Gorden putih itu bergoyang lembut saat angin pagi menerpanya, cahaya mentari secara remang menerangi ruangan kamar besar indah dengan berbagai perabotannya yang terkesan mewah.
Lemari besar dengan ukiran emas rumit di sekelilingnya, meja rias di sampingnya dengan balutan keindahan yang sama dan ranjang besar dengan empat pilar kayu di setiap ujung sikunya.
Siapapun yang melihat akan percaya bahwa benda-benda itu dibuat untuk karya hias ketimbang kegunaannya.
Sebuah langkah kaki terdengar, semakin jelas saat langkahnya mendekat. Detik berikutnya, pintu ruangan yang besar dan penuh akan ukiran emas indah, terbuka, dengan seorang wanita melangkah masuk tanpa ragu.
Tatapannya langsung terpusat pada ranjang besar di tengah ruangan. Melihat gundukan di bawah selimut, wanita itu menghela napas lelah.
"Tuan Putri, mau sampai kapan anda akan tertidur?"
Dia berjalan ke jendela ruangan, menyibakkan gorden, membawa lebih banyak cahaya untuk menerangi ruangan. Melihat bagaimana jendela kamar telah dalam keadaan terbuka, wanita itu melirik ke tempat tidur.
"Tuan Putri, apa anda begadang lagi?"
Tidak ada jawaban, sesuatu yang telah diharapkan. Wanita itu berjalan mendekat dan membuka gundukan, memperlihatkan figur wanita muda yang tengah meringkuk.
Di saat selimutnya terbuka, cahaya pagi menerpa wajahnya, sesuatu yang membuat alis gadis itu berkerut. Mengambil kembali selimut, dia berkata dengan mengantuk. "Bibi Mai... lima menit lagi..."
Mai menatap tak berdaya saat melihat orang yang dilayaninya, Putri Alicia, kembali meringkuk di bawah selimutnya.
Seluruh penduduk kerajaan tidak akan percaya, bahwa gadis pemalas ini adalah putri terhormat yang mereka gaung-gaungkan sebagai permata terindah Kerajaan Artia, Sang Putri Emas, Alicia Von Artia.
Dengan helaan napas, Mai meraih selimut, mencoba untuk membukanya kembali hanya untuk mengerutkan kening saat dia merasa selimutnya tertahan.
'Gadis ini!' menggerutu di dalam hati, Mai mencoba menarik lebih kuat, tapi pihak lain juga tampak cukup keras kepala karena Mai masih kesulitan membukanya.
Tak ingin merusak selimut, Mai mengalah, dia mundur dengan ekspresi tak berdaya saat melihat gundukan kecil dengan seorang gadis bersembunyi di dalamnya.
"Tuan Putri, ini sudah siang, waktunya untuk bangun, ayo..."
Meski tak mendapat jawaban, Mai bisa melihat sedikit gerakan di tempat yang seharusnya menyembunyikan kepala Alicia — itu bergerak menggeleng, seolah menolak seruannya.
Mai merasa frustasi, ini bukan pertama kalinya terjadi, tapi setiap saat selalu membuatnya pusing. Dia berdiri diam, berpikir untuk mencari solusi, sampai sebuah pemikiran terbesit di benaknya.
Sudut bibirnya terangkat, dia berkata dengan nada berlebih. "Oh Tuan Putriku yang cantik, perhiasan terindah Kerajaan Artia, apakah kau ingin terus melanjutkan tidurmu?"
Sekali lagi, tidak ada jawaban, tapi ada gerakan singkat yang seolah mengangguk mengiyakan. Bukannya kesal, senyum di bibir Mai justru melebar.
"Kau yakin ingin melanjutkan tidurmu? meski di luar, Pangeranmu sedang menunggumu?"
Kali ini tidak ada jawaban sama sekali, termasuk gerakan di balik selimut, sebuah pemandangan yang membuat Mai merasa geli.
"Sayang sekali, Pangeran kita yang tampan, seorang kesatria jenius, pahlawan yang menyelamatkan kerajaan kita, harus dengan berat hati dicampakkan begitu saja oleh Tuan Putri yang dicintainya..."
Mai ingin melanjutkan, tapi terhenti saat dia melihat pergerakan di tempat tidur. Menunggu beberapa saat, selimut itu akhirnya turun, menunjukkan seorang gadis yang tengah terduduk, menguap secara tak sopan. "Huaa.... Bibi Mai, Aku bilang lima menit lagi, nggak lama kok..."
Mai memperhatikan gadis muda di depannya, baju tidur sutranya berantakkan, begitu pula dengan rambut pirang panjangnya, bahkan ada jejak air liur di sisi wajahnya. Gadis itu mengucek matanya, mencoba mendapat kejernihan dari rasa kantuknya. Saat matanya terbuka, Mai menahan napas kagum, itu adalah mata yang sangat indah.
Sepasang bola cantik berwarna emas terbuka untuk dilihatnya, mata itu tampak cerah dengan binar kepolosan gadis muda. Tidak peduli berapa kali dia melihatnya, dirinya selalu merasa hangat dan suasana hatinya secara ajaib tampak membaik. Mai yakin, bukan hanya dia yang merasakan itu, setiap orang yang berinteraksi atau setidaknya, cukup dengan melihatnya, pasti akan merasakan hal yang sama.
Putri Alicia, cukup dengan kehadirannya, mampu menaikkan suasana hati orang-orang disekitarnya. Pesona kepolosan dan keceriaannya, membuatnya menjadi objek kasih sayang di seluruh kerajaan.
Mai, yang memiliki kebiasaan untuk menegurnya setiap kali dia membuat kesalahan, mengesampingkan omelan rutinnya, gadis ini terlalu manis untuk ditegurnya.
Alicia, setelah mendapat cukup kejernihan pikiran, menatap cemberut pada Bibinya. "Itu salah Bibi, kalo seandainya Bibi bangunin aku dari tadi, Alicia nggak akan kesiangan tahu, hmph..."
Wajah Mai berkerut mendengarnya, dia menarik kembali kesan baik yang diberikannya, 'Gadis ini tidak manis! dia menyebalkan!'
Alicia sudah genap berusia 16 tahun, usia yang dikategorikan sebagai dewasa, dia seharusnya bisa mengurus dirinya sendiri!
Mai bahkan ingat, Alicia sendirilah yang mengatakan padanya untuk tidak terlalu memanjakannya lagi — karena dirinya sudah dewasa, dia ingin hidup mandiri, dan salah satu caranya adalah dengan mencoba bangun tidur sendiri.
Tapi sepertinya, terbiasa hidup sebagai tuan putri terlindungi, membuat Alicia tak bisa dengan mudah menghilangkan kebiasaannya yang hidup dalam pelayanan, Mai masih harus mengurusnya di banyak sisi.
Mulut Mai terasa gatal, dia ingin mengomel, namun sayangnya, Alicia telah beranjak dari tempat tidur ke kamar mandi yang berada di dalam kamarnya, dia hanya bisa menghela napas dan mulai membereskan tempat tidur yang berantakkan.
Sejenak wajahnya kembali berkerut, Mai teringat bahwa Alicia juga pernah berkata bahwa dia akan mulai membereskan kamarnya sendiri, tapi nyatanya, Mai masih harus melakukannya.