The Gate Opener's Mission

Brandon Evans
Chapter #4

Chapter #04

Samar-samar dia melihat wajah seseorang tepat di depannya. Setelah pandangannya jelas, nampak seorang pria berwajah rupawan. 

Kulitnya putih mengkilap bak porselin. Rambut dan iris matanya berwarna perak. Kelopak mata bawah kanan dan kiri terdapat garis samar berwarna merah.


"Hai cantik," sapa pria itu. Senyumanan hangat tersungging di bibir merah jambunya.


Viole tertegun, tanpa bisa berkata-kata. Wajah pria itu mampu menyihir siapapun yang melihatnya. Bahkan dia memancarkan cahaya yang lebih terang dari sinar matahari.

Inikah yang dinamakan malaikat? Makhluk yang Viole dengar dari alkitab?


"Sudah aku bilang, aku akan membantumu tapi dengan syarat kontrak," ujar pria itu kembali.

Kekaguman Viole pun buyar seketika, begitu mendengar kalimat itu.

'Loh ... sama?' batin Viole. Kalimat itu sama persis dengan kalimat yang diucapkan oleh suara misterius sebelumnya. 


Kedua iris hitam Viole melirik ke sekitar, tempatnya telah berubah. Sepanjang pandangannya, tidak ada apapun, hampa, semuanya serba putih.

Pertanyaan pun terbesit di benak Viole. Dia ada di mana? Kenapa dia bisa ada di tempat ini? 


Iris Viole melirik pria di hadapannya saat ini. 'Dia siapa?'


Seolah mendengar suara hati Viole, pria itu tersenyum kembali. Kemudian melepaskan Viole yang sedari tadi ia sangga dalam pangkuannya.

Dia berdiri, kemudian merentangkan tangan dan memperlihatkan pakaian yang ia kenakan.


Pakaian sutra berwarna ungu pucat yang lembut, dengan baju berkerah warna putih di dalamnya. Pada bagian kerah, terdapat syal kecil berwarna merah.

Pria misterius itu lantas berputar sekali, seperti seorang model. Kemudian berjongkok, memandang lekat ke dalam mata Viole.


Dia tersenyum hangat. "Kamu bisa bicara disini, jadi tidak perlu lewat telepati,"


Kemudian senyum itu perlahan berganti seringai. "Dan aku Silver Gorffennaf. Kamu dapat memanggilku Gorfen,"

Viole pun mencoba membuka mulutnya. "Benarkah?"


Gadis itu tehenyak. Suaranya benar-benar keluar. Namun rasa gembira itu kurang lengkap, karena tubuhnya masih tidak bisa digerakan.

"Tetap nggak bisa gerak," gumam Viole.


Kemudian dia baru menyadari sesuatu. Nama pria rupawan itu terdengar sangat asing, bahkan cenderung aneh.

"Kamu dinamai orang tuamu Silver karena rambut dan matamu berwarna perak?" tanya Viole polos.


Seringai di wajah pria yang memperkenalkan dirinya sebagai Silver Gorffennaf itu seketika runtuh. Tatapan yang sebelumnya sangat dalam pun berganti datar.

Lihat selengkapnya