Setiap batu es yang dibentuk dari balik kulit Jessica, meleleh ketika sampai di tanah. Suhu sudah semakin meninggi dan anak Maya itu seperti menyia-nyiakan elemennya untuk sesuatu yang tidak berguna. Meski Danielle tahu, Jessica hanya berniat untuk membantu.
Dari ujung bibir, muncul kucuran darah sedikit-sedikit. Jessica kelihatan sekuat tenaga untuk menahan supaya tidak muntah tapi tetap saja cairan kental itu menerobos keluar. Bahkan Jessica sudah ada di batas tubuhnya.
Berkali-kali perempuan itu menyiramkan elemen airnya ke beberapa orang yang mulai memercikkan api di badan. Paling tidak, bisa menghambat badan orang lain supaya tidak mati konyol.
Berada di dekat Jessica, membuat Danielle sedikit merasa sejuk. Ia memekik, “Sebas, kamu fokus ke orang yang punya elemen api ini. Aku bakal fokus ke orang Olympia nya.”
Sebas mengangguk, tanda kalau sanggup.
Meski idenya muncul dari Danielle, ia masih kesulitan menangkap sosok di depan sana dengan indera seadanya. Melacak orang di balik lempengan besi tebal terlampau menyulitkan. Terlebih Danielle tidak tahu bagaimana wujudnya dan tidak bisa memperkirakan seberapa besar tubuh orang Olympia di depan sana. Ia tidak yakin kalau tenaganya bakal cukup. Terkuras akibat menyesuaikan suhu tubuh dengan rasa khawatir mendera di dalam pikiran.
Tubuh Jessica yang ambruk di sampingnya. Terduduk dengan kedua tangan menapak ke punggung salah seorang mayat. Mencoba mengatur napasnya sendiri sambil terbatuk-batuk. Wajahnya basah dan Danielle enggan tahu apakah itu cuma keringat atau bercampur dengan air mata.
“Lady Danielle, permisi.”
Lengan Danielle ditarik Sebas supaya mendekat. Ia sudah siap menyumpah-serapahi anak Arquemedes yang berubah jadi Athanasius ini kalau tidak merasakan beban di atas kepalanya. Di tengah kekacauan, Sebas Athanasius justru memahkotai Ratu nya berbekal darahnya sendiri yang tidak berhenti mengucur.
Entah untuk ajang pamer atau memang Sebas hanya ingin saja. Tubuh Danielle serasa seperti bangun tidur. Sesegar pertama kali membuka mata. Ia mengerjap-ngerjap dan menggoyangkan kepalanya ke kanan dan kiri. Menyesuaikan beban melayang di atas ubun-ubun. Benaran tidak berpindah tempat.
“Silakan coba lagi.” Sebas berkata seperti kalimat hadiah mainan di kemasan makanan ringan.
Sambil memejamkan mata, Danielle mengira-ngira orang di depan sana. Siapa kiranya yang bakal diutus Mariana untuk membumi-hanguskan ia sekarang. Mungkin seorang laki-laki, punya tinggi hampir seperti Sebas. Di dalam otaknya membentuk sebuah sosok dengan senyuman berlesung pipi. Pelan-pelan Danielle mendapatkan jaringan ototnya. Merabanya dari kaki sampai ke tubuh. Rasa khawatir yang sempat ia tahan, dilimpahkan seluruhnya. Siapapun orang di depan sana, ia sudah menelan banyak korban jiwa orang tidak bersalah disini.
Aku tidak peduli mau jadi seperti apa mayatmu nanti.
Cipratan air mulai terdengar ketika beberapa orang tersisa di balik badan Danielle, bergerak-gerak. Untuk memastikan, Danielle menoleh pada Jessica. Mungkin anak Maya itu sudah memulihkan tenaganya sendiri. Dengan robohnya lapisan besi seperti rumah pasir yang terkena ombak, cahaya matahari mulai kelihatan kembali.
“Jessica?” Tanya Danielle.
“Bukan aku.” Dari nadanya yang tidak beraturan saja, Danielle bisa tahu kalau Jessica sudah tidak punya kemampuan lagi bahkan untuk berdiri.
Di bawah sepatu boots, air menggenang sampai ke mata kaki. Rasanya dingin dan anehnya, berwarna aquamarine. Berbeda dari elemen Maya yang pernah ia lihat. Biasanya rupanya seperti air mineral tapi sekarang jadi menyerupai minuman yang punya rasa.
Setelah dinding besi tinggal setengah badan, Danielle bisa lihat rupa orang berbalut pakaian warna kuning serta cokelat tanah. Keadaannya persis seperti orang Dafandra yang pertama ia bunuh di dalam istana. Yang menjadikan Danielle ketar-ketir sekarang adalah wajah orang yang sudah mati itu. Ia punya relasi terlampau dekat dengan Mariana, David Olympia.
Sebas mengeratkan tangan kanannya yang masih punya ruas telapak. Setiap pergerakannya, berpengaruh pada perempuan berseragam merah darah di samping David. Di atas kepalanya masih muncul lempengan api dengan warna biru safir. Menyala-nyala tidak tentu karena tuannya yang terhimpit. Ia masih berdiri meski seakan dibekap dengan banyak tali di sekujur badan. Perempuan itu diam saja tapi Danielle gatal untuk menyapa.
“Siang, Lady Amanda Athanasius,” katanya. Ia bisa rasakan cincin darah di atas kepalanya semakin berat. Mungkin makin tinggi atau bahkan bisa saja diameternya lebih lebar.
Danielle menoleh ke belakang sekarang. Memastikan siapa saja yang tersisa. Dari Cecillia yang menghanguskan kedua tangan dan salah satu kakinya, Jaeson yang tergeletak di tanah tapi masih bernapas, hingga Geronimo satu-satunya yang selamat.
“Geronimo, kamu cari bantuan,” kata Sebas.
Dengan luka serius, Danielle bisa saja memanggil Adolf untuk perawatan orang-orang. Tapi ia tidak yakin bakal keluar dari tempat ini dengan selamat atau justru jadi mayat. Memberikan harapan palsu pada seseorang yang ada di ambang kematian, terlampau kejam.
Warna biru navy gelap dan emas jadi perpaduan terasing yang ditangkap pandangan Danielle pada sosok di balik pohon. Langkahnya pelan-pelan mendekat, penuh perhitungan. Aura yang ditimbulkan, seningrat Alceon dengan lencana emas berukir lambang air. Surainya hitam bergelombang dan dipangkas rapi. Mata Athanasius yang sebiru lautan membaur apik dengan pakaian di badannya. Satu yang jadi atensi Danielle adalah mahkota air dengan warna aquamarine di atas kepalanya. Melayang-layang dan membiaskan cahaya matahari. Seperti menyala semenyilaukan berlian.
Tubuh Danielle membungkuk. “Yang Mulia Triton Athanasius,” gumamnya. Ia tidak punya waktu lagi untuk memikirkan motif apa yang membawa Putera Mahkota Theouplous kemari. Selama Triton membantu, Danielle bisa diuntungkan di saat ini.
“Yang Mulia Danielle.” Triton menyunggingkan senyum formalitas. “Aku bakal bukakan jalan untuk kamu ke Janji Hitam.” Ia berjongkok di samping tubuh Jaeson. “Bantuan bakal datang, sebentar lagi.”
“Terimakasih.”
“Ya, sama-sama.”
…
Batin Danielle tidak enak semenjak meninggalkan Jessica bersama dengan kawanan orang terluka lainnya, di belakang. Bersisa cuma ia, Sebas, dan Putera Mahkota Theouplous sekarang.