anna di dalam.
“Ada apa?“ tanya Yordan saat melihat Zero hanya berdiri diam menutupi sesuatu di hadapannya.
“Ya Tuhan,“ serunya saat melihat apa yang juga tengah dilihat Zero. “Dia…“ kata-katanya terputus.
“Mati. Sudah lama,“ Zero melanjutkan. Sesosok mayat pria berusia 30an tergeletak di hadapan mereka. Tubuhnya sudah mulai berwarna hitam dan mengeluarkan aroma busuk menandakan ia sudah lama mati.
“Kenapa bisa ada disini? Face-Shadow?“ Yordan beranjak maju untuk memeriksa mayat itu.
“Bukan. Tapi perasaanku mengatakan ada sesuatu yang semakin tidak beres di sini.”
“Yang pertama, lebih baik kita pergi dulu dari sini,” Yordan kemudian bergegas kembali masuk, diikuti oleh Zero di belakang. Mayat itu mereka biarkan tergeletak begitu saja.
“Ada apa?” tanya Leo. Yordan menggeleng, sambil memandang Anna, seolah tidak ingin Anna tahu.
“Mayat,” kata Zero tiba-tiba.