Ada nggak yang ngalahin rasa senang pas dibolehin liburan sendiri ke luar negeri? Buatku, nggak ada! Sumpah, aku kaget saat Papi dan Mami memberi tahu kalau tahun ini jatahku yang berangkat ke acara tahunan PT Holcim Indonesia Tbk. Yap, ada bonus saat keluarga kami menggeluti bisnis menjual bahan-bahan bangunan. Salah satunya semen.
Pagi ini, aku akan berangkat ke Singapura karena tujuan liburan kali ini adalah menaiki kapal pesiar. Keberangkatan dari Singapura, lalu berlayar ke Kuala Lumpur, dan kembali lagi ke Singapura.
"Paspor, tiket, sama uang udah semua ya, Rain?" Mami kembali memastikan.
"Aman, Mi," jawabku mantap.
Aku benar-benar antusias karena ini pertama kalinya aku mendapat izin liburan sendiri, ke luar negeri pula! Kalau bukan karena bonus perusahaan, kayaknya nggak mungkin aku boleh berangkat sendiri.
"Hati-hati ya, Rain. Kalau bawa tas, ditaruh depan," pesan Mami sambil membetulkan letak sling bag. Yang tadinya tergantung di samping badan, kini berpindah menjadi di depan badanku.
"Oke, Mi. Raina bakal hati-hati jaga barangnya."
Aku mengamati sekeliling. Banyak orang-orang mengenakan kaus Holcim. Tentu aja mereka satu rombongan denganku selama liburan. Aku pun mengenakan kaus yang sama. Nggak akan kebingungan mencari rombongan nantinya.
Lalu, mataku menangkap sosok cowok yang nggak asing. Yusnan? Aku menyipitkan mata, berusaha memastikan bahwa yang ku lihat benar-benar Yusnan, temanku di satu jurusan. Benar. Itu Yusnan! Dia berjalan lurus, tanpa melihat sosokku. Tentu aja aku langsung melambaikan tangan dengan penuh semangat. Ada yang aku kenal dalam liburan ini. Dan, aku yakin dengan adanya Yusnan, Mami dan Papi nggak terlalu khawatir.
"Yus!" teriakku.
Yusnan pun tersentak saat dia mendengar suaraku. Dan terlihat kaget saat melihatku berada beberapa meter di depannya. Dia mempercepat langkahnya, menghampiriku.
"Kaget loh aku, Rain," sapa Yusnan membuatku meringis. "Asli, nggak nyangka kamu ada di sini. Kamu juragan semen juga toh?"
Aku tahu, di antara anak-anak kampus pasti ada yang orang tuanya adalah pengusaha. Namun, aku benar-benar nggak menyangka bahwa Yusnan adalah salah satunya.
"Asik, ada Yusnan," kataku. "Nanti di sana barengan ya, Yus."
"Wah, siap! Aman, Rain!"
Kemudian, setelah kami mengobrol beberapa saat, aku mengenalkan Yusnan pada orang tuaku. Tentu aja mereka senang. Anak bontotnya ini nggak akan sendiri di negara sebelah.
Kami duduk-duduk sambil menunggu boarding. Mengamati orang-orang yang berdatangan dan berkumpul nggak jauh dari rombongan Holcim. Sesekali, Yusnan meladeni obrolan Papi.
"Kamu dekat juga sama yang ini, Rain?" bisik Mami, penasaran.
"Kalau ini cuma temen, Mi," jawabku. "Raina pernah naskir temennya," bisikku seraya terkikik.
Sebelum obrolan berlanjut, ada panggilan untuk rombongan Holcim agar berkumpul. Ada pengarahan terkait perjalanan kami tiga hari ke depan. Lagi-lagi, aku bersyukur. Room mate-ku, Clarissa seumuran denganku. Surprise-nya, dia adalah adik tingkat di kampus. Sama-sama jurusan Manajemen. Dunia emang sempit sekali! Jelas, di kampus kami nggak pernah bertemu.