The Ghost of Tomorrow

Patricius Emmanuel Jafes Lita
Chapter #11

10. All of Them Are Devils

Kegelapan mengambil alih langit pagi. Awan kelabu perlahan melayang menutupi cahaya matahari, membuat seluruh bangunan di bawahnya kehilangan sumber cahaya alami mereka.

Hujan badai akan segera tiba. Aroma air hujan mulai berkeliaran, membawa suasana ketenangan ke penjuru kota, menyusup bahkan ke dalam mobil listrik yang sedang berkendara tanpa suara di jalanan tinggi.

Nick duduk di dalamnya, menghirup aroma hujan yang selalu membawa perasaan tenang. Di luar jendela, bangunan-bangunan tertinggi di Neo Batavia berdiri dengan gagah perkasa, diselimuti awan gelap itu. Lampu-lampu dari bangunan mengkilap di balik kabut hitam, seperti cahaya bintang yang terbungkam.

Mode auto-pilot menyala, memperbolehkan Nick untuk duduk diam sambil mengistirahatkan pikirannya Pemandangan didepannya bagaikan lukisan yang menemaninya berpikir soal banyak hal.

Dia sudah memeriksa koordinat tempat pertemuannya. Nick tahu bahwa tempat yang ditujunya bukan sekedar bangunan biasa, justru, bangunan itu dimiliki oleh salah satu perusahaan yang paling penting di dunia; Redox, perusahaan yang menciptakan Definitor.

Udara pagi itu benar-benar melembab, dan suara guntur mulai bergemuruh, bagaikan belasan gendang yang dipukul dengan lantang di kejauhan.

Mobil listrik itu berhenti. Nick keluar dari dalamnya, dan dia mendapati dirinya berhadapan dengan sebuah menara spiral, menjulang seakan ingin menari dengan langit dan mengajaknya turun ke bumi. Puncak tertinggi menara itu bahkan seakan tertelan oleh awan yang gelap.

Setetes air hujan menyentuh telapak tangan Nick, membangunkannya dari sedetik lamunannya. Pandangannya akhirnya lepas dari raksasa yang berdiri di depannya, dan kini beralih pada pintu masuk ke dalam gedung itu. Dari balik pintu kaca itu, ia mampu melihat apa yang sedang terjadi di dalamnya.

Segerombolan orang berdiri di bagian lobby, berkerumun layaknya lalat yang menemukan sepotong daging yang membusuk. Nick berjalan mendekati kumpulan orang itu, mengarungi udara hujan yang dingin mencekam, dan akhirnya masuk ke dalam gedung tinggi itu. Udara yang mencekam di luar gedung itu serasa disedot dan ditarik darinya, digantikan dengan lapisan oksigen yang segar dan dengan sebuah aroma yang berkeliaran di udara; sebuah bau yang tidak asing bagi Nick—darah. Seseorang meninggal di sini.

"Nick," ujar sebuah suara memanggilnya dari belakang, "sebelah sini. Kamu harus melihat ini." Jerry mengajaknya menuju elevator yang membawa mereka ke lantai dua tempat itu. Dari lantai dua, mereka bisa melihat kekacauan macam apa yang sedang terjadi.

Selama seluruh pengalamannya menjadi seorang pemburu, dia tidak pernah melihat pemandangan semengerikan ini. Sepotong tubuh manusia, tergeletak di tengah kerumunan mayat itu. Wajahnya telah berubah, menghantam lantai itu dengan begitu kerasnya sampai segala yang ada di atas lehernya telah tergantikan dengan onggakan daging. Organ-organ terpental ratusan sentimeter jauhnya dari mayat itu, dan cipratan darah yang membasahi dinding bangunan itu semuanya membentuk sebuah lukisan yang sangat menjijikkan.

Dia membalikkan kepalanya, berusaha menghapuskan gambar itu dari pikirannya.

"Jerry ... apa yang terjadi di sini?"

Jerry menatapnya, lalu memberikannya sebuah kantongan plastik, berharap Nick akan mengeluarkan muntahnya di situ. Tidak, terimakasih Jerry, dia memang mual tapi tidak semual itu.

"Apa kamu mengenal orang itu, Nick?" tanya Jerry.

Nick menggelengkan kepalanya.

"Serius? Kamu tidak mengenalinya? Yah, aku tidak bisa menyalahkanmu ... memang kondisinya sudah sangat parah," ucap Jerry, "namanya Tobias Kane. Aku yakin kamu tau siapa itu, kan?"

Lihat selengkapnya