Saat melangkah menyusuri jalan setapak hutan yang kini senyap, aku kembali tenang dan hal-hal tertentu yang pernah diberitahukan kepadaku lama berselang memasuki kepalaku. Aku tidak tahu apa sebabnya; waktunya memang agak ganjil, tapi aku mendapati bahwa pikiran-pikiran semacam ini mendatangiku pada masa-masa yang paling tak biasa.
Pikiran pertamalah yang paling tak terlupakan bagiku.
Tempat yang paling menakutkan dari semua tempat adalah tempat yang para Wugmort tidak tahu bahwa di sana merupakan seburuk-buruknya tempat.
Itulah yang diucapkan kakekku sebelum mengalami Kejadian dan pergi untuk selama-lamanya. Aku yakin kakekku hanya mengatakan itu kepadaku. Aku tak pernah memberitahukannya kepada siapa pun.
Aku bukan, karena sifatku, Wugmort yang sangat dipercaya. Di sini memang tak ada yang bisa benar-benar dipercaya.
Aku masih sangat muda ketika kakekku mengucapkan kalimat itu, dan dia mengalami Kejadian tak lama setelahnya. Aku harus mengakui aku tidak yakin apa yang dibicarakan kakekku waktu itu. Sekarang pun aku masih tak terlalu yakin. Aku setuju bahwa suatu tempat bisa saja sangat menakutkan, tapi apa yang dimaksud seburuk-buruknya tem-pat? Itulah teka-teki yang tak kunjung kupecahkan, meskipun aku kerap mencobanya.
Kakekku juga bicara kepadaku tentang bintang jatuh.
Katanya, Setiap kali kau kebetulan melihat salah satunya melintas terang benderang di langit, perubahan akan terjadi bagi beberapa Wugmort.
Suatu gagasan menarik bagi tempat yang tak pernah berubah—seperti Wormwood.
Kemudian, kedua pikiran itu meninggalkanku bagai kepulan asap melayang pergi dan aku kembali fokus pada apa yang menungguku— satu hari penuh kerja keras lagi bagiku.
Ketika semakin dekat dengan tujuan, aku menarik napas dan baunya membuatku tercengang. Aroma itu sudah ada di pori-poriku, tak pernah bisa terbasuh tak peduli seberapa pun seringnya aku berdiri di bawah guyuran hujan atau pancuran air. Aku berbelok di sudut jalan setapak dan itu dia: Stacks. Kami menyebutnya Stacks karena bangunan tersebut memiliki banyak sekali pilar cerobong asap yang menyalurkan jelaga dan kotoran ke udara. Bata ditumpuk di atas bata menjulang begitu jauh ke langit. Aku tak tahu untuk apa tempat ini awalnya, atau apakah pernah digunakan untuk melakukan sesuatu selain membuat benda-benda indah. Bangunannya besar dan jelek setengah mati, sehingga membuat fungsinya saat ini terasa agak ironis.
Seorang Wug keriput berdiri di pintu besar dengan memegang cap kecil. Namanya Dis Fidus. Entah berapa umur Dis Fidus, tapi pasti mendekati seratus.
Aku menghampirinya dan mengulurkan tangan. Punggung tanganku sudah berubah warna oleh gabungan tinta cap selama dua musim aku bekerja di sini. Aku hanya bisa membayangkan bagaimana jadinya setelah sepuluh atau dua puluh musim. Kulitku bakal biru permanen.
Fidus memegang tanganku dengan tangan kurusnya lalu mengecap kulitku. Aku tidak tahu mengapa prosedur ini sekarang diterapkan. Sama sekali tak masuk akal dan hal-hal yang tak masuk akal membuatku senantiasa gelisah. Sebab, aku benar-benar curiga, hal itu masuk akal bagi seseorang.
Kutatap Dis Fidus, mencoba mencari-cari di wajahnya apakah dia mendengar kabar tentang pengejaran hari ini. Namun, karena dia selalu tampak gugup, mustahil mengetahuinya. Aku melangkah memasuki Stacks.
“Aku menghendaki para pekerjaku sudah hadir di sini lebih awal dari tiga jenak sebelum fase kedua, Vega,” ucap suatu suara.
Julius Domitar bertubuh besar dan gemuk mirip kodok montok. Kulitnya juga anehnya bersemburat hijau pucat. Dia sosok Wug paling penting yang kukenal di Wormwood, dan persaingan untuk status itu cukup sengit. Ketika dia berkata menghendaki “para pekerja”-nya hadir lebih awal dari tiga jenak, sebenarnya yang dimaksudnya adalah aku. Aku masih satu-satunya perempuan di Stacks.
Aku menoleh menatap Domitar dari ambang pintu kantornya. Dia berdiri di sana di balik meja kecil yang permukaannya bisa dimiringkan dan di atasnya diletakkan berbotol-botol tinta dari Quick and Stevenson, satu-satunya pemasok tinta di Wormwood. Domitar mengangkat stik tinta panjangnya dan ada bergulung-gulung perkamen tergeletak di mejanya. Domitar menyukai perkamen. Sebenarnya, dia menyukai apa yang ada dalam perkamen: catatan. Tetek bengek dari kehidupan kerja kami.
“Tiga jenak lebih awal tetap saja lebih awal,” sahutku, dan terus melangkah.
Domitar berkata. “Banyak yang lebih tak beruntung dibandingkan dengan keluargamu, Vega. Jangan lupakan itu. Kau baik-baik saja di sini. Tapi itu bisa berubah. Oh, jelas bisa.”
Aku bergegas ke lantai kerja utama Stacks. Tanur telah lama dinyalakan. Tungku perapian besar di sudut ruangan tak pernah dimatikan. Semua itu membuat ruangan hangat dan lembap bahkan pada hari terdingin. Para Penempa bertubuh kekar menempa logam dengan palu dan tang, menimbulkan bunyi mirip lonceng Menara. Keringat menetes-netes dari alis dan punggung berotot mereka, menciprati lantai di sekitar kaki mereka. Mereka tak pernah mendongak dari pekerjaan masing-masing. Para Pemotong membelah kayu serta logam yang keras dan lembek. Para Pencampur mengaduk kuali raksasa mencampur bahan-bahan.
Para Wug di sini sama denganku, kalangan biasa dan pekerja keras— hanya berjuang untuk bertahan hidup. Dan kami akan melaksanakan pekerjaan yang persis sama selama sif kerja kami.
Aku menuju loker kayu di ruangan di luar lantai kerja tempat aku menyimpan celana kerja, celemek kulit berat, sarung tangan, dan kacamata pelindung. Kemudian aku melangkah ke stasiun kerjaku, yang terletak di dekat bagian belakang lantai utama. Stasiun kerjaku terdiri dari meja kayu besar, berat, dan penuh noda, troli tua beroda logam yang tertata rapi, satu set peralatan besar dan kecil yang pas dengan tanganku, beberapa instrumen penguji sebagai pengendali kualitas kami, dan berbotol-botol cat, pewarna, larutan asam, dan bahan lain yang kugunakan sesekali.
Sebagian pekerjaanku berbahaya, makanya aku memakai perlindungan sebanyak mungkin. Banyak yang bekerja di sini dengan jemari, mata, gigi, dan bahkan tungkai hilang. Aku lebih suka tidak bergabung dengan kelompok yang organ tubuhnya berkurang. Aku suka anggota tubuh yang kupunya. Jumlahnya tepat dan sebagian besarnya sesuai.
Aku melewati tangga batu lebar dengan susuran marmer yang mengarah ke lantai atas Stacks. Tangga itu terlalu elegan untuk tempat seperti ini dan membuatku berpikir, bukan untuk kali pertama, bahwa Stacks dulunya bukan pabrik. Aku tersenyum pada penjaga Wugmort yang berdiri di sana.