The Fivebreakwater

Maina Zegelman
Chapter #8

Tentang Joan

Nama anduang itu, adalah Anduang Pamina. Dia adalah seorang wanita, yang hidup sebatang kara. Suaminya meninggal karena suatu penyakit, karena Joan. Ketika membuka topik, Aul penasaran mengapa anaknya bisa diculik?

"Joan adalah kumbang desa dulunya. Ia setampan ayahnya, makanya penggemarnya banyak di sini. Namun pada tahun itu Joan bertugas di bagian hutan, angkatan laut karena ada pelatihan berenang. Jadi mereka menginap. Sesampainya disana, Joan melihat wanita cantik, yang menatapnya sambil minum kopi. Kecantikan wanita itu tidak masuk akal. Joan yang punya benteng agama yang kuat, tidak tergoda dengan wanita tersebut.

Suatu hari, Joan sedang patroli sendirian diluar. Wanita itu datang mendekatinya, dengan pakaian seseksi mungkin. Awalnya Joan tidak curiga dengan wanita itu. Dia pikir, wanita itu hanya mengajaknya untuk berteman saja. Namun ternyata dia mengajak Joan, untuk masuk ke dalam perangkapnya. Joan dipaksa menikah dengan Puti. Ia tidak mau. Puti marah, dan tiba-tiba kepalanya terpisah dengan badannya. Disitu semua orang gempar dan Joan dipulangkan ke Pariaman.

Joan yang saat itu balik, merasa dia tidak akan mengalami hal seperti ini. Justru tambah parah. Dia mengirim beberapa kiriman ghoib berupa hantu suluah. Kemudian gasing tengkorak, dan paling parahnya lagu Sirompak.

Suatu malam, tinggal saya dan berdua anak saya dalam rumah. Saya dikamar, sementara anak saya diluar. Anak saya, Joan terbangun dalam keadaan mata tertutup. Lalu kami mendengar nyanyian, yang nada dan artinya juga sangat mengerikan. Saya waktu itu diam-diam mengikuti anak saya, takut disihir. Pada saat anak saya menyebrang, Joan terjatuh ke dasar sungai sampai tenggelam. Kepalanya jatuh ke batu, dan dia terbawa arus. Saya berusaha menolong anak saya, akan tetapi saya terbawa arus bersama anak saya. Saya dimukan oleh tetangga, yang malam-malam sedang memancing. Sementara anak saya ditemukan tewas, karena kepalanya berhadapan dengan batu. Saya menangis sejadi-jadinya. Suami saya yang baru pulang dari melabai, menangis histeris. Sebab Joan adalah anak kami satu-satunya. Pasca kematian Joan, suami saya ikut menyusul. Beliau tidak mau makan selama seminggu dan akhirnya ikut meninggal."

Aul mendengar cerita itu, turut berduka. Dia punya kisah yang sama dengan nenek Pamina. Tapi, untuknya abangnya selamat.

"Saat saya dititipi Zainal. Saya sangat senang sebab, saya merasa Joan datang lagi dalam wujud lain."

Mendengar itu Aul sedih, tapi ia senang akhirnya nenek Pamina tidak kesepian. Ia juga merasakan sakit yang sama. Bahkan ia juga kehilangan ayah dan ibu, setelah bang Zainal diculik. Ia menatap anduang Pamina, seperti ia menatap ibunya kembali.

Mata Anduang menatap hijaunya ladang sawah, yang di iringi angin sepoi-sepoi. Langit biru bersih tiada awan yang muncul. Sang Surya memancarkan sinarnya, begitu terang.

"Saya juga, kehilangan keluarga saya dengan cara yang sama. Tapi ayah saya diberi Tubo dan ibu saya dibakar oleh hantu suluah. Saya pikir abang saya juga sudah meninggal. Ternyata, saya tau dari Tuanku Magek Jobang, saya sangat bahagia."

Anduang Pamina menangis. Ia tidak menyangka keluarga asli dari anak angkatnya, mengalami kematian yang tragis. Sebagai seorang ibu, ia turut prihatin. Ia kemudian berdiri, dan memeluk Aul dengan penuh kasih sayang.

"Jika ada waktu, kamu bisa datang ke sini. Saya tidak bisa menjadi pengganti ibumu, atau ayahmu. Tapi saya ingin menambah anak satu lagi, sebab kamu adalah adiknya Zainal. Anggap saja saya adalah ibumu. Kalau kamu datang, saya bikinkan kamu kue kipas yang enak."

Airmatanya tumpah. Pelukan yang diberikan, begitu hangat, dan tak pernah ia rasakan lagi.

Ia rindu akan pelukan ini. Pasca SMA, ketika kekacuan telah terjadi, ia menghidupi kebutuhannya sendiri. Bahkan, sampai kuliah. Ia sempat stres mengapa hidupnya kacau seperti ini? Ia tak tau marah kepada siapa. Namun untung saja, pada saat ia hendak gantung diri, Intan datang bersama Auang. Bersama-sama menyelamatkan hidupnya. Dan kini, ia telah menganggap Auang dan Intan adalah saudara kandung.

Anduang Pamina memeluknya dengan penuh kasih sayang. Dekapan ini terakhir, saat ia waktu itu terpuruk kehilangan abangnya yang menurutnya tak akan pernah kembali. Ibunya kala itu, bekerja keras membanting tulang agar bisa sekolah. Ia ingat, ibunya juga sering memasak kue kipas. Makanya laris.

Namun sang ibu mati terbunuh dihadapannya, kala ia habis sholat. Ibunya dibakar oleh hantu suluah, dan membakar seluruh mukena yang ia kenakan. Betapa terpukulnya ia, saat ibunya tewas dan itu ia ketahui saat ia pulang bekerja, disebuah minimarket.

Saat itu, ia baru saja membelikan sang ibu martabak, sebagai apresiasi dalam bentuk kerja kerasnya. Namun, semuanya berakhir begini.

Kini, ia merasakan hal seperti itu yang kedua kalinya. Kata-kata anduang Pamina, persis seperti ibunya utarakan. Di mana ibunya selalu berjanji akan memasakan kue kipas yang enak. Bahkan rasanya mirip sekali. Ia rindu, dan ia rindu. Dadanya sesak mengingat semua itu.

Sementara anduang Pamina, tidak merasa sendirian. Sejak Magek Jobang menitipkan seorang pria muda, ia awalnya ragu. Namun ketika pria itu dalam bahaya, ia segara mengangkatnya menjadi anak tanpa ragu lagi. Ia sudah kehilangan Joan puluhan tahun yang lalu. Ia masih membayangkan, kalau seandainya Joan berusia 50 tahun. Seaindainya ia bisa melihat anaknya sudah beruban saat ini, mungkin ia tidak akan kesepian.

Ia ingin melihat anaknya menua, tapi keserakahan Puti Salati, yang selalu bertindak atas nama cinta, padahal itu obsesi konyol. Kelak, apabila Zainal dan Aul terjadi apa-apa, ia bersumpah akan membunuhnya untuk mereka.

"Saya bersumpah, akan membunuhnya untuk kamu dan juga abangmu. Saya sudah kehilangan dua orang yang saya cintai. Bila perlu, saya akan rebus kepalanya dalam kubangan air bawang putih." Dengan mulut yang bergetar. Aul menangis menjadi-jadi. Ia kemudian melepas pelukannya.

"Bila perlu, saya lakukan didepan kamu."

--------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sambadewa kedatangan tamu, pada saat ia sedang mengurus berkas, terkait kasus yang terjadi diwilayah bunian. Puti Salati, dengan bentuk hormatnya, ia menundukan kepala.

"Saya ingin berbicara kepada anda nyonya Sambadewa."

Ia kemudian melihat gelagat Puti, yang berusaha untuk bersikap sesopan mungkin. Lalu ia meletakan penanya dipinggir.

Lihat selengkapnya