The Ghost of Tomorrow

Patricius Emmanuel Jafes Lita
Chapter #5

4. Layla Mist

Yang keluar dari mulut Nick bukanlah bahasa manusia, melainkan lebih mirip dengan erangan hewan seiring dia berlari menghantam ghost itu ke lantai. Dengan segala kekuatannya, dia membanting tubuh sang peniru dan mengarahkan senjatanya ke wajah makhluk itu.

R: Ghost

Kapten Franco—bukan. Ingat, dia bukan sang kapten. Dia hanya makhluk yang mengambil wujud Kapten Franco. Makhluk itu menatap Nick dan meludahi wajahnya dengan liur dan darah.

"Lakukan, Nick. Lakukan!! Bunuh saja aku!!" bentak sang peniru sambil memandang Nick dengan sepasang mata yang melotot begitu keras, sampai-sampai rasanya kedua bola mata itu akan keluar dari soketnya.

Kemampuan paling kuat yang dimiliki ghost bukanlah bagaimana mereka bisa meniru wujud, pikiran, dan memori dari orang yang sudah meninggal, tapi bagaimana mereka bisa mencampurkan ketiga hal itu untuk memainkan perasaan orang di sekitar mereka. Nick sudah terlatih untuk melawan berbagai macam trik yang bisa digunakan oleh para ghost, jadi seharusnya dia sudah kebal terhadap trik ini. Namun ... orang yang melatihnya selama ini adalah Kapten Franco sendiri, dan sekarang dia harus mengeksekusi wajah yang selama bertahun-tahun ini telah membimbingnya.

Sebuah teriakan seperti binatang liar mendahului suara tembakan definitor itu. Entah siapa yang mengeluarkan suara teriakan itu; Nick atau sang peniru.

Tembakan dari definitor itu membuat cahaya sekilas di tengah ruangan gelap itu, mengakhiri nyawa sang peniru.

Saat Jerry kembali ke ruangan itu, Kapten Franco telah tiada. Max juga telah tiada. Nick berdiri sambil berusaha mengatur napasnya. Di depannya, tubuh sang peniru terkapar dan wajahnya telah rusak, tidak bisa lagi dikenali akibat tembakan dari definitor-nya. Dia tidak yakin apakah dia merasa lega atau remuk melihat bekas tembakannya itu, tapi yang pasti kehidupannya setelah ini akan berubah dari sebelumnya.

Kedatangan tim dekontaminasi tidak memakan waktu lama setelah Max memanggilnya. Jenazah Kapten Franco dan penirunya dibakar oleh tim dekontaminasi, beserta mayat-mayat dan perabotan-perabotan lain dan tentunya bangunan itu sendiri. Kebijakan perkotaan memaksa mereka untuk tidak meninggalkan jejak genetik dari ghost dalam bentuk apa pun selain beberapa sampel yang biasanya akan diambil untuk kepentingan penelitian. Sisanya akan dimakan oleh api, diubah menjadi abu yang nantinya akan tertiup angin.

Setelah tim dekontaminasi selesai bertugas, barulah para jurnalis kota Neo Batavia mendapat izin untuk datang ke tempat itu. Mereka berdiri di depan tempat kejadian dengan pakaian formal dan microphone dalam genggaman. Di hadapan mereka, drone mereka melayang sambil merekam merekam dan mempublikasikan reportase mereka. Tapi, hanya ada beberapa wartawan saja yang ada di sini. Mereka memandang kematian kapten Franco hanya akan terhitung sebagai satu korban jiwa dalam salah satu hari terpenting dalam sejarah manusia, yaitu Hari Penjernihan.

Ya, Hari Penjernihan. Itu yang akan menjadi pusat perhatian seluruh penghuni kota ini, kan? Sementara itu, tidak akan ada yang tahu tentang korban-korban yang jatuh dalam operasi besar-besaran ini. Tidak ada yang akan tahu tentang Max. Tidak ada yang akan tahu tentang Kapten Franco.

"Apa kamu tahu?" tanya Nick yang sekarang sedang mengemudi mobil.

"Apa? Tahu apa?" balas Jerry yang duduk di kursi penumpang sambil terus mempertahankan pandangannya ke luar jendela mobil.

"Nama belakang Kapten Franco dan Max. Apa kamu tahu nama belakang mereka sebelum mereka meninggal?" jelas Nick.

"Entahlah ...." dia masih tetap tidak memandang Nick. Dia bahkan tidak memandang ke luar jendela, meskipun matanya terarah ke situ. Pandangannya kosong, tak bernyawa dan tidak sedikitpun rasa peduli ada di dalamnya.

"Aku tadi mendengar seorang wartawan melaporkan nama lengkap mereka. Sudah berapa banyak misi yang kita jalankan bersama, dan kita tidak tahu kalau nama lengkap mereka adalah Franco Muchett dan Maximus Verdi."

Lihat selengkapnya