Setelah pagi sampai siang hari aku disibukkan dengan ujian konprehensif, malam harinya aku mengajak teman-temanku makan malam bersama. Sebagai rasa syukur karena aku udah lulus ujian komprehensif, sekaligus traktiran ulang tahunku.
Tentu aja mereka semua mengiakan dengan senang hati. Makan malam kami cukup intim, hanya orang-orang terdekatku, dan obrolan kami sangat santai tanpa beban. Aku benar-benar menikmati masa-masa terakhirku sebagai mahasiswi. Karena setelah skripsi selesai nanti, aku yakin nggak akan bisa sering berkumpul. Apalagi Ryan, Yogi, dan Indah berasal dari luar Pulau Jawa. Mereka pasti akan pulang ke asalnya masing-masing.
Hatiku lega luar biasa. Satu per satu targetku udah terlewati dengan cukup baik. Sekarang, tinggal satu lagi. Menyelesaikan skripsi yang baru ku kerjakan setengah jalan.
Namun, malam ini aku harus tidur nyenyak karena besok siang Pak Edy akan menjemputku di kos. Harusnya Mami memintaku pulang pagi, tetapi aku harus membereskan kamar kos dan membagi kue ulang tahun untuk teman-teman kos dulu. Jadi, nggak mungkin aku pulang pagi. Mami bilang, akan ada makan-makan bersama keluarga untuk merayakan ulang tahunku sekaligus tanda syukur karena aku udah lulus ujian komprehensif.
Yeah, keluarga kami bukan tipe yang suka merayakan ulang tahun secara mewah. Kami lebih suka berkumpul di rumah, memesan catering dari luar dan makan bersama secara intim. Nggak pernah lupa juga membagi nasi kuning untuk pegawai yang bekerja untuk keluarga kami.
Sepanjang perjalanan pulang, senyum itu nggak bisa bersembunyi dengan baik di wajahku. Nggak tahu kenapa, berkali-kali aku melipat bibir ke dalam. Aku bahagia. Aku berulang tahun, lulus ujian komprehensif, dan bisa pulang ke rumah membawa hasil ujian dengan bangga. Aku nggak mengecewakan Mami, Papi, dan kakak-kakak yang udah mendukungku.
"Mami! Papi!" teriakku begitu turun dari mobil.
Mobil Mas Revan dan Mas Reno udah terparkir di halaman rumah. Semua udah berada di sini, menungguku pulang. Aku langsung berlari memasuki rumah dengan kertas hasil ujian di genggaman. Nggak sabar ingin menyerahkan kertas itu pada Mami dan Papi.
"Happy birthday, Raina!"
"Oh My God!" seruku begitu melihat ruang keluarga.
Semuanya benar-benar berada di sini. Aku melihat ada tumpeng nasi kuning dan kue ulang tahun di sana. Dan mereka mengucapkan ulang tahun bersama-sama, termasuk keponakan-keponakanku yang ikut menyambutku dengan membawa balon dan meniup terompet.
Aku masih membeku di tempat, hingga Papi, Mami, dan juga kakak-kakakku maju menghampiriku dan mengucapkan ulang tahun satu per satu. Pelukan hangat dan ciuman di pipi menghujamku bertubi-tubi. Sukses membuat senyumku melebar. Meski agak sedikit kesal karena Mas Revan mengacak-acak rambutku asal setelah memelukku.
"Aduh, aduh, makasih banyak! Raina terharu loh!" seruku sambil merapikan rambut.
"Mana hasil ujiannya? Katanya lulus?" tanya Mas Reno.
Senyumku makin lebar lalu memperlihatkan hasil ujian di depan mereka. "Lulus dong!"
"Selamat ya!" seru Papi seraya mengusap kepalaku.
"Cieee, yang lulus ujian komprehensif! Wisuda nih sebentar lagi," goda Mbak Ara.
"Doain ya, Mbak?" Aku bergelayut manja di lengannya.
"Eh, ayo, kita tiup lilin dulu, Rain. Setelah itu kita makan bareng!" seru Mami bersemangat.
"Wah!" Aku nggak bisa berkata-kata saat melewati meja makan. Semua menu kesukaanku ada di sana. Perutku terasa lapar karena pagi tadi aku hanya menyantap kue dan susu. Kayaknya, makan siang ini aku bakal kalap deh!
Lalu, Mbak Ara dengan semangat mengatur ponselnya demi mendapat foto dan video yang bagus. Sementara Mbak Gina membantu Mami menyalakan lilin dan menyiapkan piring kecil.
Aku memejamkan mata sejenak setelah nyanyian tiup lilin itu selesai. Mengucapkan doa-doa baik dalam hati, berharap semoga yang aku impikan akan menjadi nyata. Lalu, kedua mataku terbuka secara perlahan. Tubuhku membungkuk dan meniup lilin itu dalam sekali tiupan.