the Golden Cubic

Shulthan labib
Chapter #3

Bab 3

Aku mencoba men-dongak, melihat gumpalan-gumpalan awan yang begitu gelap. Angin bertiup sangat kencang, hingga para pengemudi kendaraan yang tak membawa jas hujan berusaha menepi untuk menghindari datangnya hujan. Sesekali, kilatan-kilatan petir itu muncul menyambar gedung pencakar langit. ”Duuaar”. Satrya yang baru saja turun dari mobil, mencoba berlari menghampiriku tepat setelah petir itu berbunyi.”hai Li!” satrya menyapaku singkat.

“Hai Sat!” aku sedikit tersenyum menyapanya. Payung yang sebelumnya terbuka menga-nga, segera kulipat dan memasukannya kedalam tas. Satrya yang berada di sampingku juga ikut melakukan hal yang sama seperti ku. Aku mencoba berhenti sejenak, menatap langit yang benar-benar gelap dan sangat tak masuk akal.

“Cuaca hari ini sedikit aneh bukan?” satrya yang merasakan hal sama, sepertinya ikut berkomentar tentang cuaca hari ini.

“Benar Sat. Cuaca hari ini memang terlihat sedikit aneh. Kelihatannya, hujan akan datang begitu deras pagi ini.” Aku balik memperhatikan jalanku, bergegas menuju kelas yang berjarak tiga meter dari tempatku sekarang. Satrya yang masih terheran-heran dengan cuaca hari ini mengikuti ku dari belakang. Aku masih bingung akan satu hal yang aku pikirkan sejak tadi. Seketika pikiranku berusaha me-review kejadian yang telah ku alami, tepat ketika aku turun dari mobil. Perihal benda berkilau itu. 

“Cuaca hari ini kan sedikit buruk. Mengapa sekolah tidak di liburkan saja ya? Padahalkan aku sudah yakin tadi, sekolah akan libur. Benarkan Li?” Satrya yang melihatku seperti sedang memikirkan sesuatu menepuk bahuku berlahan. Aku kembali menatapnya. “Sepertinya ada sesuatu yang kamu pikirkan dari tadi Li.” Tepat ketika satrya bertanya, bunyi lonceng sokolah memecah keramaian sekolah. Aku tak sempat menjawab pertanyaan Satrya. Pikiranku seketika kacau akan dibunyikannya bel itu. Kami yang sebelumnya berjalan santai, sedikit mempercepat langkah. Murid-murid kelas lain juga ikut panik dengan jam kelas yang hampir mulai.

Karena kelas kami ada di lantai dua, kami harus rela berdesak-desakan dengan murid lain. Tiba di koridor lantai dua, langkah kaki kami terus berjalan semakin cepat ditambah lagi dengan sudah tidak adanya murid di luar kelas. Melihat pintu kelas telah terpampang jelas, segera masuk, mencari meja.

Suasana kelas masih seperti biasa jika guru belum datang. Bisa dipastikan bukan, seberapa kacau kah itu? Topik pembicaraan dikelas ku pun masih sama dengan apa yang aku bicarakan dengan satrya sebelum masuk kelas. Benar. Cuaca yang aneh.

Lihat selengkapnya