Sudah Rei katakan, dia paling tidak suka berurusan dengan Naka. Sekalipun Naka adalah Kakaknya sendiri.
Tapi, untuk kali ini sepertinya pengecualian. Jika bukan karena ucapan nyinyir dari panita Mos tadi di kantin, yang beranggapan bahwa dirinya sengaja berlindung di bawah naungan Naka sebagai Ketua Osis dan sebagai anak pemilik SMA Airlangga ini. Rei yakin tidak akan berada di ruangan ini, bersama Naka, orang yang paling Rei benci.
Cih, mereka tau apa sampai menganggapnya seperti itu?
"Lo telat bangun, ya, pagi ini?" tanya Naka setelah cukup lama larut dalam keheningan.
Rei hanya melirik, lalu berdehem kecil sebagai jawaban.
"Terus kata Mbok Darmi lo tadi pagi juga nggak sempet sarapan, bener?" tanya Naka lagi, kali ini menatap Rei intens, meski yang ditatap malah memalingkan wajahnya ke objek lain.
Tadi Naka mendapat telepon dari Mbok Darmi jika atribut Mos Rei tertinggal, dan memberitahu jika Rei juga belum sempat sarapan karena terlambat bangun. Dan Naka yang sudah berangkat sebelum pukul enam, tentu tidak tahu akan hal itu.
Rei hanya diam, ekor matanya melirik Naka sekilas, kemudian beralih melihat pada lukisan dinding yang terpajang di dinding ruangan.
"Ini makan! Lo belum sarapan, kan?" Naka berujar santai usai meletakkan kotak bekal miliknya di hadapan Rei.
Diam-diam Rei melirik pada kotak bekal yang Naka sodorkan. Jujur saja, Rei lapar. Tapi, ia gengsi untuk menerimanya.
"Makan aja nggak pa pa, lo butuh tenaga lebih buat ikut Mos. Hari ini full day, pulang baru sore nanti. Istirahat juga cuma dikasih cemilan biasa sama air gelasan." Naka dengan detail memberi penjelasan. Ia juga tidak mungkin membiarkan Adiknya kelaparan saat Mos berlangsung. Naka tidak akan tega pastinya.
Kali ini Rei luluh, bukan karena perhatian Naka. Tapi karena perutnya yang tidak bisa diajak kompromi. Astaga! Lagipula siapa yang akan betah menahan lapar di tengah Mos yang pasti membosankan.
Dan pada akhirnya, tangan Rei bergerak membuka tutup kotak bekal itu, lantas memakannya dalam diam.
Sementara Naka, lelaki itu tersenyum sumringah, matanya yang indah berbinar terang, membuktikan betapa bahagia dirinya melihat sang Adik mau memakan bekal miliknya.
Sebenarnya Naka juga belum sarapan, bekal itu disiapkan Mbok Darmi sebelum dirinya berangkat. Tapi tak apa, melihat bagaimana lahapnya Rei makan sudah membuat Naka turut kenyang.
Tidak membutuhkan waktu lama, isi kotak bekal Naka sudah bersih, tidak tersisa. Melihat itu Naka kembali mengukir senyum cerah. Dengan cepat ia mengambil sebotol air lalu menyerahkan pada Rei.
"Minum biar nggak seret," titahnya.
Rei menerima botol air itu tanpa menatap si pemberi, meneguknya hingga menyisakan setengah botol.
"Dan Ini, punya lo. Tadi gue minta Pak Ahmad buat nganterin atribut Mos lo yang ketinggalan. Gue kira lo emang sengaja nggak buat, ternyata gue salah. Lo buat cuma ketinggalan." Kali ini Naka memberikan atribut itu pada pemiliknya.
Rei sempat terkejut, namun buru-buru memasang wajah tak acuh.
Aduh, Rei ini memang tukang gengsi.
"Sekarang lo balik ke barisan, ikutin kegiatan Mos sebagaimana mestinya. Buat kali ini nggak ada hukuman, bukan karena gue Kakak lo, tapi ini bentuk peringatan. Oke?"
Rei tak merespon, mengambil atribut miliknya lalu pergi begitu saja dari ruang Osis. Tidak ada kata terima kasih yang seharusnya Rei ucapkan, semua yang baru saja terjadi tidak ada artinya bagi Rei, padahal tidak untuk Naka.
Lihatlah! Bukannya kesal, Naka justru melebarkan senyumnya, terihat begitu bahagia. Jika ada orang lain yang melihat itu, pasti akan menganggap Rei itu Adik kurang ajar. Beruntung dalam ruang itu hanya ada mereka berdua. Jadi, tidak ada yang perlu tahu bagaimana kelakuan Rei pada Kakaknya.
*The Fault*
kegiatan Mos masih terus berlanjut sampai pukul 14.00. Dan kini, saatnya freetime. Biasa digunakan untuk hiburan atau bermain-main.
Suasana dalam aula yang sebelumnya senyap kini berubah ramai. Sebentar lagi titik jenuh mereka akan terobati. Tapi, yang manjadi permasalahan, siapa yang akan melakukan hal-hal yang bisa menghibur, panitia, kah? Atau peserta Mos itu sendiri.
Peserta Mos bersorak, meminta panitia yang memberikan hiburan. Dan panitia sendiri sedang sibuk mencari mangsa untuk dikerjai.
Sementara Rei, mungkin anak itu yang paling tidak peduli dengan apa yang sedang diriuhkan saat ini. Rei tampak tenang, ia tertidur sejak satu jam yang lalu saat pembekalan berlangsung. Posisinya yang terlalu jauh dari jangkuan mata, membuat tidurnya terlelap tanpa gangguan.
"Hei! Yang di pojok paling belakang?" Seorang panitia berseru menggunakan mikrofon. Membuat peserta Mos segera menoleh ke belakang untuk melihat siapa yang ditunjuk.
Semua mata tertuju pada Rei, si anak yang sedang tertidur itu sepertinya tidak sadar jika tengah dijadikan tontonan. Hingga salah satu peserta Mos yang berada di depan Rei membangunkan.
Berhasil. Rei bangun sambil mengucek matanya pelan. Belum sadar jika dirinya menjadi bahan serotan. Sampai pada akhirnya, suara panitia mengambil alih kesadaran Rei.
"Yang baru bangun tidur, pojok paling belakang, maju!"
Rei terhenyak, baru sadar jika ada ratusan mata tengah menatapnya. Rei mendengus, beruntung ia bukan tipe orang yang mudah melting jika ditatap berlebihan seperti sekarang, justru Rei kesal karena waktu tidurnya terganggu. Dasar!
"Ayo maju, jangan malu-malu!"