Perempuan itu baru saja membuka mata dan secara sadar sedang berada di kamar semasa dia kecil. Rumah dinas polisi, sebelum ayahnya membeli rumah. Dia mengentaskan diri dari berbaringnya di kasur kamar depan itu. Seisi ruangan gelap, dengan penerangan dari cahaya kilat yang sesekali menembus tirai. Tidak seperti rumah yang dia tinggali bersama suami, yang punya penerangan lembut dan nyaman berasal dari lampu tidur. Pintu kamar terbuka dengan sendirinya. Suara guntur menggelegar semakin membuat degup jantung tak beraturan. Sekelebat bayangan melintas di depan kamar. Rasa takut mulai menyergap tubuhnya, melemaskan otot-ototnya. Dia memanggil Bapak dan Ibu.
“Pak? Bu?”
Sampai ketiga kalinya. Namun, tidak ada jawaban selain gelegar guntur. Ototnya yang semula melemas, tiba-tiba membuatnya beranjak dari kasur, lantaran siluet bayangan perempuan berdiri di balik jendela. Di depan kamar yang terhubung langsung ruang tamu, dia kembali memanggil bapak ibunya. Di atas kursi sofa panjang, terpampang foto keluarga dengan bapak berseragam polisi duduk bersama ibu dengan seragam istri polisi. Sedangkan kedua anaknya memakai batik dan kebaya, berdiri memegang pundak. Laki-laki memegang pundak Ibu, perempuan memegang pundak Bapak. Tetapi bukan itu yang menjadi fokusnya, melainkan pantulan sosok nenek-nenek yang berdiri di belakangnya. Dia menoleh ke belakang, sosok itu menghilang. Dia ke kamar sebelah, mencari orang tuanya. Kamar itu kosong, hanya menyisakan ranjang dan dia mencoba menghidupkan lampu. Listrik pun tak bersahabat, kegelapan menang. Pintu depan terbuka sendirinya. Sosok siluet perempuan sempat terlihat di jendela kamar, kini siluet itu di jendela ruang tamu. Sosok itu perlahan menuju pintu, menemui dia yang mematung. Mukanya mengerikan: hitam, hancur, mata merah, rambut gimbal penuh uban, dengan pakaian lusuh. Kakinya tak menapak, melayang rendah dengan jari-jari panjangnya terjulur hendak mencengkeram leher perempuan itu.
“Pak! Bu! Toloong!!”
Teriakan sia-sia. Tangan pucat sosok mengerikan di depannya telah mencengkeram leher. Cengkeraman semakin kuat, terasa tajam seolah mudah memotong leher.
“Semua ini gara-gara kamu!” teriak sosok itu. Suaranya terdengar seperti kumpulan beberapa orang. Ada suara berat laki-laki, suara lengking perempuan, berpadu. Tinggal menunggu ajal menjemput.
“Kamu harus selesai di sini!!”