Azzah
Cut, di mana?
Me
Kos. Sini!
Azzah
Aku sama Ella cus!
Aku masih merapikan lembar-lembar skripsi yang nantinya akan ku ajukan pada Pak Arif. Hari ini adalah penentuannya. Jika nanti Pak Arif memberi tanda ACC, aku bisa segera mendaftar sidang yang dilaksanakan minggu berikutnya. Lalu, akan menjalani wisuda untuk bulan depan.
Saat mendengar suara motor dan tawa renyah Azzah, aku segera membuka pintu kamar.
"Lho, Cut? Kamu mau pergi?" tanya Ella saat melihatku rapi.
"Habis ini mau bimbingan sebentar. Aku tinggal nggak apa-apa, kan?" tanyaku.
"Ya nggak apa-apa sih. Ada cemilan, kan?" tanya Azzah.
"Ada. Ambil aja di rak biasa. Kalau mau minum dingin, di kulkas juga ada."
"Oke. Mau naik motorku aja, Rain? Daripada kamu naik gojek?" tawar Azzah.
"Wah, boleh, Zah!" sahutku. "Untung aku belum pesan gojek."
"Lagian kamu itu, dapet kado ulang tahun mobil baru, kenapa nggak pernah dibawa sih?"
Aku meringis. "Belum boleh nyetir sendiri."
"Lah, kalau belum boleh nyetir sendiri, kenapa dikasih kado mobil?" tanya Ella heran. "Orang tua kamu unik emang."
Aku pikir, saat mobil merah itu diberikan padaku sebagai kado ulang tahun, aku bebas membawa si merah pergi ke mana aja. Mengingat Mami dan Papi udah berpesan banyak hal untuk menjaga dan merawat mobilku. Namun ternyata, Mami dan Papi nggak tega membiarkanku mengemudikan mobil seorang diri. Ya ... apa boleh buat? Sekarang, Agya merah itu masih terparkir rapi di garasi rumah.
“Aku bawa dulu ya, Zah!” seruku pada Azzah seraya menghidupkan motornya. Lalu, melajukan motor menuju kampus.
Aku sengaja datang lebih cepat dari jam bimbingan. Pengin mempersiapkan diri di depan ruang dosen seraya berdoa. Aku menggoyangkan kaki ke kanan dan ke kiri dengan mulut komat-kamit, berharap akan ada tulisan ACC saat keluar dari ruangan nanti.
“Lho? Udah datang aja kamu,” sapa Pak Arif saat melihatku udah duduk di sofa depan ruangannya.
“Iya, Pak.” Aku meringis saat Pak Arif mentertawakanku.
“Ayo, masuk!”
Aku mengembuskan napas panjang, sebelum menyusul Pak Arif masuk ke ruangan.
“Gimana ini? Bagian mana yang kemarin hatus revisi?” tanya Pak Arif dengan bergumam seraya membuka lembar yang ku sodorkan.
“Kemarin ada catatan harus menambah jurnal tentang kepemimpinan perempuan, Pak. Sudah saya tambahkan beberapa untuk memperkuat landasannya,” jawabku.
Pak Arif mengangguk-angguk. Masih meneliti kalimat demi kalimat yang telah tercetak di atas lembar putih itu. Membuat tubuhku menggigil dengan jantung berdebar. Tanpa sadar aku merapatkan rahang dan nggak bisa bernapas dengan benar selama beberapa detik.
“Sebetulnya masih ada sedikit lagi yang kurang.”
Ucapan Pak Arif sukses membuat bahuku merosot seketika.
“Tapi, ya udahlah saya kasih ACC aja hari ini.”