The Ghost of Tomorrow

Patricius Emmanuel Jafes Lita
Chapter #6

5. Anomaly

Nick tidak akan pernah bisa lupa akan jeritan Layla saat para penjaga menariknya dari dalam mobil. Betapa tinggi dan pekiknya suara jeritannya. Kedatangan mereka ke kantor disambut tidak dengan sapaan, atau sekedar kontak mata. Melainkan dengan majunya belasan laki-laki kekar dan tinggi seperti mesin tanpa pikiran apa pun selain untuk memenuhi tujuan mereka.

Para penjaga itu membuka menggeret anak perempuan malang itu menuju ke dalam gedung itu, ke bagian Penelitian dan Pengembangan. Perlawanan verbal Nick tidak berarti apa-apa terhadap para penjaga bangunan. Mereka meninggalkan Nick di luar mobil begitu saja.

"Sudah kubilang," ujar Jerry seraya membuka pintu mobil polisi itu, "jangan berbicara dengannya."

Jerry berjalan menuju ke dalam bangunan tinggi raksasa yang lambat laun melahapnya, seolah-olah tidak ada yang terjadi.

Seolah-olah hari ini rekan kerjanya tidak meninggal dunia.

Seolah-olah hari ini atasannya tidak meninggal dunia.

Seolah-olah barusan tidak ada seorang anak perempuan mungil tidak berdaya yang ditarik dari dalam mobil oleh belasan manusia dewasa.

Seolah-olah tidak ada yang salah dengan keadaan dunia ini.

Setelah mendapatkan niat untuk menegakkan tubuhnya kembali, dia pun keluar dari mobil itu, menuju ke dalam gedung NBPD. Di pintu masuk gedung, petugas-petugas lain berdiri dan menggenggam definitor mereka. Setiap orang yang masuk akan diperiksa, termasuk Nick. Prosedur dasar keamanan di NBPD.

Yang menyambutnya setelah gerbang pemeriksaan itu adalah aula yang megah dari kantor kepolisian. Ratusan petugas menyesakkan aula yang seharusnya seluas delapan lapangan bola basket itu. Padahal, di hari biasa, aula ini selalu menyisakan tempat kosong bagi orang-orang untuk berlari-lari.

Namun, ini bukan hari biasa, kan? Tentu tidak. Hari ini adalah Hari Operasi Penjernihan; hari di saat muka bumi bersih dari para ghost yang telah menyengsarakan kehidupan mereka. Ratusan karyawan NBPD bersorak sorai, berteriak penuh kegirangan, memeluk satu sama lain, bahkan mencium satu sama lain. Aula yang sibuk, menjadi aula yang berteriak-teriak kepada dunia. Merdeka! Merdeka! Mereka berseru-seru penuh rasa bahagia. Sekali lagi, umat manusia telah selamat dari tantangan yang dimuntahkan oleh realita.

Baiklah. Cukup perayaannya. Kembali ke anak itu. Dia berjalan melewati kerumunan padat itu, melewati kafetaria, dan menuju sebuah lorong putih bersih. Lorong tempatnya berjalan serasa melebar akibat berkurangnya orang-orang yang mondar mandir di dalamnya. Semakin dia berjalan lurus, semakin dia merasakan dinginnya ruangan itu.

Lantai putih dan dinding abu mengelilinginya, dan semakin sedikit orang yang berjalan berlalu lalang. Sampai akhirnya, dia sendirian, berjalan di tengah lorong itu ke arah sebuah pintu baja yang tinggi berdiri membatasi publik dari fasilitas itu. Serasa dia sudah berada ribuan kilometer jauhnya dari perayaan kebebasan manusia itu.

Di kejauhan, seorang petugas lain berdiri di samping pintu itu, sebuah definitor terikat di sabuk senjatanya.

"Tahan. Berdiri dengan tegak!" ucap petugas itu sambil menodongkan definitor-nya ke arah kepala Nick.

R: Human.

"Nama dan tujuan?"

"Nick Dyson, Pemburu Ghost. Seorang anak kecil, targetku, dibawa kesini beberapa menit yang lalu untuk menjalani pemeriksaan ekstensif. Aku ingin memeriksa kabarnya," jawab Nick.

"Oh. Nick Dyson, bagian dari tim Kapten Franco Muchett?" tanya sang penjaga dengan memimikkan rasa antusias di wajahnya.

Lihat selengkapnya