The Ghost's Problems

Sukma Nurrizki
Chapter #2

Bab Satu ; Cinta dan Patah Hati

Zona Mood, Kafe.

       Di dunia ini, sebenarnya tidak ada yang benar-benar alami terjadi begitu saja. Terkadang, hal yang selama ini telah dianggap sebagai sebuah kebetulanpun, nyatanya masih menjadi bagian dari takdir hidup.

       Dae Hyeon meneguk salivanya. Membuat sepanjang kerongkongannya terasa menjadi kering kerontang. Perih sekali. Dan kini ia tak bisa berbuat apapun. Selain dari menatap lamat ke arah wajah kekasihnya itu.

       Kekasih masa lalunya.

       “ Apa yang kau inginkan dariku, Noona[5]?” Dae Hyeon terbata-bata, jelas dirinya belum siap kembali berinteraksi dengan tunangannya itu.

       “ Apa sekarang kau takut karena aku sudah jadi hantu?”

       “ Aku lebih takut bila kamu mengganggu kekasihku, kenapa kau melakukannya?”

       Satu bulan terakhir, hubungannya dengan Min Ji terasa kurang baik. Setiap hari Min Ji bercerita pada Dae Hyeon bahwa di apartementnya, gadis itu sering merasakan hal aneh.

Setiap hari gadis itu selalu merasa jadi orang yang berbeda. Min Ji bertutur, suatu hari dia pernah memuntahkan makanan yang tidak ingat pernah dirinya konsumsi.

       Bahunya sering ngilu tanpa sebab, atau lehernya seringkali terasa sangat pegal dan tak lekas hilang walau telah ditempeli koyok pereda nyeri otot. Bahkan tak jarang Min Ji bermimpi aneh mengenai sebuah sosok yang asing, dirinya sendiri tak tahu siapa sosok itu sebenarnya.

       Semua keluh kesah itu sebenarnya sudah sejak lama sampai ke telinga Dae Hyeon. Dan sebagai orang yang ingin kehidupannya berubah, pemuda itu jelas tak ingin menanggapi apapun yang diceritakan oleh kekasihnya itu. Sungguh, Dae Hyeon muak hidup dengan dinilai sebagai pemuda aneh karena bisa melihat hantu.

       Saat pertama kali berkencan dengan Min Ji, Dae Hyeon bersumpah untuk hidup dengan normal bersamanya. Eh, lebih tepatnya pura-pura normal sih. Karena pada kenyataannya, dimanapun, kapanpun saat sedang bersama dengan kekasihnya itu. Dae Hyeon masih bisa melihat lusinan hantu dan arwah gentayangan yang berusaha mengganggu hubungan intens keduanya.

       Hye Won menyunggingkan senyuman pada Dae Hyeon. Lewat garis bibir yang dipinjamnya dari Min Ji, perempuan itu mulai terlihat memperolok Dae Hyeon. Dan anehnya, meski bibir itu jelas milik Min Ji. Tetapi ketika sosok Hye Won yang menguasai tubuhnya, senyumannya jadi terasa berbeda.

Bagaimana ya mengatakannya, senyuman pasrah penuh luka? Ya, barangkali jenis senyuman seperti itu yang kini disaksikan oleh Dae Hyeon.

       Andai saja sejak awal Dae Hyeon mengetahui bahwa yang selama ini mengganggu kekasihnya adalah Hye Won. Ia pasti takan tinggal diam. Dirinya tak habis pikir mengapa perempuan itu datang lagi dalam kehidupannya yang baru saja terasa normal ini?

       “ Kau takan pernah bisa lepas dariku, kau harus hidup selamanya untukku.”

       Kalimat itu dalam sekejap menikam relung hati Dae Hyeon. Demi Tuhan, ia sangat benci mendengarkan kalimat itu lagi.

       “ Hentikan omong kosongmu itu, dan jangan ganggu kekasihku” Geram Dae Hyeon. Lensanya membara oleh amarah, lelaki itu ingin segera melenyapkan arwah Hye Won dari tubuh kekasihnya.

       “ Jangan seperti itu, kumohon. Bukankah selama ini kau merindukanku?” Hye Won menatap nanar pemuda yang sangat dirinya cintai itu. Ralat, kini Dae Hyeon telah menjadi pria seutuhnya. Bukan lagi pemuda lugu yang haus akan kasih sayang seseorang sepertinya. Untuk bagian ini, Hye Won mengangguk setuju. 

       Kali ini Dae Hyeon memalingkan wajahnya tak kuasa. Ia lantas melontarkan sorotan permintaan maaf tanpa menyangkal sedikitpun. Kini benar bahwa pemuda itu sangat merindukan Hye Won. Selama bertahun-tahun ia nyaris gila karena itu. Dae Hyeon tak bisa mengelak.

       “ Tidak, aku tak pernah merindukanmu lagi. Jadi kumohon pergilah, ” Siapapun tahu bahwa Dae Hyeon berdusta. 

       “ Dae Hyeon-ah, bagaimana jika kita hidup bersama saja? Seperti dulu, aku akan mengurus hidupmu lagi. Izinkan aku meminjam tubuh gadis ini untuk selamanya,” Suara setengah berbisik itu mengungkapkan sesuatu yang tak seharusnya terucap.

       Mereka duduk di bagian luar kafe, tepian lantai dua dengan balkon yang sedikit lebih luas dari gedung lain di sekelilingnya. Dari kejauhan, semburat kemerahan langit Seoul mulai mengambang. Pertanda hari akan segera berganti malam.

Lihat selengkapnya