Mereka geratak seluruh isi rumah. Setiap pojok rumah dibacakan ayat-ayat suci, kecuali kamar mandi. Bahkan minta izin memeriksa kolong ranjang. Memeriksa serinci mungkin, tak ada satupun tempat yang terlewat termasuk kamar mandi dan sela-sela pintu. Rumah ini harus bersih dari segala buhul. Diberantas dan dibakar tanpa sisa. Bahkan mereka siap semalam suntuk menghadapi teror yang biasanya dimulai pukul 02.30 dini hari.
"Ustaz, saya menemukan ini di bawah kolong meja Bu Raya," ucap salah seorang kru kepada ustaz yang meruqyah.
Dipungutnya benda berupa buntalan kain putih. Kain kafan itu sudah kusam. Tampak telah lama ditempelkan di bawah langit-langit kolong ranjang Raya dengan jarum pentul. Buntalan kain kusam di tangan ustaz itu dililit beberapa lapis lilitan. Tali-tali yang melilit pun dibukanya sambil membaca nama Tuhan. Isi buntalan kain hanya secarik kertas tulisan Suryani, mirip dengan tulisan Arab tetapi jika dibacapun tak berbentuk kalimat. Dalam terjemahan dari tiga sampai empat huruf Suryani itu, mirip huruf hijaiyah. Dalam kitab yang dibaca ustaz, itu disebut rajah yang merupakan simbol atau mantra pemanggilan jin. Jin yang bisa mengganggu keharmonisan rumah tangga.
"Ini simbol yang mendatangkan mudarat. Tidak ada manfaatnya. Dibuat marah dan bertengkar penghuninya, dibuat mimpi buruk, enggan berhubungan badan, dan sebagainya," ucap ustaz usai membuka rajah.
"Mengenai mimpi buruk, mimpi buruk itu berasal dari setan. Bisa jadi buhul ini yang membuat jin bertambah kuat mengganggu ketentraman dan penyebab sering mimpi buruk. Jika mimpi buruk, baiknya memang tidak perlu diceritakan agar tidak menjadi kenyataan. Namun, dalam kasus Mbak Raya, kami butuh informasi sekecil apapun," terang ustadz yang beredar ke teras demi membakar rajah itu.
Selang beberapa detik dimana kain kafan kusam beserta rajah terbakar api, salah satu dari tiga kru menghadap lagi kepada ustadz. Ditunjukkannya apa yang ada di tangan. Di tangan kanan memegang tasbih kecil berwarna hijau giok. Sedangkan sebongkah batu bacan serupa giok di telapak kiri.
"Apa benda ini punya Pak Dito atau Bu Raya?" Tanya ustaz sebelum membakarnya juga. Raya dan Dito pun menggeleng.
"Kami tidak pernah punya tasbih atau batu semacam itu, Ustadz," jawab Dito.
"Baik. Kami musnahkan batunya dan membakar sekalian tasbihnya."
"Saya izin ikut serta begadang sampai jam 02.30, Ustaz. Saya pribadi sudah geram. Ingin tahu bentuk yang mengganggu kami seperti apa," pinta Dito yakin.
Raya akan tidur sendirian di kamar. Sedangkan Niken diungsikan ke rumah orang tua Raya. Dengan ritual yang diajarkan ustaz, ranjang itu dikibas sambil merapal takbir dan basmalah di setiap kibasan. Berdoa dengan bacaan lain dan ayat kursi sebelum merebahkan punggung. Dia yakin Tuhan sebaik-baik penolong. Melalui bantuan ustaz, Sang Pencipta memberantas hal mistis di rumahnya. Sebagaimana kemarin malam hal mistis terjadi lagi.
Sedangkan kemarin Raya terlelap di atas ranjang, Dito begadang di depan televisi. Niken istikamah di malam Minggu menginap di rumah orangtua Raya. Seperti biasa, di sana akan sibuk dengan layar sentuhnya, rebahan sampai jam 10-an malam.
Dito membangunkan Raya pukul 01.25 dini hari. Dia minta ditemani menonton sepak bola klub favoritnya. Sempat Raya membuatkan kopi dan menyuguhkannya di hadapan Dito yang bersila. Di atas karpet yang sama, Raya menepi ke dinding di balik punggung Dito. Dia berbaring menghadap kanan, dengan telapak menopang wajah. Tak lama melihat adegan monoton dari siaran langsung yang ditontonnya, kelopak mata tertutup. Hanya sebentar terlelap. Dia rebahan pukul 01.35, terlelap lima belas menit kemudian, merasa terbangun pukul 02.25. Dia merasa bangun ketika sadar matanya telah menatap layar.
Mata Raya menyaksikan pertandingan yang masih berskor sama, kosong-kosong. Dito di depannya geram dengan tangan mengepal. Bicara sendiri, heboh sendiri. Samar-samar di ujung pelipis mata Raya, ada sesuatu yang memiliki rambut. Diusahakan olehnya mata tetap terpaku ke layar televisi. Dugaannya tak salah, di pojok langit-langit ada yang merayap. Tangan dan kaki nan pucat seakan menempel di langit-langit, sedangkan badannya menghadap tepat ke wajah. Dari ujung pelipis kepala sosok berambut hitam panjang itu bergerak-gerak. Raya memberanikan diri menoleh ke atap dan…
Bukk!!!
"Ini semua gara-gara kamu!" Teriak sosok menyeramkan itu ketika menimpa tubuh Raya.
Begitu jelas wajah pucat dengan mata melotot di hadapannya. Kakinya tak bergerak, tubuh yang tertindih, membuat lemas untuk melawan. Lengan Raya ditindih pula dengan tangan berkuku panjang. Hanya satu yang bisa dilakukan: berteriak keras.