THE GIRLS WORLD IN THE SIXTEEN

Zai Zai
Chapter #3

Bab 3 : Bertemu Senja

Seperti hari sebelumnya, Nathalie berangkat sekolah menggunakan bus. Pak Anton mengantarnya sampai halte yang tak jauh dari rumahnya. Nathalie duduk di kursi paling belakang, mengeluarkan komik berjudul “Ao Haru Ride”. Ia sangat suka membaca komik. Selain itu, Nathalie juga suka mendengar musik instrumen milik Yiruma, Mozart, dan masih banyak lagi.

Gadis berponi Dora itu mengangkat kepalanya saat merasakan kehadiran seseorang. Ternyata laki-laki bernama Elvan. Meskipun satu sekolah, Nathalie tidak pernah sekali pun melihat keberadaan laki-laki itu.

Elvan duduk di kursi depannya. Laki-laki berkulit sawo matang itu menyandarkan punggung, kepalanya diletakan di sandaran kuri, dan kedua mata memejam. Ia tidak mendengarkan musik. Tidak pula membaca.

Melihat raut wajahnya tadi, Nathalie bisa menyimpul-kan kalau Elvan terlihat begitu lelah. Wajahnya pucat pasi. Kedua matanya memerah dengan garis hitam di bawahnya menandakan ia kurang tidur.

Tidak ingin memikirkannya lebih jauh, Nathalie melanjutkan aktivitas membacanya. Ia melupakan hal penting, yang menjadikannya sebuah malapetaka.

Nasib buruk akan menghampirinya beberapa menit lagi.

□□□

“Hai, cewek cupu.” 

Suara tidak asing memanggil Nathalie dari belakang punggungnya. Nathalie baru tiba di kelasnya. Ia meletakan tas di loker, kemudian membalikkan tubuh.

Di depannya, Rania menyilangkan kedua tangan di depan dada. Perempuan itu menemuinya bersama temannya yang berdiri di samping seperti seorang bodyguard.

Nathalie tidak habis pikir. Di era sekarang masih saja ada pertemanan seperti itu. Bos dan bawahan. Pertemanan yang tidak akan bertahan lama. Lagian apa gunanya Nathalie memikirkannya, saat ini yang terpenting adalah, bagaimana cara ia membebaskan diri dari Rania.

“PR gue udah lo kerja, kan?”

PR?

Nathalie berusaha keras mengingat PR yang dimaksud Rania. Sosok dirinya yang kecil berlari di dalam otaknya. Ia berlari ke sana ke sini demi mendapat sebuah jawaban. Dirinya dalam versi mini itu berhenti setelah mendapat kunci jawaban dalam bentuk kertas. Kertas yang ia temukan di dinding otaknya.

Ya, Tuhan, gue lupa!

PR Rania belum gue kerjakan ....

“Lo belum mengerjakan PR gue?” Pertanyaan itu terlontar begitu melihat wajah panik Nathalie. Rania mengeram kesal. “Kenapa nggak lo kerjakan?” tanyanya lagi.

Nathalie menunduk dalam. “Maaf, aku lupa. Semalam aku ketiduran.”

“KENAPA BISA LUPA? HA?” Rania menjambak rambut Nathalie. “Gue nggak mau tahu, sekarang lo kerjakan!”

“Kenapa harus aku?” Sebenarnya, Nathalie tidak bermaksud melawan. Hanya saja ia merasa muak dengan tingkah laku Rania. 

Mereka baru saling kenal bahkan Nathalie tidak berbuat salah kepadanya. Namun, Rania menindasnya, memperlakukan Nathalie seperti babu.

Awalnya Nathalie ingin menjadi cewek lemah. Begitu dirinya diinjak-injak seperti tadi, harga dirinya terluka. Ia hanya ingin melawan.

“Lo bisa melawan juga, ya? Udah nggak mengerjakan PR gue dan sekarang balas omongan gue? Sialan!” Rania memaki keras. “Enaknya, nih, anak kita apain, ya, Feb?” Kepalanya menoleh ke arah temannya.

Febri berbisik ke telinga Rania.

Rania mengangguk, kemudian tersenyum miring. “Ide bagus, tuh!”

Entah apa yang mereka rencanakan. Yang pasti, Nathalie mendapat firasat buruk lewat senyum misterius itu.

“Kita bawa cewek cupu ini, dan kasih dia pelajaran karena udah berani melawan,” perintah Rania.

Perempuan berambut panjang itu berjalan lebih dulu. Sedangkan Febri menarik paksa Nathalie agar mengikutinya. Nathalie berusaha keras menolak, namun tenaga Febri lebih kuat.

Teman-teman sekelasnya tidak ada yang membantu. Mereka lebih memilih menjadi penonton. Bahkan, beberapa pula memilih tidak peduli. Menutup mata seolah kejadian itu tidak pernah terjadi.

Nathalie menatap nanar orang-orang itu.

Dunia remaja begitu menakutkan.

Bahkan, mereka tidak lebih kejam dari seorang Rania.

□□□

“AUW.”

Rania mendorong tubuh Nathalie ke tembok.

Mereka berada di gang sempit di sisi kanan sekolah. Gang itu begitu sepi. Bahkan tidak ada lalu-lalang orang.

Nathalie ingin berteriak kencang, namun bibirnya terkatup rapat. Rasa takut membuatnya tidak bisa berteriak apalagi meminta tolong.

“Kalau lo nggak melawan seperti tadi, gue nggak bakal semurka ini!” Rania berteriak tepat di depan Nathalie yang sedang ketakutan.

Febri menyaksikan, memasang wajah bengis.

“Hei, lihat gue! Fungsi mata lo buat apa, hah?”

Nathalie semakin ketakutan. Kepalanya menunduk dalam. Sebenarnya, ia ingin melawan, tapi sisi dirinya yang cupu harus dipertahankan.

Perempuan berbodi seksi itu mendorong tubuh Nathalie cukup keras hingga membentur tembok. “Kalau diajak ngomong lihat lawan bicara! Dasar cewek cupu!” ucapnya lagi.

Di posisi seperti ini membuat Nathalie berpikir bahwa ia kalah jumlah. Mereka berdua, sedangkan ia hanya sendiri. Nathalie pun tidak sekuat para petinju yang bisa saja dengan mudah memukul wajah cantik Rania.

Rania adalah tipe manusia yang tidak segan-segan melakukan hal keji. Bahkan, bisa saja perempuan itu melakukan hal mengerikan kepada Nathalie. Misalnya, mencukur habis rambutnya atau menamparnya berkali-kali.

“Capek banget gue ngomong sama lo! Lo emang minta dikasarin, ya?” Rania menarik rambut Nathalie, hingga kepalanya ikut mendongak.

Rasa sakit menjalar di kepala Nathalie. “Sakit ...,” lirihnya.

“Bagaimana kalau kita kasih dia pelajaran? Kita lepas semua seragamnya, terus kita foto dan sebar foto bugil dia. Ide bagus, nggak?” Febri menyahut. Memberi ide yang baru saja tercetus di otaknya.

Lihat selengkapnya