Aku akan bercerita pada kalian, tentang bagaimana aku pertama kali bertemu dengan seseorang yang akan merubah hidupku untuk selamanya. Untuk itu mari kita mundur dulu ke 10 tahun lalu, saat aku baru saja masuk SMA. Pagi itu berjalan seperti biasa saja, aku bersiap masuk ke sekolah baru. Mama memaksaku untuk sarapan. Dan orang itu, yang aku sangat enggan menyebutkan namanya, mengantarkanku sekolah. Diperjalanan dia banyak bercerita tentang aktivitasnya, seolah kami teman baik, dan aku hanya diam mendengarkan. Sesampainya di sekolahku dia bilang dia menyayangiku. Aku menahan muntahku selama aku bisa dan baru aku muntahkan di kamar mandi SMA ku. Hidupku menyedihkan dan kalian akan tahu. Perlahan aku akan menceritakan semuanya pada kalian. Tapi kalian harus bersabar, karena tidak begitu mudah bagiku untuk bercerita kepada siapapun. Saat itu, ku ulangi lagi, 10 th yang lalu, Aku sudah ada pada satu titik dimana aku menerimanya saja yang takdir lemparkan padaku. Tidak, aku tidak menyalahkan siapapun, karena aku tau akulah satu-satunya yang patut di persalahkan atas semuanya. Hanya saja, kalau boleh aku berharap bahwa aku bisa melewati masa smaku dengan tenang dan damai, tanpa kejutan apapun lagi. Satu hal yang kalian perlu tau tentang ku adalah aku tidak suka kejutan. Sejauh ini hidup sudah memberikan beberapa kali kejutan kepadaku. Dan semuanya buruk. Kejutan pertama adalah serangan jantung papaku. Sebelum papaku kena serangan jantung, kami hidup dengam sangat bahagia. Aku, papa dan mama. Papaku pengusaha, dia punya beberapa minimarket kecil. Dan walaupun kami bukan orang paling kaya, tapi kami hidup sangat makmur. Di mataku papa adalah orang paling kuat yang pernah aku kenal, beliau selalu berolah raga dan suka sekali makan sayuran. Saat tiba-tiba beliau serangan jatung, bisa kalian pahami betapa terkejutnya aku kan?. Kejutan kedua adalah kami diusir dari rumah kami, karena ternyata sebelum papa sakit beliau mengadaikan rumah kami ke bank, untuk menutupi semua kerugian dari perusahaan kecil kami. Dan minimarket-minimarket yang semula adalah milik kami pun ternyata sudah bukan lagi punya kami, semuanya sudah habis. Dengan usaha yang bangkrut, tidak ada rumah, uang dan perhiasan kami sudah habis untuk membiayai sakit papa yang berbulan-bulan dirawat, sebelum akhirnya beliau meninggal, kami terkatung-katung tidak punya tempat tinggal. Mama mengadaikan perhiasan terakhirnya, itu adalah perhiasanku, kado ulang tahun dari papa saat aku berulang tahun yang ke 13, tiga bulan sebelum beliau serangan jantung. Liontin dengan batu berlian berbentuk apple, karena aku adalah kesayangannya (the apple of my eyes = kesayangan). Dengan kalung itu aku dan mama bisa mengontrak rumah kecil 1 kamar. Kata mama itu bukan rumah, tapi kandang babi. Dan itu membawa kita kepada kejutan ketiga, yaitu mama menikah dengan Doktor bisma, Doktor yang merawat papaku selama dia sakit. Mama bilang kami beruntung karena Doktor itu mau menikahinya walau tahu betapa morat-maritnya keadaan ekonomi kami saat itu. Entahlah.. kurasa aku tidak akan pernah merasa beruntung karena hal itu. Jujur, aku merindukan 'kandang babi' kami yang berwarna abu-abu itu. Di pojok depannya ada bunga mawar yang hampir mati saat kami pertama kali mengontrak rumah itu. Bunga itu sedang berbunga lebat saat aku pindah kerumah Pak bisma. Akulah yang merawatnya, tapi mama bilang kami tidak boleh membawanya. Pak bisma bilang dia akan membuatkan aku taman mawar yang indah dirumah baru kami. Dan dia menepatinya, 3 bln setelah kami pindah, di rumah mewahnya ada taman mawar yang sangat indah dan membuatku mual tiap kali melihatnya.
Langkahku terhenti, aku sudah sampai kelas. Aku perhatikan temen-teman sekelasku, semuanya terlihat ceria dan bahagia, tanpa beban. Aku menunduk, aku tidak mau mereka melihatku. Bagaimanapun aku tidak sama dengan mereka. Aku berharap aku bisa seperti mereka, tapi semuanya cuma harapan kosong. Kalau saja aku bisa nampak normal mungkin aku bisa bercanda dan mengobrol seperti mereka. Tapi aku tidak normal maka yang bisa kulakukan adalah menjadi tidak terlihat. Untuk sesaat sepertinya rencanaku berhasil, aku menunduk dan duduk di pojokan. Tidak ada orang yang menyapaku atau mengajakku mengobrol. Dan aku pura-pura tertarik dengan sepatuku.
Tapi lalu dia datang, orang yang akan mengubah hidupku untuk selamanya. Mungkin aku berlebihan, tapi akan ku ceritakan pada kalian menurut pandanganku saat itu. Dia datang bagaikan matahari pagi, semerbak wangi parfumnya menyapaku, aku bisa mencium bau bunga melati yang lembut beberapa saat sebelum dia didekatku. Senyumnya sangat indah, merekah dan lelucon apapun akan membuatnya tersenyum. Semua orang memujanya, dan matanya akan bersinar saat dia berbicara tentang topik yang benar-benar dia sukai. Namanya summer, dia benci namanya tapi menurutku nama itu cocok sekali untuknya. Dia memang secerah musim panas. Wajah cantiknya yang putih selalu berseri-seri, terbingkai rambut merahnya yang sewarna matahari terbenam. Dia sempurna, seakan selalu ada aura bahagia mengelilinginya dan berpendar menularkan kebahagiaan untuk kaum jelata seperti ku. Apalagi yang bisa kutulis tentang Summer kecuali bahwa seperti ku bilang diatas, dia itu sempurna. Dan menurutku cantik saja tidak cukup untuk menggambarkannya. Aku menceritakan ini bukan berarti aku jatuh cinta secara romantis kepadanya. Aku hanya ingin menjadi sepertinya. Aku bermimpi jadi dia, bukan, bukan krn dia cantik atau sempurna. Tapi karena dia begitu bahagia. Dan aku ingin ingat lagi bagaimana rasanya menjadi bahagia.
Tiba-tiba Summer menatapku. dengan matanya yang biru, lebih biru dari langit musim panas. Cepat-cepat aku menunduk, aku nggak mau dia jijik melihatku, si aneh, buruk rupa, pembawa sial dan memalukan.