"Halo Mas Bagus," sapa Mimi pada seseorang di telepon, "Mas nunggu di sebelah mana? Kami sudah sampai tapi kok sepi banget ya?"
Atika mendengarkan sahabatnya itu menelepon sepupunya yang dipanggil dengan sebutan "Mas Bagus".
"Kami di pintu selatan Mas, kan tadi Mas nyuruh kami ke pintu selatan," nada suara Mimi mulai terdengar tidak sabar. Agaknya berjalan sekian meter sambil menarik-narik koper beratnya cukup mempengaruhi perasaan Mimi.
"Mas di mana?" Tanya Mimi lagi pada orang yang diajaknya bicara di telepon, kali ini sambil celingukan.
"Aku nggak lihat siapa-siapa di sini Mas," menurut Atika nada tidak sabar dalam suara Mimi sudah mendekati panik.
"Kalau Mas di sini pakai baju oranye pasti aku lihat Mas,"
Hening sejenak sementara Mimi membiarkan sepupunya itu bicara.
"Oalah, gitu ya? Jadi aku sama Atika salah gerbang?"
Apa? Atika tidak ingin mempercayai pendengarannya, ia dan Mimi salah gerbang? Setelah berjalan sejauh itu?
"Apa kami harus balik lagi Mas?"
"Oh, oke-oke. Kami tunggu di sini ya. Pasti Mas lihat kok. Hanya ada kami berdua di sini dengan dua koper yang besar-besar," Mimi mengakhiri percakapan itu sambil mengucapkan terimakasih pada sepupunya.
"Kita salah gerbang Mi?" Atika tidak mau menunggu lama untuk memperjelas apa yang terjadi.
Mimi nyengir, "sepertinya begitu. Seharusnya kita berjalan sedikit ke arah timur begitu keluar dari gedung stasiun. Tadi kita salah masuk ke lorong yang membawa kita ke parkiran motor ini. Saat ini Mas Bagus sedang menunggu kita di gerbang yang seharusnya."
"Tapi tenang, kita nggak perlu kemana-mana," Mimi menenangkan sahabatnya yang terlihat mulai gelisah, "Mas Bagus akan memutar dan menjemput kita di gerbang ini."
Maka mereka berdua pun duduk di gerbang selatan bagian barat yang sepi itu sampai mas Bagus dan mobil budhenya Mimi datang menjemput.
***
"Koe kok isa tekan kene?" (Kamu kok bisa sampai sini?) Sapa seorang laki-laki berkaus oranye yang baru turun dari mobil sedan putih pada Mimi. Rupanya mas Bagus-nya Mimi masih berusia dua puluhan.
"Maksudnya tekan kene yang mana Mas? Sampai Yogya atau sampai gerbang yang sini?" Tanya Mimi dengan nada agak galak. Rupanya dia masih kesal dengan adegan geret-geret koper nan berat.
"Ya sampai gerbang yang sini lah. Kalau kamu ke Yogya kan Mas tahu, kamu mau kuliah," jawab mas Bagus masih dengan nada santainya.
"Oh, tadi Mimi salah ikut orang. Mimi dan Atika ngikutin gerombolan orang yang ternyata parkir mobil dekat sini," jelas Mimi, "Oya Mas, ini Atika, sahabat Mimi dari Bandung."
Atika mengulurkan tangannya, menyalami sepupu Mimi yang menjemput mereka, "Atika," katanya memperkenalkan diri.
"Bagus Antawijaya," mas Bagus-nya Mimi ikut-ikutan menyebutkan namanya.
"Atika kuliah juga di Yogya?" tanya Bagus.
"Enggak Mas," jawab Atika, "belum diterima."
Bagus terlihat bingung harus bereaksi seperti apa terhadap jawaban Atika. Mimi memecahkan kecanggungan dengan berkata, "tapi tahun depan Atika bakal kuliah di sini juga kok Mas. Oya, ngomong-ngomong aku lapar banget nih. Apa kita nggak pergi sarapan dulu atau gimana?"
"Oh iya, lali aku," (oh iya, aku lupa). Bagus pun dengan sigap membantu kedua gadis tersebut mengangkat koper mereka ke dalam bagasi dan mempersilahkan keduanya naik ke dalam sedan putihnya. Mimi duduk di depan sedangkan Atika di belakang.