The Forgotten Queen

Saturnodeus
Chapter #20

Epilog

Lampu di tengah ruangan menyala terang. Sinarnya membuat pernik-pernik sekitaran berkilau dan membiaskan cahaya. Warnanya putih mengkilap dan kadang ada yang membaur dengan hijau pupus atau sekadar kelabu terang. Ruang takhta masih sama besarnya ketika terakhir ia kemari. Tidak ada yang berubah. Cuma fakta kalau sekarang adalah waktunya untuk duduk di kursi sakral. Masih tidak terduga.

Kursi Putih dibangun di tengah ruangan. Dekat dengan serpihan kaca yang membentuk lingkaran cincin bersinar warna emas. Punya ujung-ujung mencuat seperti sinar matahari yang digambar anak kecil. Menjadikan kursi dari marmer itu kelihatan mahal. Terlampau mahal. Di atasnya digantung helai kain warna lilac, perpaduan antara biru pupus dan ungu terang hampir mencapai putih. Warnanya tidak selaras dengan dinding ruangan yang bercat usang.

“Permisi, Yang Mulia.”

Seseorang menegurnya dari balik badan. Berhati-hati supaya tidak menyebabkan gaduh. Tahu betul kalau empunya tidak suka diganggu dan dikejutkan. Diajak bicara saja, jarang-jarang. “Kursi sudah dibersihkan, Yang Mulia Veddira bisa duduk,” katanya lagi.

Kedua tangan Veddira menyincing ujung gaunnya yang berwarna putih. Dengan rompi lilac dan mahkota cincin putih di atas kepalanya, siapa saja bakal tahu kalau ia yang jadi pewaris takhta berikutnya. Semua orang harus tunduk padanya mulai minggu depan. Meski masih terasa mustahil, tapi inilah takdirnya sekarang.

Pagi ini, ia dijadwalkan bertemu dengan salah seorang utusan dari Emrys. Kabar yang dibawa, bisa baik dan bisa buruk. Ia tidak mau mewanti-wanti. Membuat ekspektasi adalah satu dari sekian banyak kesalahan yang dibuat manusia. Ia tidak akan jatuh ke jurang yag sama seperti ayahnya. Tidak akan pernah.

Pintu kembar di hadapan didorong pelan-pelan. Warna lain yang tidak terduga, mulai masuk ke dalam ruangan. Bias merah muda dan ungu memantul di lantai keramik. Beserta sol sepatu yang mengatuk-atuk, membawa seorang perempuan bersurai beda warna berdiri di depan Veddira. Tubuhnya mungil. Lencana air dan bumi digantung di pinggangnya yang ramping. Ada lempengan besi lain di bagian dada. Terbuat dari emas dan membentuk lambang tangan berapi. Tanda bahwa ia adalah Tangan Kanan Kerajaan.

“Selamat datang, Lady Maya,” ujar Veddira. Ia benci setengah mati dengan basa-basi. Tapi disamping itu, ia membutuhkan topik ringan supaya tidak terlalu pusing dengan masalah di perbatasan. “Apa kamu dikirim untuk menyerah?”

“Perkenankan saya memperkenalkan diri, Yang Mulia.”

Lihat selengkapnya