THE GIRLS WORLD IN THE SIXTEEN

Zai Zai
Chapter #1

Bab 1 : Siswa Baru

“Hei, lihat gue! Fungsi mata lo buat apa, hah?” Seorang siswi berseragam seksi—kemeja kekecilan membentuk tubuh langsingnya serta rok pendek di atas lutut memperlihatkan paha mulusnya—mendorong tubuh siswi di depannya hingga terbentur dinding. “Kalau diajak ngomong lihat lawan bicara! Dasar cewek cupu!”

Siswi berkepang satu, dengan kacamata tebal membingkai matanya, merasa terpojok. Kepalanya semakin menunduk ke dalam. Tubuhnya menggigil ketakutan. Situasi ini sangat menyulitkannya.

“Capek banget gue ngomong sama lo! Lo emang minta dikasarin, ya?!” seru siswi berseragam seksi itu, kemudian tangannya menarik rambut kepang milik siswi tadi.

“Sakit...,” lirihnya.

“Bagaimana kalau kita kasih dia pelajaran? Kita lepas semua seragamnya, terus kita foto dan sebar foto bugil dia. Ide bagus, nggak?” saran salah satu temannya, yang sedari tadi berdiri di belakangnya.

Dia sudah mengeluarkan ponsel keluaran terbaru miliknya. Memutar-mutarkan ponsel itu di tangannya. Tersenyum seperti iblis.

“Ah, ide bagus itu. Kenapa gue bisa nggak kepikiran, ya? Meski anak cupu ini nggak punya tubuh seksi, seenggaknya bisa memuaskan nafsu para pria bajingan.” Kemudian mereka tertawa, kecuali siswi berkepang satu itu.

Gang sempit di sebelah sekolah benar-benar sepi. Situasi ini menguntungkan mereka.

“Aku mohon ... jangan.” Siswi berkepang satu itu hampir menangis.

Tawa mereka semakin keras.

Melihat siswi itu semakin ketakutan, membuat mereka semakin ingin menghabisinya. Apa perlu digerayangi saja tubuhnya? Atau, rambutnya yang bau dicukur sampai botak?

“Kita mulai saja aksi kita. Buka seragamnya sekalian pakaian dalamnya!”

Siswi berkepang satu itu hanya bisa berharap ada seseorang yang menolongnya, menyelamatkannya dari manusia-manusia keji dihadapannya ini.

□□□

Drrtt.

Sebuah pesan masuk mengalihkan perhatian seorang siswi dari pemandangan di luar jendela bus. Ponsel bermerek lawas itu menampilkan kotak pesan serta sebuah nama yang sangat ia benci. Meski tidak ingin melihatnya, ia sangat penasaran. Pada akhirnya, ia segera membuka dan membacanya.

Hai, Nathalie. Lama nggak bertemu. Bagaimana kabar lo?

Apa lo kerasan dengan sekolah baru lo?

Hah.

Siswa bernama Nathalie Reswana menghela napas ketika selesai membaca pesan itu. Ia kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas. Tidak memedulikan. Bahkan ia tidak ada niat untuk membalasnya.

Kini pandangannya kembali tertuju pada jendela. Melihat pemandangan luar.

Bus berhenti di halte berikutnya. Beberapa manusia dengan berbagai profesi serta siswa-siswi yang memakai seragam sama sepertinya memasuki bus. Namun, dari beberapa orang itu, ada satu manusia yang mampu mengunci tatapan agar tertuju kepadanya.

Seorang siswa laki-laki dengan kulit sawo matang. Ia memakai seragam seperti Nathalie. Wajahnya begitu tampan dan menampilkan kharisma tersendiri.

Siswa itu ikut masuk ke dalam bus, berjalan sambil mengedarkan pandangan demi mencari kursi kosong. Kemudian pandangannya terhenti. Tepat ke arah Nathalie.

Nathalie melirik kursi di sebelahnya. Kosong. Apa laki-laki itu mau duduk di sebelahnya?

Nathalie mencoba menahan senyumnya. Ia semakin mengeratkan genggamannya di gantungan tas bergambar Tata. Semakin dekat jarak di antara keduanya membuat jantung Nathalie berdetak cepat. Terlebih laki-laki itu menatap ke dalam manik matanya.

Laki-laki berkulit sawo matang itu berhenti di depan kursinya. Awalnya, Nathalie berpikir laki-laki itu akan duduk di kursi sebelahnya, namun ternyata ia lebih memilih duduk di depannya.

Dengusan kecewa tidak sengaja keluar dari hidungnya.

Kenapa gue harus kecewa?

□□□

Pindah sekolah berarti harus memulai beradaptasi lagi dengan suasana sekolah yang baru. Mencari teman-teman baru. Menyesuaikan diri dengan suasana kelas. Seperti itulah situasi yang dihadapi oleh Nathalie Reswana. Gadis berkepang satu, berseragam kebesaran, kacamata tebal membingkai matanya, dan tak ketinggalan kawat gigi menghias gigi-gigi putihnya. Sungguh penampilan yang membuat beberapa orang menatapnya aneh.

Ketika melewati koridor yang ramai, Nathalie menundukkan kepala. Tidak berani menatap manusia-manusia di sekitarnya. Ia lebih suka memikirkan apa pun di dalam pikirannya sambil terus berjalan ke ruangan guru.

“Wah, lihat cewek itu. Penampilannya benar-benar norak!” sahut seseorang.

“Jangan sampai dia satu kelas dengan kita! Bisa merusak citra keindahan kelas kita,” balas yang lainnya.

Meskipun ucapan itu membuat hati Nathalie terluka, ia bersikap bodoh amat. Tetap fokus berjalan. Sesampainya di ruangan guru, ia segera masuk, menemui salah satu guru yang paling dekat dengan pintu masuk.

“Selamat pagi, saya Nathalie siswa baru di sekolah ini. Mmm ... saya mau bertemu dengan Bu Berti.” Suara Nathalie begitu pelan. Terdengar gugup. Meski begitu, guru di depannya mendengar apa yang ia katakan.

“Oh, mencari Bu Berti? Sebentar, kamu tunggu di sini biar saya panggilkan beliau,” kata guru perempuan bertubuh tambun itu. 

Ia menghilang dari hadapan Nathalie.

Minggu lalu ketika mendaftar, Nathalie di tempatkan di kelas X1-IPA-1, dan petugas mengatakan bahwa wali kelasnya bernama Bu Berti. Jadi, orang pertama yang harus ia temui ketika sampai di sekolah adalah Bu Berti.

Setelah menunggu beberapa menit, guru tadi datang bersama guru perempuan berparas cantik dan memiliki bodi begitu ideal. Tubuhnya tinggi dan memiliki jenjang. Bak seorang model.

“Kamu Nathalie?”

“Iya, Bu.” Nathalie membungkuk sopan.

Pemilik nama Berti itu memandanginya dari atas hingga bawah. Jika tidak salah lihat, guru itu tersenyum meremehkan meski hanya sekilas. “Sebentar lagi kelas akan segera dimulai, kita harus cepat-cepat pergi ke kelas sebelum guru mata pelajaran pertama memasuki kelas,” ucapnya.

Tanpa menunggu balasan dari Nathalie, guru itu berjalan lebih dulu. Melangkah lebar yang membuat kedua pantatnya bergerak kiri-kanan.

Lihat selengkapnya