The Forgotten Queen

Saturnodeus
Chapter #13

Tragedi 12

Secarik surat datang dari Theouplous. Baru saja diberikan oleh Jackson dan berkata kalau itu datang untuk memberi kabar Danielle sebagai calon permaisuri. Meski ia tidak merasa kalau Alceon terlampau membutuhkan itu. Koneksi dengan anak Stephenson cuma sebatas calon Raja dan calon Ratu. Danielle tidak pernah terpikirkan untuk membangun hubungan romantis di atas relasi politik. Selama ia tidak melakukan hal di luar kuasanya sebagai seorang Ratu nanti, tidak bakal ada masalah muncul.

Itu yang ia kira awalnya.

Kalau dipikir-pikir, ia dan Alceon seperti berbagi rasa kesepian yang sama. Dua orang dengan kepribadian berbeda tapi harus bertemu di titik tengah untuk menyambung hidup. Danielle berangan, kalau saja ia tidak berdarah Kronos, mungkin sekarang ia bakal ada di dalam kamar menyelesaikan deadline. Tidak ada rencana lain setelah acara Pemilihan Ratu. Mungkin saja kalau ia punya elemen Stephenson, ia tidak punya kesempatan menang. Kalau saja ia bukan dari marga Stephenson, kalau saja Danielle bukan anak dari Alan dan Rachel. Kalau saja Dewa dan Dewi mengirimkannya ke dunia sebagai orang lain.

Kamar tidurnya sudah tidak terasa seperti tempat kejadian perkara orang meninggal. Meski terasa lebih dingin ketika ia sadar kalau melakukan pembunuhan pertamanya di dalam ruang pribadi sendiri. Di depan meja rias, tidak ada yang ia lakukan selain mengusapkan telunjuk ke mangkuk kecil berisi madu. Berharap kalau luka di batinnya bisa diobati dengan makanan manis. Meski sia-sia, batinnya lebih enteng ketimbang harus bungkam dan menolak makanan.

Gaun hitam di badan baru saja melekat. Matahari juga belum menyingsing sepenuhnya di ufuk timur. Tidak ada alasan untuk tenggelam di dalam perasaannya sendiri sekarang. Hari baru saja bakal dimulai.

Teruntuk calon Ratu ku, Lady Danielle Stephenson.

Membaca kalimat awal, membuat Danielle merinding sebentar. Membayangkan Alceon bicara begitu di hadapannya, ia bakal menonjok anak itu karena main-main.

Teruntuk calon Ratu ku, Lady Danielle Stephenson.

Jangan marah kalau aku memanggil kamu begitu, sudah kewajiban. Aku harap situasi di dalam istana tidak membuat kamu kelabakan. Hidup di tempat berbeda untuk waktu yang lama, pasti susah.

Pertama, aku turut berduka cita soal kecelakaan yang menimpa Lady Aindita Calypso. Semoga jiwanya dipangku Dewa dan Dewi dengan tenang.

Aku merasa, kamu pasti memendam luka lagi setelah yang terjadi di Emrys. Soal mendiang ibumu, aku tahu karena Adolf yang bawa informasi. Dia sepertinya berusaha membantu supaya kamu tidak gampang panik waktu latihan. Jadi aku juga harus sadar diri kalau tidak menyinggung hal sensitif dan malah membuat kamu hilang hendali.

Bagaimana keadaan Emrys semasa aku pergi? Di Theouplous aku melihat beberapa perbedaan perlakuan, memang. Untuk kalian, orang berdarah Kronos. Mungkin ini tidak seharusnya dibicarakan lewat surat dan tidak ada untungnya juga kalau kamu tahu. Ini murni urusanku dengan Emrys. Tapi sepertinya sedikit-sedikit, kamu harus ikut andil. Sudah jadi tugas kamu, kan, kalau nanti menjabat?

Kalau kamu mau tahu, kapan aku kembali, jawabannya adalah sedikit lebih lama dari perkiraan. Aku harus menanda-tangani perjanjian baru antar negara sebagai aliansi. Keliling Theoplous dan ada beberapa agenda lain yang kalau dijelaskan, tidak bakal muat satu halaman.

Aku bilang, kalau ada yang tidak beres di susunan pemerintahan Emrys, kan? Setelah pulang, aku bakal beri tahu semuanya. Karena ini surat tidak resmi, jadi kamu bisa membalas dengan apa saja. Mau mengumpat, juga boleh. Bebas.

Balas saja kalau ada waktu luang. Tidak ada salahnya, kan, kalau kamu juga cerita keseharian kamu di Emrys bagaimana? Hitung-hitung mengenal satu sama lain. Meski tidak harus buru-buru, paling tidak sedikit saja supaya aku bisa lebih mengontrol mulut kalau bicara.

Sudah-sudah. Kertasnya tidak muat. Semoga kamu tetap sehat di Istana Janji Hitam. Dan tolong doakan aku juga. Awas saja kalau tidak.

Alceon Athanasius.

Danielle sedikit kaget waktu tahu kalau Alceon tidak pakai embel-embel Putera Mahkota atau lainnya di nama terakhir surat. Membuatnya bertanya-tanya, apa Alceon memang sesantai ini waktu berhadapan dengan orang yang ia rasa dekat dengannya.

Tidak ada salahnya, kan, kalau kamu juga cerita keseharian kamu di Emrys bagaimana?

Helaan napas kasar dihempas Danielle. Sengaja supaya beban di dalam batinnya juga ikut menguap di udara. Kalau ia harus percaya dengan Alceon seratus persen, tidak ada jaminan untuknya kalau Alceon bakal melakukan hal serupa. Berkata kalau kematian Aindita adalah salah ibunya juga kedengaran bodoh. Tidak bakal ada yang percaya. Bahkan Alan Stephenson juga pasti memilih untuk memarahi anak perempuannya ketimbang harus menuduh Mariana sebagai tersangka.

Lady Danielle Stephenson.” Seseorang bersuara dari balik pintu. Nadanya rendah seperti hampir menggeram. Kalau ditelaah dari suaranya, Danielle seperti tidak asing dan pastinya bukan salah satu pekerja istana.

“Iya,” jawab Danielle sedikit lebih tinggi.

“Ini Nathanael.”

Buru-buru Danielle membuka pintu. Membuat orang seperti Nathanael Athanasius menunggu, bisa membuatnya tidak enak hati. Bicara saja sudah jarang. Anak itu pasti mengumpulkan banyak tenaga supaya bisa mengatur mood dan berhadapan dengan orang.

“Maaf tidak membuka lebih awal,” ujar Danielle sungkan. “Kalau boleh tahu, ada apa, ya?”

“Yang Mulia Ratu bilang, kalau kamu diutus ikut rapat Dewan Besar, besok. Untuk detailnya aku kurang tahu. Tapi lebih baik kamu datang saja.”

Mariana. Membayangkan namanya berkeliaran di otak saja membuat buku-buku jari Danielle memutih, menahan dongkol.

“Jam delapan pagi. Tolong jangan sampai terlambat.”

“Terimakasih informasinya, Yang Mulia.” Danielle membungkuk hormat.

Nathanael cuma membalas dengan bungkukan badan sebentar. Bayangannya kembali hilang dimakan gelapnya lorong. Sama seperti pertama mereka berbincang. Nathanael Athanasius terlampau misterius.

Baru kali ini Danielle diikutkan rapat dewan. Riuh suara lantang serta banyak orang bersaut-sautan membuatnya kadang bingung, bagaimana bisa ayahnya menahan diri untuk tidak meledak. Alan sepertinya memang punya kontrol emosi luar biasa untuk hal-hal penting.

Jajaran bangku disusun seperti hendak ujian di sekolah. Mengarah langsung ke kursi Janji Hitam di depan. Sepertinya ruang rapat dewan kecil tidak lagi cukup kalau digunakan untuk berkumpul semua orang pemerintahan.

Danielle duduk di deretan keempat, paling belakang. Bias cahaya matahari lewat kaca jatuh di gaun hitamnya. Membuatnya seakan menyala dengan serbuk-serbuk debu di atas. Dengan bersarung tangan warna senada, siapa saja tahu kalau ia sedang berduka. Surai cokelat madu nya disanggul mawar rendah, tidak sampai di atas kepala. Hijau botol cuma ada di bergelangan tangan sebagai gelang. Danielle menggunakan sisa aksesori bebungaan milik Aindita yang ada di dalam saku pakaian. Jessica benar berpesan pada Jackson untuk menyematkannya di laci meja rias.

Kursi kebanggaan Athanasius kosong. Tidak ada yang menempati karena Alceon sendiri sedang bepergian. Gantinya, Ibunya duduk di kursi kayu milik Tangan Kanan Raja, dekat dengan kursi utama. Di samping kanannya, Nathanael duduk dengan tenang. Mahkota api kelabu di atas kepalanya menyala redup seakan yang punya sedang menahan kantuk. Bisa tidur kapan saja dan menyebabkan apinya sendiri hangus. Denes dan Abyss duduk berdampingan di sisi kiri Ratu Mariana. Masing-masing punya bara berbeda di atas kepala dengan aura lebih tenang. Kelewat tenang. Rumor soal keduanya yang pernah didengar Danielle dari Aindita jadi seperti sebuah kenyataan. Berusaha ditutup-tutupi tapi tidak berhasil.

“Untuk sekarang, solusi terbaik adalah membawa klan Kronos untuk tetap dikurung di dalam istana.” Seorang laki-laki dengan surai keperakan dan manik mata menyala emas, bangkit dari kursi. Tangan kanannya meremas selembar kertas. Ia ada di deretan kedua, dan membuat Danielle harus mendongak dari pandangan ke sepatunya sendiri. Sebagai tanda kalau ia masih mendengarkan.

Lady Danielle terkena tembak di lengan. Kalau dibiarkan, bakal semakin kacau.” Orang lain menyahut dari samping kiri Danielle. Berpakaian dengan warna ungu serta merah jambu, Maya.

Mendengar namanya disebut, baru kali ini Danielle tertarik untuk ikut terjun ke dalamnya.

“Itu kecelakaan. Tidak ada siapapun yang mau itu terjadi.”

“Lalu? Menyerahkan semuanya ke knight juga tidak mungkin.”

“Semua kebijakan yang dititahkan Yang Mulia Ratu sudah dipikirkan. Aku cuma menyampaikan opsi lainnya saja.”

Mungkin sudah saatnya aku tutup kuping. Danielle menahan diri sendiri untuk tidak mengumpat. Menggigit daging di sekitaran bibir supaya tidak keceplosan.

Lady Danielle bisa membantu.” Ratu Mariana bersuara. “Kalian lupa kalau calon Ratu kalian sendiri adalah orang berdarah Kronos?”

Mendengarnya saja sudah membuat Danielle kembali merinding. Sekujur tubuhnya seakan menolak untuk lupa kejadian malam lalu. Ketika ia tidak berdaya dan bahkan jadi orang paling lemah di tengah hutan. Ingatannya kali ini kembali bereaksi pada debar jantung. Memburu bagai dikejar warga. Beruntungnya, Danielle tidak merasakan hawa panik sama sekali. Ia tidak sedang terhimpit.

“Aku berencana mengirim Lady Danielle untuk berkunjung ke markas mereka di Emrys.”

Apa orang ini sudah gila? Danielle memekik dalam hati.

“Keputusan ini sudah dirundingkan dengan pimpinan Stephenson.” Yang Mulia Ratu beranjak dari duduknya. Berjalan mendekat ke deretan paling akhir untuk bisa mencapai bangku yang Danielle duduki. “Dewan Kecil setuju untuk membujuk orang klan Kronos dengan bantuan Lady Danielle. Sebagai orang yang punya nasib serupa, mereka bakal kuwalahan menolak permintaan Ratu mereka sendiri.” Sentuhan tangan Ratu Mariana jatuh di pundak Danielle. Meremas pundak anak Stephenson seolah mengancam. “Benar, kan?”

Manik hazel Danielle melirik sekilas. Tidak tertarik.

Lihat selengkapnya