Dia tidak pernah membayangkan akan terlahir seperti ini. Dengan segala taring pada mulutnya dan cakar pada jemarinya.
Dia tidak pernah membayangkan akan seperti ini hidupnya. Didiskriminasi, dibuang dan tidak diinginkan.
Lalu yang terburuk dari semua itu, ketika dia akhirnya mendapatkan tempat untuk bernaung—sebuah rumah—dia dipaksa untuk melakukan apa yang tak ingin dilakukannya.
Membunuh.
Dia tidak pernah membayangkan akan menjadi seorang antagonis, tapi dia selalu membayangkan akan menjadi seorang protagonis.
Itu keinginannya, itu kehendaknya dan itu harapan serta doanya. Namun semuanya kandas hanya karena dia akhirnya menyadari siapa dirinya.
Hanya seorang manusia serigala menyeramkan yang siap memenggal kepala siapa saja yang melawannya hanya dalam sekali pukulan.
Dengan segala keburukan yang terlukis dalam dirinya, semua hal baik yang mungkin terjadi, tidak dapat dilihat oleh mata orang awam sedikit pun.
Tapi berbeda dengan gadis itu.
"Randolph!"
Sang manusia serigala memutar lehernya ke belakang. Dia menyunggingkan senyumannya begitu melihat sosok seorang gadis yang menjadi payung kehangatan untuknya.
Gadis itu berjalan mendekatinya. Dengan rambut semerah darah yang panjang dan wajah manis yang selalu berhias senyuman, sudah begitu terpatri dalam ingatannya.
"Rossalie!"
Begitu gadis itu duduk di sampingnya, Randolph kembali mendongakkan kepalanya.
Pandangannya menerawang langit gelap penuh gemintang yang bercahaya kerlap di atasnya.