Prolog:
Sambadewa sedang menikmati teh, yang dibawa oleh Sina. Di ruang khusus, tempat Sambadewa rapat dengan anggota masaknya, Sina datang membawa sebuah bingkisan.
Sambadewa yang sangat antusias, kemudian membukanya. Rupanya itu adalah kain sulaman peniti satu lapis, diberikan kepada wanita itu.
"Bagusnya ..., rapi." Sambadewa tersenyum.
"Itu saya upahkan jahit sulam, kepada orang lain di negeri Naras." Ujar Sina.
"Saya sudah mencoba membuat sendiri, berkali-kali, tapi tidak serapat ini. Lihat, putaran benangnya menyatu."
Ia lihat dengan saksama, sementara Sina resah dengan motif yang ia pesan, kepada orang yang dia beri upah. Pergerakan kedua telapak tangan menunjukan ia sedang gelisah.
Namun tanpa disadari, motif yang terpajang, adalah gambaran kumpulan dedemit, yang sedang berpesta pora dengan seorang wanita yang memakai gaun terusan panjang, dengan memakai makhota Suntiang.
Ia heran, kenapa itu yang digambar.
"Kenapa kamu berikan ini sama saya? Ini gambar yang mengerikan. Seolah-olah kamu benci sama saya."
"Saya tidak benci kepada anda?"
"Lalu? Kenapa ada dedemit dan wanita? Apakah ini adalah saya?"
"Itu ..., bukan anda."
"Kalau bukan saya, lantas ini siapa?"
"Puti Salati."
Seketika, mereka diam dan hening. Dalam pikirannya, apalagi yang dilakukan oleh wanita itu?
"Puti salati??"
"Dia sedang mencari jejak Zainal, dan dia mengadakan pesta semacam pesta nikah. "
Mendengar itu ia sedikit tertawa.
"Pesta itu di adakan di aula dan dia telah bekerja sama dengan Sibigau dan komplotan pasukan antu suluah."
"Apa??"
"Entah apa yang dia inginkan? Sudah tau dia tidak akan menemukan jejaknya, tapi dia nekat mencari dimana Zainal." Ujar Sina dengan nada sedikit jengkel.
Dalam pikirannya, dia adalah makhluk yang bodoh. Selain dia mencintai manusia, dia lebih memilih melanggar sumpahnya kepada Tuhan. Ratusan tahun dia lalui, dia sama bodohnya dengan sang kakak. Ia ingat sebuah insiden sekitar ratusan tahun yang lalu, saat periode Hayam Wuruk. Semua orang mengadakan pesta di wilayah Bunian. Saat itu kakaknya Puti Salati ketahuan melakukan persetubuhan dengan wanita. Namanya Batang Tajongkek.
Dia melakukannya dibalai pemerintahan, milik Magek Jobang.
"Nyiak!! Inyiak!!!" Salah satu pria bermanik mata hijau neon, berlari memanggil raja mereka.
"Apa??"
"Tajongkek!! Tajongkek!! Dia melakukan malam pertama dengan manusia."
Mendengar itu, saat ia mengadakan pertemuan dengan siluman lain dari berbagai daerah, membuat ia menghentikannya sejenak. Magek kemudian pamit, untuk melihat kejadian itu.
Sementara, dibalai pemerintahan Tajonkek, meraba bagian sensitive wanita tersebut. Ditengah malam yang berkabut, bulan purnama yang memancarkan sinarnya, dan kumpulan burung gagak yang melayang diudara, ditengah nafas-nafas yang mengendus saling memburu, melanggar batas-batas yang telah tergariskan. Bersama tapi terpaksakan.
Cinta yang menderu secara gamblang, ditengah renda yang terhoyak, dan beberapa helai berserak, dan cinta yang terlampau buta itu, mereka tuntaskan pada malam ini. Pikiran Tajongkek, bahwa ini adalah cinta yang tergariskan. Indahnya manusia telah membuat dirinya silau. Tugasnya, dalam hidup ini adalah sebagai umat walau beda dimensi.
Sukma yang menggelora, desahan yang terasa indah bagai alunan musik, membuat dia seakan ia terbius. Ia kaburkan perbedaan.