Prioritas utamanya sekarang adalah menyelamatkan Jackson Stephenson. Soal bagaimana nantinya bakal bertemu dengan situasi tidak terduga lagi, Danielle tidak mau ambil pusing. Biarlah ia diam-diam berdoa pada Dewa dan Dewi kalau kakak laki-laki nya masih sudi mereka selamatkan.
Gerbang pertama masuk Southares bisa dibuka. Kentara kalau Mariana sudah tahu bahwa Danielle bakal kembali di waktu dekat atau ia memang tahu Danielle bakal kembali hari ini. Gesek dedaunan hutan serta angin semilir berbanding terbalik dengan keadaan yang Danielle hadapi. Ia tahu, kalau perjalanannya kemari tidak akan mulus. Sudah terasa sejak awal. Tapi berdarah-darah tidak pernah terlintas di pikiran.
“Mariana tidak akan melepaskan kamu dengan patah hati begini, Lady Danielle,” komentar Jessica. “Sebaiknya kamu waspada mulai sekarang.”
“Aku tahu.” Danielle harus tetap menjaga pandangannya ke depan. Melirik Jessica yang ada di balik badan dan condong ke kiri saja, ia tidak mampu. Tidak akan ia biarkan dirinya sendiri kecolongan.
Sebas di sisi kanan Danielle diam saja. Karena tidak tahu watak Danielle aslinya, mungkin pemuda itu memilih tidak mau ikut diseret ke pembicaraan. Mendengarkan dan menganalisa seperti sudah jadi tabiatnya sejak awal bertemu.
Kalau saja Danielle bisa memikirkan situasi ini lebih awal, ia bakal membawa Cerberion bersama dengannya ke markas besar klan Kronos. Anjing berkepala tiga itu satu-satunya yang bisa menakhlukkan siapa saja. Membawa api hitam Hades dan paling tidak, Cerberion bisa berlaku baik-baik tanpa emosi berlebihan terhadap Danielle. Memanggilnya jadi sesuatu yang menguntungkan.
Tapi bakal sia-sia kalau tidak berhasil. Danielle bakal dianggap orang tidak waras yang berharap bisa diselamatkan makhluk mengerikan itu. Untuk sekarang, ia harus bertahan dengan sisa orang yang ada. Di balik tubuhnya sudah ada lebih dari seratus orang. Awalnya memang sengaja disebar, tapi karena bahaya seakan tidak bersembunyi lagi, orang-orang Kronos jadi bergerumbul di balik badan Danielle. Berkuda masing-masing dengan suara beberapa benda besi bergesek satu sama lain.
Jalan menuju jembatan Istana Janji Hitam mulai kelihatan. Tapi kini pelan-pelan seperti lenyap dimakan warna keemasan baju zirah. Dari deretan pohon di kanan dan kiri, bermunculan orang-orang dengan bendera di atas kepalanya seperti kuncir. Selendang di pinggang mereka beragam, tanda kalau semua prajurit berbeda klan menghadang jalan Danielle sekarang. Jumlahnya lebih banyak dari yang ia hadapi ketika hendak membawa Aindita pulang, dulu.
Sekitar dua puluh orang dan dibagi menjadi dua saf, depan belakang. Deru langkah kaki lain bisa Danielle dengar datang ke balik banteng prajurit. Tanpa baju zirah tapi tetap pakai setelan istimewa. Tanda kalau mereka siap bertempur juga. Warnanyanya ungu tua dengan selendang merah muda. Membawa busur dengan anak panah sebening kristal. Berasap jarang-jarang, es klan Maya.
Manik mata Danielle membelalak ketika menangkap pakaian putih tulang ketat. Berdiri sekitar sepuluh orang di balik gugusan klan Maya. Banyak ekspresi yang ditimbulkan mereka. Antara ketakutan sampai diam saja seperti tidak bakal terjadi apa-apa.
Ratu Mariana memang sudah gila.
“Dimana Jackson Stephenson?” Tanya Danielle. Ia berniat berbaik hati sejenak. Siapa tahu saja kalau mereka cuma disiapkan untuk menggertak.
Tidak ada satupun yang bersuara.
“Apa kalian disiapkan untuk membunuh aku disini?” Danielle kembali melempar pertanyaan.
Menunggu bukan sesuatu yang Danielle suka sejak awal. Ia benci kalau harus menanti yang tidak pasti. Kalau memang Dewa dan Dewi menyuruhnya untuk bertempur, ia bakal lakukan. Siapa pula yang bakal menyangka kalau elemennya bakal digunakan untuk membunuh orang banyak, sebentar lagi. Terlalu cepat.
Ujung bening dari kristal es memantul di bawah sinar matahari. Lajunya cepat menembus udara di atas orang-orang. Asalnya dari hadapan Danielle. Mendarat ke balik badan dengan pekikan seseorang yang jatuh ke tanah.
Tidak ada waktu untuk menyesal, sekarang.
Sabuk di genggaman tangan ia lempar berkali-kali sambil memberi dorongan supaya kuda ditunggangan bisa berlari. Menerobos banyak prajuri sambil meraba setiap orang yang perlu Danielle sakiti. Elemennya bergejolak dalam badan. Meronta karena terlampau banyak orang. Fokusnya sekuat tenaga ia jaga. Menggulingkan orang-orang dengan baju zirah dan mematahkan pergerakan sebanyak-banyaknya. Ia tidak peduli bagian mana dari tubuh lawan yang bakal ia genggam, asal bisa menghambat, Danielle bakal diuntungkan.
Tenaganya terkuras hampir setengah. Setelah jatuh berguling di tanah, Danielle bangkit susah payah. Menghindar dari beberapa hunusan pedang dan mengeratkan cengkeraman tangannya pada udara kosong. Mengalirkan darah terkutuk di dalam badan untuk bisa mencopot orang-orang seperti boneka mainan.
Danielle bersyukur mengenakan pakaian dengan warna kelam. Kalau tidak, ia bakal berubah jadi seperti buah apel segar siap makan. Kini cuma wajahnya yang tidak bisa ia selamatkan dari cipratan darah.
“Yang Mulia!”
Karena efek dari orang klan Kronos yang memperlakukannya terlampau formal, Danielle jadi terbiasa. Ia menoleh untuk memastikan siapa yang memanggil.