The Fivebreakwater

Maina Zegelman
Chapter #10

10. Cerita ditengah malam.

Aul menatap dinding rumah minimalis ini. Cantik dan rapi. Ia yakin ini adalah rumah pemberian Magek Jobang, yang ia merupakan makhluk kaya yang bisa memperkerjakan manusia. Hanya saja, manusia tidak tau siapa dia sebenarnya.

"Saya ketemu inyiak pada saat usia saya 9 tahun. Saat itu saya melihat seekor harimau yang terluka parah, akibat sebuah tusukan panah. Saya bermain-main dibelakang. Harimau itu, meringkih kesakitan. Awalnya saya ragu hendak menolok. Tapi dari sorot matanya, dia seperti bayi dan menyejukkan mata. Saya beri dia berbagai macam obat luka alami. Setelah itu saya beri perban.

"Waktu saya kecil, saya awalnya membiarkan dia diluar. Namun karena saya kasihan saya coba gendong, meski nyawa taruhannya. Saya geret ke gerobak dan itu disaksikan oleh teman-teman saya. Orang tidak percaya bahwa harimaunya sejinak itu. Saya dan teman saya, membawanya ke masjid dan para jemaah berlari ketakutan. Untung saja, harimau itu jinak. Ia diberi makan, dirawat selayaknya hewan. Kami tidak pernah memberinya daging mentah."

"Suatu malam, kampung saya mengalami penjarahan besar-besaran. Banyak barang-barang orang yang terambil. Hingga kami semua warga diseret keluar, dan hendak dibakar. Para pendekar pedang siap-siap seakan hendak melakukan sesuatu pada kami. Rumah-rumah dibakar dengan membabi buta. Hal itu, membuat kami saat iti pasrah dengan kehidupan. Hingga beberapa saat, harimau yang kami rawat datang mendekati orang-orang itu dengan tatapan yang tajam. Seketika, ia mendadak menumbuhkan bulu seperti rambut. Ia berdiri layaknya manusia, kuku-kukunya, punggungnya mendadak hilang bulu, kami melihat saat dia perlahan-lahan menjadi manusia. Seketika kami semua terdiam kala itu. Dia menjadi manusia hanya mengenakan celana galembong, persis yang dipakai para peserta penari randai. Dia bantai semua pendekar yang meresahkan, hingga kepalanya putus."

"Anehnya, setelah itu kepala pendekar itu terbakar akibat serangan kurambit, yang saya lihat kala itu berwarna merah menyala, seperti besi yang baru dipanggang. Seketika, mendadak ada kabut tebal muncul diberbagai arah. Terlihatlah siluet seekor kucing, wanita yang membawa spatula, dan harimau lainnya. Dan kabut itu semakin lama-lama semakin tebal, dan membuat mereka berubah menjadi manusia. Ada Pasadama,Sina, dan Sambadewa. Mereka datang membebaskan kami. Dan menghentikan kebakaran dengan mendatangkan air, dari 5 ampang yang berbeda. Rumah kami yang terbakar, disiram dengan air, lalu berubah menjadi rumah yang bagus. Rumah ini salah satunya. Dalam sekejap menjadi rumah orang kaya."

Mendengar itu, ia kagum pada kisahnya. Seperti film-film yang sering ia lihat.

"Kalau saya malah seperti film horor. Abang saya, terkenal dengan ketampanannya. Setiap saya pulang sekolah, ada saja cewek yang kirim surat. Bahkan Direct Message yang ada penuh dengan kenalan cewek-cewek. Selain tampan, abang tidak neko-neko. Makanya wanita-wanita berharap jadi pasangan abang. Hanya saja, keindahan itu pesonanya menembus dunia lain. Awalnya abang hanya menolong seorang wanita misterius. Dia cantik sekali. Tapi setelah kami mengetahui, bahwa dia bukan manusia, ayahlah pertama kali menolak. Abang tidak suka awalnya dengan wanita itu. Bagi abang, kecantikan bukan prioritas utama dalam mencintai manusia. Malam, abang menghilang dan jejaknya tak berbekas. Ayah dijebak dengan minuman yang ternyata sudah diberi dengan Tuba, saat ayah hendak dirukiyah. Ibu diteror hantu suluah. Saya waktu itu hampir dikirim semacam teror, berupa gasing tengkorak. Akan tetapi, ada orang yang ahli rukiyah bilang, semua itu tidak berhasil lantaran saya dijaga oleh orang yang lebih kuat, dari makhluk wanita itu. Dia adalah siluman yang masih mengingat Tuhan, dan merupakan penjaga alam yang ibunya kawin dengan penjaga alam Aceh. Magek Jobang. Inyiak.

"Saya penasaran sosok Inyiak itu seperti apa. Saya selalu berdoa, bahwa saya bisa bertemu dengan sosok Inyiak ini, dan mendoakan yang terbaik dan dia diberi perlindungan. Setelah bertemu, dia memang baik. Dia malah menyuruh saya untuk jangan bersekutu sama dia. Dia ingin menolong lantaran, tolong-menolong adalah bentuk mendapatkan pahala tertinggi baginya. Abang saya menghilang kala itu dipegunungan Singgalang."

Mendengar itu, nenek Pamina menjadi sedih. Terbayang olehnya, anak seusia Aul kala itu, harus kehilangan kedua orangtuanya, karena keadaan yang terjadi secara tidak terduga-duga. Terlebih lagi, ia merasa Aul mulai kehilangan itu semua, kala ia sedang menikmati masa remaja. Masih dibimbing oleh orangtua, agar ia tak salah kaprah menjalani hidup.

Usia seperti itu, sedang sibuk-sibuknya bercerita bagaimana rupa kekasih yang tampan, dan isi puitis dari kalimat surat cinta yang menggebu-gebu. Tapi begitulah, ia harus menerima takdir yang mengerikan.

Anduang Pamina memicingkan matanya. Dalam hati, ia berdoa supaya ia dapat menjaga anak-anak yang saat ini ia jaga, sebagai keluarga barunya. Ia sudah tak punya siapa-siapa lagi. Aul, berdoa kelak ia bisa memusnahkan Puti Salati dan berkumpul dengan abangnya, tanpa ada penghalang apapun. Benar-benar seperti sediakala. Dan berjanji akan menjaga nenek Pamina. Sebab, kehadirannya mengingatkan ia dengan sang ibu.

Lihat selengkapnya