The Gift

Ayu Anisa Urahma
Chapter #20

Saling Menerima

Sejak Mas Arden datang, aku merasakan roller coaster di hidupku. Jujur, karena usia kami yang terpaut jauh, aku masih sungkan berbicara banyak hal dengannya. Padahal Mas Arden itu tipe laki-laki gaul. Wawasannya luas dan bisa mengimbangi obrolanku. Nggak terlihat sama sekali kalau dia terpaut dua belas tahun di atasku. Bahkan, dari gayanya kayak bukan seorang dokter saking santainya. Karena aku pikir, orang yang menjadi dokter itu tipe orang serius. Ternyata anggapanku selama ini tentang seorang dokter salah besar. 

Perkenalanku dengan Mas Arden benar-benar eksklusif. Bahkan teman-temanku belum mengetahui hal ini. Jujur, aku belum siap mengatakan pada mereka jika aku dikenalkan dengan laki-laki pilihan orang tuaku. Nanti, aku akan menceritakan hal ini jika hubunganku dengan Mas Arden udah semakin intens. 

Mengenal Mas Arden ... aku nggak punya ekspektasi apa-apa. Karena terakhir kali putus cinta, membuatku merasa sedikit trauma dengan percintaan. Jadi, ya untuk sekarang aku lebih santai menanggapi Mas Arden. Walaupun Mas Arden sempat mengatakan kalau dari awal dia nggak ada niat untuk main-main saat mengatakan bersedia berkenalan denganku, aku nggak mau berharap banyak. Takut dikecewakan lagi.

“Selamat ya! Akhirnya bisa daftar sidang juga!”

Aku tertawa. “Aku baru daftar sidang skripsi loh, Mas. Bukan lulus sidang.”

”Ya nggak apa-apa. Hal kecil juga patut dirayakan, kan?”

Aku terharu. Saat mengabari Mas Arden kalau aku mendapat ACC dan mendaftar sidang skripsi, dia langsung meluangkan waktunya dan membuat janji makan malam denganku. 

Aku pikir, Mas Arden akan mengajakku ke restoran biasa. Namun, aku nggak menyangka sama sekali Mas Arden akan membawaku ke restoran yang cukup ‘mahal’ untuk makan satu porsi steak.

"Maaf ya, kalau selama kita kenal, aku nggak bisa fast respons balas pesan kamu."

Kedua mataku sontak mendongak dan menatap wajah Mas Arden yang dalam mode serius. Kayaknya, dia sengaja menunggu aku selesai makan dan bisa membuka topik.

"Ah, iya. Nggak apa-apa, Mas. Pasti sibuk banget dan banyak pasien ya?"

Mas Arden tersenyum tipis. "Ya gitu. Susah diprediksi."

Aku mengangguk-angguk, lalu mencoba mengedarkan pandangan ke arah lain meskipun aku sadar, Mas Arden nggak henti-hentinya menatapku secara intens.

"Raina."

"Ya?" Kalau udah begini, mau nggak mau aku harus menatap Mas Arden lagi. Dan aku merasa, akan ada obrolan yang luar biasa setelah ini.

"Gimana pandangan kamu tentang pernikahan?"

Astaga, jantungku! Kenapa tiba-tiba langsung bahas pernikahan, sih? Nggak ada intro apa-apa lho ini! 

"Pernikahan ya?" tanyaku. "Bukan akhir dari perjalanan hidup, tapi awal dari perjalanan hidup yang sesungguhnya."

Mas Arden mengangguk-angguk. "Aku setuju soal itu."

"Pernikahan itu waktunya lama, seumur hidup. Kita harus bisa menerima kelebihan dan kekurangan pasangan, saling melengkapi. Bukan take and give, tapi lebih ke give and give," lanjutku. “Kalau take and give kesannya kayak urusan bisnis ya. Tapi, kalau saling memberi, maknanya berbeda. Tanpa memikirkan benefit, yang ada nantinya saling mengusahakan yang terbaik.”

Lihat selengkapnya