The Gift

Ayu Anisa Urahma
Chapter #22

Berbagi Kisah

Mas Arden berdiri di depan rumah sambil membawa sebuah boneka teddy bear jumbo berwarna krem. Membuatku tertawa melihatnya. Bukan apa-apa. Menggemaskan aja melihat laki-laki berusia tiga puluh tiga tahun memeluk sebuah boneka teddy bear.

"Apaan nih?" tanyaku setelah tawaku mereda.

"Hadiah buat kamu. Habis lulus sidang, kan?"

Aku mendekat, meraih teddy bear itu dan memeluknya erat. "Makasih banyak, Mas."

Dia benar-benar serius saat mengatakan bahwa bukan tipe laki-laki yang suka umbar kata romantis. Buktinya, aku lulus sidang skripsi aja hanya begitu ucapannya. Ala kadarnya sekali. Namun, semua terganti dengan kehadiran teddy bear jumbo ini.

“Ayo, Mas. Masuk dulu!”

Mas Arden mengikutiku masuk ke dalam. Seperti biasa, kami akan duduk bersama di ruang tamu sambil menyantap makanan ringan. Mami dan Papi pun kayaknya nggak perduli Mas Arden akan berlama-lama di sini. Mereka udah percaya 100% jika aku sedang bersama Mas Arden. 

“Mas,” panggilku.

Mas Arden mendongak. Dia yang tadi sibuk dengan ponsel karena konsultasi pasien sontak menutup ponselnya. “Ya?”

Mas Arden memang sedang ada jadwal libur hari ini. Dan dia memilih menghabiskan waktu liburnya untuk mendatangi rumahku. Bertemu denganku di rumah. Ya … walaupun seperti apa katanya dulu. Jadwal libur pun, terkadang ada pasien fanatik yang ingin berkonsultasi dengannya lewat pesan.

”Mau tanya sesuatu, boleh?”

”Tanya apa, Rain? Aku bakal jawab kalau bisa.”

Aku meremas jemariku, merangkai kata agar nggak menyinggung perasaan Mas Arden. Karena pertanyaanku nanti terdengar agak sensitif. Semoga aja Mas Arden nggak marah setelah ini.

"Kalau boleh tahu, kenapa Mas Arden nggak pacaran dan belum memutuskan buat menikah sebelum ketemu aku?” tanyaku setelah dari tadi kami mengobrol secara ringan. Canda tawa menghiasi suasana yang tercipta di antara kami. Bahkan, Mami dan Papi yang beberapa kali lewat sampai tersenyum melihat bagaimana aku dan Mas Arden berinteraksi.

Aku bertanya bukan tanpa alasan. Wajar kan, aku bertanya? Karena menurutku, hubungan kami udah cukup serius walaupun caranya memintaku menjalin hubungan sama sekali nggak romantis. Nggak tahu kenapa, penuturannya kala itu malah jauh membuat hatiku meleleh.

I know, laki-laki seperti Mas Arden nggak mungkin kalau nggak punya kenalan perempuan. Mas Arden tampan, baik, bisa dibilang ideal jika menjadi pasangan. Terlebih lagi, dia udah punya pekerjaan tetap dan mapan. Perempuan mana yang menolak pesonanya? Aku aja nggak bisa menolak.

Namun, aku nggak tahu alasan kenapa Mas Arden sampai sekarang masih betah sendiri di usianya yang udah sangat matang. Padahal, teman-teman seusianya udah menikah dan punya anak. Seperti Mbak Anti dan Mas Reno, contohnya.

Lihat selengkapnya