The Gift

Ayu Anisa Urahma
Chapter #2

Me & Family

Aku tahu persis berapa lama Toyota Innova berwarna hitam itu terparkir di depan gedung. Melihat mobil itu terparkir di sana selama dua jam aja, udah bikin aku buru-buru segera menyelesaikan latihan paduan suara dan pulang. Nggak ingin membuat seseorang yang berada di dalam mobil menunggu terlalu lama. Yah, walaupun rasanya berat berpisah dengan semua. Karena ini hari terakhirku mengikuti latihan paduan suara. Setelah ini, aku nggak bisa datang latihan lagi karena akan fokus dengan skripsi.

"Pulang sama siapa, Rain?" 

Aku menoleh saat pertanyaan itu ditujukan untukku. "Biasa," sahutku seraya tersenyum pasrah.

Ella, sahabatku dari awal kuliah, hanya bisa geleng-geleng. Aku yakin, dia masih merasa heran. Mungkin di kepalanya terlintas pertanyaan: 'Masih ada ya, cewek berusia dua puluh tahun yang selalu diantar jemput ke mana-mana?'

Kalau boleh menjawab dengan jujur, ku jawab 'ya'. Ah, come on! Sebetulnya aku merasa malu, tetapi inilah aku sehari-harinya. Aku yang sangat berbeda dengan teman-teman lain yang bebas pergi ke mana aja. Dalam hati, aku juga ingin seperti mereka. Nongkrong di kafe sampai tengah malam dan menonton konser beramai-ramai dengan teman-teman tanpa ada interupsi dari pihak mana pun. 

Namun, aku harus menerima nasib. Boleh pergi jika ada yang mendampingi. Atau, boleh pergi dengan teman-teman yang sudah dikenal baik oleh orang tuaku. Itu pun masih dengan telepon yang berdering beberapa kali. Menyebalkan memang!

"Kenapa nggak kos aja, sih? Daripada bolak-balik Muntilan-Jogja gitu?" tanya Ella kali ini.

Aku hanya bisa meringis. Entah, aku harus menjawab apa kali ini. Selama tiga tahun menjadi mahasiswi di sebuah universitas terbaik di Yogyakarta, aku nggak benar-benar merasakan kebebasan seperti anak kampus pada umumnya. 

"Sebenernya butuh banget kos, La. Skripsi udah mulai revisi. Lebih enak kalau ada kos di sini," keluhku.

"Tanggung sih. Tapi, aku lihat kamu bolak-balik gitu ikut capek rasanya.”

Aku menggaruk tengkuk yang tidak gatal seraya meringis. "Iya, sih. Sebenernya tanggung banget. Tapi ... coba deh, nanti aku bilang ke Mami lagi. Aku beneran butuh nge-kos sekarang.”

Setelah berpamitan dengan anggota paduan suara yang lain, aku dan Ella berjalan keluar gedung lebih dulu. Ella yang bersiap dengan motornya untuk pulang ke kos yang berada di Jalan Kaliurang, dekat dengan UGM. Sedangkan aku langsung menghampiri mobil yang menungguku dari tadi.

Aku mengetuk pintu mobil sebelum membuka pintunya secara perlahan. Takut jika membangunkan orang spesial yang tertidur di dalam mobil.

"Udah selesai?" 

Laki-laki itu menyambutku dengan senyuman di wajahnya begitu pintu mobil terbuka lebar.

Malah aku yang dibuat kaget kali ini. "Lho ... Papi nggak tidur?" tanyaku saat menatap papi.

"Tadi pengin cari angin, terus Papi tinggal jalan-jalan ke gramedia. Nih, Papi beliin pizza hut buat cemilan," kata papi seraya menunjuk sekotak pizza yang ada di dashboard.

"Ah, makasih, Pi!" seruku senang. 

Untuk papi yang punya love language berupa receiving gift memang nggak ada lawan. Nggak banyak bicara dan tanpa banyak bertanya, tiba-tiba sesuatu itu ada di depan mata. Papi nggak pernah bertanya apa hal yang aku suka. Namun, papi tahu semua yang aku suka. Yah ... mungkin karena papi adalah orang yang cukup pendiam, tetapi suka mengamati orang lain secara diam-diam.

"Dimakan dulu pizza-nya, terus tidur. Nanti papi bangunin kalau udah sampai rumah."

"Nggak, ah! Raina mau temenin papi melek aja sambil lihat jalan."

Papi udah jauh-jauh mengantarku dari Muntilan, sebuah kota kecil di pinggiran Kabupaten Magelang ke Yogyakarta hanya demi aku yang mengikuti paduan suara kampus hingga jam sepuluh malam.

Sudah kenyang, lalu tidur nyenyak? Tanpa memperdulikan papi yang mungkin aja kelelahan karena langsung mengantarku sepulang bekerja? Tentu aja aku nggak mau disebut sebagai anak yang kurang ajar. Lebih baik, aku tetap terjaga sepanjang jalan walaupun suasana hening di antara kami, kan?

***

Lihat selengkapnya