Yes! Yes! Yes! Aku ngekos! Akhirnya aku jadi anak kos! Nggak tahu deh rasanya dibolehin ngekos tuh, kayak menang tender. Aku bersemangat menata barang-barangku sejak pagi. Sempat istirahat sebentar saat mami, papi, dan supirku pulang.
Aku baru aja akan melanjutkan menata baju-bajuku di lemari saat mendengar derap langkah yang tergesa-gesa mendekat.
"Cut, aku ada info penting buat kamu!" seru Indah seraya mendorong pintu kamar yang terbuka separuh. Dia memasuki kamarku dengan tergesa.
Aku menoleh ke arah Indah, "info apa? Mau kasih surprise karena ini hari pertamaku tinggal di kos?" tanyaku seraya mengerling.
Well, rasanya masih nggak percaya aja. Setelah melalui perbincangan yang alot, akhirnya mami dan papi memberiku izin untuk kos di tempat yang sama dengan Indah dan Dita. Walaupun aku tahu, Mas Revan nggak akan melepas adik bungsunya dengan mudah. Aku yakin, nanti dia akan sering datang ke sini untuk mengecek.
"Wait," sahut Indah.
Aku hanya bisa mengerutkan kening melihat Indah meneguk air mineral dengan tergesa, lalu menghela napas saat duduk di ujung tempat tidurku.
"Aku habis jalan sama Ferdi tadi."
Aku mengerutkan kening saat Indah menyebut nama kekasihnya. "O-oke. Terus?"
"Sorry, ini not good buat kamu. Tapi, Ferdi bilang kamu harus tahu," kata Indah kemudian.
"Not good?" Aku menggumam. "Oke. Nggak apa-apa. Kayaknya ... emang aku harus tahu ya?"
Indah menatapku prihatin. Tubuhnya bergerak-gerak kayak ngerasa nggak nyaman. "Ferdi habis ketemu sama Oliver semalam."
"Oh ya? Ketemu di mana? Kok Oliver nggak cerita apa-apa ya?"
"Aduh ... gimana ya? Jangan kaget ya, Cut?" tanya Indah padaku.
Aku tertawa sumbang, seiring dengan detak di dada kiriku yang makin cepat. Ada perasaan yang mengganjal secara tiba-tiba. Ada rasa khawatir yang menyelinap tanpa permisi.
"Oliver jalan sama cewek lain, Ndah? Oliver selingkuh dari aku?" Aku berusaha menebak-nebak.
Indah menggeleng cepat, tanda jawabanku salah. Hal yang membuatku bisa mengembuskan napas lega. "Jadi, tadi malam Ferdi ditelepon temennya yang mabuk. Minta dijemput di Linky."
Walaupun aku anak 'rumahan banget', tetapi aku tahu tempat yang disebutkan Indah barusan. Linky merupakan kelab malam yang cukup besar di Yogyakarta. Aku tahu, Banyak mahasiswa kampus yang sering datang ke sana.
"Di Linky, Ferdi ketemu sama Oliver."
Aku mengangguk-angguk. "Oh," sahutku. Sedetik kemudian aku memekik. "Ha?!"
Indah melipat bibir ke dalam, kayak bingung gimana melanjutkan cerita. "Ferdi lihat, Oliver ... Oliver lagi minum-minum di sana sama temen-temennya."
Satu detik, dua detik ... kepalaku kayak nggak bisa mikir sejenak. "Ah, salah orang kali, Ndah! Oliver nggak pernah ke tempat begituan. Minum-minum apalagi. Orangnya lurus kok. Nggak mungkin Oliver mabuk." Dengan penuh keyakinan aku menyangkal hal itu.
Dalam hati aku merasa kesal karena Ferdi menuduh Oliver begitu. Aku nggak terima ya! Aku yakin, Oliver itu cowok baik-baik. Dia sopan dan nggak pernah ingkar janji. Nggak mungkin dia bohong.
Indah membuka ponselnya. Selama beberapa saat, jemarinya bermain di layar ponsel sebelum menyodorkannya padaku. "Ferdi sempat ambil foto Oliver dari samping. Coba kamu lihat."
Aku menerima ponsel Indah dengan jantung berdebar lebih cepat dari yang sebelumnya. Setelah menatap Indah beberapa saat, pandanganku terfokus pada layar ponsel. Ku amati foto dalam cahaya remang-remang itu cukup lama. Foto yang diambil oleh Ferdi, menampakkan sosok laki-laki yang sangat ku kenal.
Oliver. Kaus itu ... ku berikan pada Oliver saat ulang tahunnya dua bulan yang lalu. Aku sangat hafal kaus itu karena sengaja ku pesan dengan desain khusus. Dan juga, potongan rambut serta postur tubuh dari pacarku. Nggak hanya itu, wajahnya dari samping ... walaupun berada di ruangan yang gelap, tetapi aku sangat mengenalnya. Pengin rasanya aku membantah dan mengelak tuduhan dari Ferdi, tetapi buktinya terlalu jelas.
"Kamu ngantuk?" tanya Oliver saat melihatku menguap melalui layar ponsel.
Aku mengangguk. "Aku tidur dulu ya? Besok mau pindahin sebagian barang ke kos dari pagi soalnya. Takut besok kesiangan pindahannya."
"Mau tidur ya? Oke deh, kalau gitu aku mau cari makan dulu sama anak-anak kontrakan."
"Mau cari makan di mana?" tanyaku.
"Nggak tahu. Nurut aja deh sama mereka. Ya udah sana tidur."
"Oke. Good night ya, Liv!
"Night, Raina."
Dadaku berdenyut ngilu ketika memori itu kembali menghantam kesadaranku. Obrolanku dengan Oliver sebelum aku terlelap. Saat Oliver mengatakan pengin pergi mencari makan bersama teman-teman ... berarti bohong? Dia merasa aman membohongiku karena menganggap aku terlelap dan nggak akan tahu kegiatannya yang mendatangi kelab malam. Ya Tuhan!
"Cut?"
Aku menggeleng seraya mengusut ujung hidungku yang berair saat Indah menyentuh bahuku. Dadaku tiba-tiba terasa sesak. Aku pengin menangis keras, tetapi hanya air mata yang mengalir tanpa suara.
"Maaf, Cut."
Aku menggeleng. Berusaha memberi senyum pada Indah di balik kecewa yang ku rasakan. "Nggak apa-apa, Ndah."