Hari bahagiaku tiba. Hari aku akan menikah dengan Mas Arden, dan statusku berubah menjadi seorang istri. Jantungku berdebar, menunggu hari ini tiba setelah sekian lama. Masih nggak menyangka, aku akan melepas masa lajangku secepat ini. Setelah lulus kuliah, di usia dua puluh satu tahun.
Semalaman, aku nggak bisa tidur walaupun ada Tika dan Anita yang menemani. Berakhir bangun di sepertiga malam dan langsung mandi berendam di bathtub. Ingin menenangkan diri dulu. Lalu, Mas Reno dan Mbak Ara datang selepas subuh bersama timnya.
Demi menjaga privasi, Mbak Ara dan timnya udah mempersiapkan ruangan khusus. Melarang siapapun masuk sampai aku selesai didandani nanti. Hanya fotografer, Tika, dan Anita yang diperbolehkan masuk karena mereka harus mondar-mandir mengambil barang-barang yang dibutuhkan, dan mengantar minum serta makanan untukku.
Aku benar-benar nggak tahu apa yang terjadi di luar. Udah menyerahkan semua pada kakak-kakakku untuk menghandle semuanya bersama pihak Wedding Organizer. Bahkan, aku nggak tahu apakah Mas Arden dan keluarganya udah mulai persiapan atau belum. Harusnya sih, udah ya. Karena mama Mas Arden dan kakak-kakak perempuannya butuh persiapan juga.
"Sesak nggak?" tanya Mbak Ara setelah memasang korset di bagian perut.
"Nggak sih."
"Coba, kamu duduk bersimpuh. Udah nyaman belum jariknya? Takutnya susah berdiri pas sungkeman."
Aku mencoba duduk bersimpuh dalam balutan jarik coklat dan kebaya putih, lalu kembali berdiri dengan bantuan tim. "Aman sih, Mbak."
"Oke ya?"
"Oke kok."
"Rain, kamu mau makan apa? Catering pagi udah siap," kata Anita dengan kepala menyembul di balik pintu.
"Apa aja, Nit. Jangan yang berkuah ya?" pesanku.
Sambil menunggu Anita mengambilkan sarapan, fotografer sibuk mengambil gambarku dari berbagai sisi. Memintaku berpose sendiri sebelum acara dimulai.
Saat sarapanku datang, fotografer berpindah ruangan. Ganti memotret Mas Arden dan keluarga yang lain. Aku masih santai dan menyantap sarapan dengan nikmat.
"Baru kali ini Mbak lihat calon pengantin doyan makan sebelum acara. Biasanya, calon pengantin nggak doyan makan," kata Mbak Ara saat mengamatiku menyantap sarapan.
"Masa sih Mbak?"
"Serius deh! Biasanya harus dipaksa-paksa dulu baru mau makan. Kalau kamu … nyenengin banget makannya.”