Rasanya aku pengin menyerah! Ya Tuhan! Kepalaku kusut sekali malam ini. Ditambah melihat kertas-kertas fotokopian dan beberapa buku tebal yang tersebar di karpet kamar kos Janestya—si paling pintar di jurusan Manajemen.
"Ness, break dulu dong. Meledak nih otak!"
"Besok ujian. Mau lulus nggak?" tanya Janes—panggilan Janestya, galak.
"Ya mau lah!" sahutku.
Janes nggak menjawab sahutanku. Dia malah berdiri dan berjalan menuju arah dapur, meninggalkanku yang mengambil waktu untuk istirahat sejenak.
Aku melirik ke arah Ella dan Azzah yang masih dimentori oleh Dina dan Dedi. Sumpah, aku beruntung punya banyak koneksi. Bisa dekat dengan anak-anak pintar kayak Janes, Dina dan Dedi. Mereka bertiga yang mengawali mengikuti ujian komprehensif dan langsung lulus dengan nilai A.
Ujian komprehensif adalah momok untuk mahasiswa Fakultas Ekonomi di kampus kami. Ujian wajib selain sidang skripsi. Katanya, ujian kompre—sebutan untuk ujian komprehensif— ini penentu kelulusan mahasiswa. Kalau ujian kompre lulus, sidang skripsi pasti lulus. Intinya, kalau mau skripsi lulus, ujian kompre minimal harus mendapat nilai C. Itu rumor yang beredar dari kakak-kakak tingkat. Gila nggak sih? Kampus lain nggak ada begini!
Gimana nggak pusing? Anak SDM kayak aku harus menguasai materi Manajemen Keuangan, Manajemen Operasional, juga Manajemen Pemasaran sekaligus? Aku sebagai anak Manajemen SDM jelas aja mengeluh. Begitu juga dengan Azzah dan Ella. Mereka anak Manajemen Keuangan, tetapi dipaksa mendalami materi Manajemen SDM juga.
"Hujan!" Aku reflek mendongak saat Ella memanggilku dengan sebutan begitu.
"Pinjem materi SDM dong!"
Aku mengobrak-abrik kertasku dan melemparnya pada Ella. "Nih!"
Aku masih bisa bersantai hingga Janes kembali dengan membawa piring penuh cemilan.
"Nih, break dulu deh. Aku lihat kalian udah pusing gitu. Melas banget, kasihan aku lihatnya."
"Nah ini yang ditunggu dari tadi." Dedi langsung berhenti mementori Ella. Dia langsung menyambar camilan favorit anak-anak kampus.
Tahu pocong. Aku nggak tahu kenapa camilan itu diberi nama tahu pocong. Apakah karena sambalnya yang pedas? Yang jelas, sambalnya unik. Bukan sambal berwarna merah atau hijau seperti yang sering ditemui saat menyantap makan.
"Dosen SDM siapa besok, Rain?" Janes bertanya padaku seraya mencomot tahu pocongnya.
"Siapa lagi kalau bukan mamak fenomenalnya SDM."
"Bu Harti?" tebak Dedi.
Aku mengangguk.
"Mampus lah, Rain!" seru Dedi. "Harus text book banget. Banyak yang nggak lulus gara-gara dia."
"Dedi kampret! Jangan gitu dong!" seruku. Ami-amit! Jangan sampai aku gagal karena materi dari pilihan konsentrasiku sendiri. Kalau misal aku gagal karena materi Manajemen Keuangan, bisa dimaklumi. Namun, kalau aku gagal karena materi SDM? Wah, aku nggak tahu mau ditaruh mana mukaku nanti.
"Jangan salah, Ded! Raina kan, anaknya hafalan banget. Disuruh hafalin isi bukunya Bu Harti juga ayo dia," sahut Ella dengan mulut penuh.
"Asal jangan pernah suruh Raina kerjain soal statistik aja. Kamu kasih soal satu lembar juga nggak bakal kelar sampe lebaran, Ded!" Dina menimpali.
"Asem!" Sial, aku malah tertawa-tawa mendengar bully-an teman-temanku karena hal yang mereka sebutkan benar adanya.
Aku payah dalam materi hitungan. Karena itu, dari awal aku mantap mengambil konsentrasi Manajemen Sumber Daya Manusia untuk menghindari mata kuliah hitungan. Bahkan, skripsiku aja memakai metode penelitian kualitatif biar nggak pusing dengan rumus hitungan. Aku ... payah, ya? Hehehe.
"Kalian di lantai berapa besok?" tanya Dina.
"Aku sama Ella di lantai dua, Raina di lantai tiga," jawab Azzah seraya meletakkan kertasnya yang berisi rangkuman materi.