Mereka membicarakan sosok Magek Jobang. Tapi salah satu di antara mereka, serasa pernah mendengar nama itu.
"Kaya mendengar nama itu." Ujar Auang serasa pernah mendengar di mana.
"Nama siapa?" Tanya Intan yang penasaran. Tiba-tiba pesanan mereka datang.
"Nama Inyiak tadi."
"Ba'a emang ee?( kenapa memangnya)"
"Kalian tahukan di ma awak sadoe(kalian tahukan dimana kita semua?)? Di pantai Gandoriah."
"Terus hubungan apa?"
"Gandoriah ini nama cewek, Tunangannya dari Magek Jobang itu."
"Tapi kalau tunangannya Gandoriah, itu Magek Jabang. Nama mereka memang hampir mirip. Tapi soal cerita, beda konsep."
"Beda konsep?" Tanya Intan.
"Magek Jabang atau Nan Tongga dia sebenarnya, terpaksa ninggalin tunangannya buat nikah dengan wanita lain. Karena sesuatu hal. Namun akan tetapi, pas kembali dia meninggalkan istrinya yang hamil. Dan dia harus kembali pada Gandoriah. Sayang mereka hanya berjodoh di akhirat, lantaran mereka saudara sepersusuan."
Pembicaraan mereka, terdengar oleh seorang pria yang tatapannya kosong. Raut wajahnya sangat sedih. Dia adalah Nan Tongga, yang diceritakan oleh mereka bertiga.
Waktu telah berputar selama ratusan ribu hari, mungkin. Tapi hal yang paling dia sesali adalah, cintanya kepada seseorang yang ternyata saudara sepersususan, sangat dalam.
Sementara itu Magek Jobang, memantau Nan Tongga yang berdiri didepan pintu penginapan. Entah apa yang dirasakannya, ia sepertinya dapat merasakan apa yang dirasakan oleh pria itu.
Muara yang menjadi garis start utama, menuju pulau Angso Duo, sering ditaburi aroma mawar serta bunga sedap malam. Orang-orang sering membersihkannya, karena dikhawatirkan terjadi pencemaran air laut.
Akan tetapi, bunga-bunga itu nantinya akan terbawa arus sampai mendekati bagian tengah. Seolah-olah bunga-bunga yang berserakan menuju ke tempat, ke mana rasa cinta kasih harus tersalurkan.
Itu adalah rasa belasungkawa dari Magek Jobang. Rasa cinta yang tiada bertepi untuk Gondo Gandoriah.
--------------------------------------------------------------------
Ini adalah bulan purnama pertama. Cahayanya tak biasa, berwarna biru. Auang dan Intan segera mempersiapkan diri menemani Aul, untuk bertemu dengan saudara kandungnya.
Akhirnya, dia mengetahui saudara kandungnya masih ada. Rasa sulit yang ia derita, ditinggal seluruh keluarga akibat sosok Puti Salati, benar-benar itu adalah bencana sekaligus ujian.
Ia teringat akan sang ibu, yang kala itu saat ia pulang Sholat Magrib, dia dihadang oleh hantu suluah. Dan itu membuat hangus sekujur badannya.
Flashback:
Saat itu ia baru saja pulang dari kerja kelompok, dirumah Intan. Untuk persentase besok, lantaran giliran kelompoknya yang tampil. Sehabis pulang dari tempat warnet, ia di antar oleh Intan.
Lalu sesampainya dirumah, ia mendengar pengumuman di di Musholla, bahwasannya ada seseorang yang telah meninggal. Dia mendengar secara jelas, pengumuman itu.
"Telah berpulang ke rahmatullah, ibu Hj Rukayah Zamzami pukul 20.00 WIB di gank belibis nomor 14 tadi."
Mendengar itu Aul dengan shock meminta Intan melaju.
"Tenang Aul!"
"Gak bisa Intan, itu ibu aku."
Mau tidak mau, Intan harus kencang membawa motor. Sesampainya dirumah, semua terlihat ramai. Jenazah sang ibu bentuknya gosong, tak berbentuk.
"Tadi, pas kita mau balik ada bola api yang datang mendekati kami."
"Ia betul. Saya kira itu obor, tapi nyatanya itu hantu suluah."